Demi Kepastian Hukum, DJP Terbitkan Aturan Turunan dari PMK 81/2024

JAKARTA, DDTCNews – DJP menerbitkan peraturan terbaru, yaitu PER-7/PJ/2025, yang menjadi petunjuk pelaksanaan administrasi perpajakan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (11/6/2025).
Melalui PER-7/PJ/2025, DJP menyesuaikan ketentuan seputar administrasi NPWP, pengusaha kena pajak (PKP), dan objek PBB seiring dengan berlakunya coretax system. Beleid ini juga menyesuaikan ketentuan seputar jenis, dokumen, dan saluran untuk pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.
“Untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan meningkatkan pelayanan serta sehubungan dengan berlakunya PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Sistem Inti Administrasi Perpajakan,” bunyi pertimbangan PER-7/PJ/2025.
Penyesuaian ketentuan dilakukan lantaran peraturan terdahulu yang menjadi petunjuk pelaksana administrasi NPWP, PKP, dan objek PBB belum mengakomodasi implementasi coretax. Secara ringkas, ada 6 ruang lingkup ketentuan yang diatur dalam PER-7/PJ/2025.
Pertama, Administrasi NPWP. Ketentuan yang diatur di antaranya seperti kewajiban pendaftaran NPWP beserta tata caranya; fungsi NPWP; NPWP bagi keluarga; data unit keluarga; serta nomor identitas perpajakan.
Ada pula pengaturan tentang akun wajib pajak; kode otorisasi; sertifikat elektronik; tata cara perubahan data wajib pajak; tata cara pemindahan tempat wajib pajak terdaftar; Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU); penetapan wajib pajak nonaktif; serta penghapusan NPWP.
Kedua, administrasi PKP. Ketentuan yang diatur meliputi tata cara pengukuhan PKP; kegiatan pengawasan dalam rangka pengadministrasian PKP; dan pencabutan pengukuhan PKP.
Ketiga, administrasi penambahan status wajib pajak. Ketentuan yang diatur meliputi tata cara penambahan status wajib pajak; tata cara perubahan data atas penambahan status wajib; serta tata cara perubahan data atas penambahan status wajib.
Keempat, administrasi pendaftaran objek PBB. Ketentuan yang diatur meliputi tata cara pendaftaran objek PBB; tata cara perubahan data objek PBB; serta tata cara pencabutan surat keterangan terdaftar objek PBB.
Kelima, contoh formulir dan dokumen administrasi NPWP, pengukuhan PKP, pendaftaran objek PBB, dan penambahan status wajib pajak. Keenam, perincian jenis, dokumen, dan saluran untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
PER-7/PJ/2025 juga telah mengatur ketentuan peralihan dari peraturan terdahulu. Adapun beleid yang terdiri atas 10 bab dan 95 pasal ini berlaku mulai 21 Mei 2025. Berlakunya PER-7/PJ/2025 akan mencabut sejumlah ketentuan terdahulu.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai peraturan baru dari DJP yaitu PER-10/PJ/2025. Ada pula bahasan mengenai penyusunan tarif cukai rokok 2026, usulan pengenaan pajak rumah yang lebih tinggi di perkotaan, dan lain sebagainya.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
DJP Pertegas Pelaksanaan Pertukaran Informasi Pajak Antaryurisdiksi
Seiring dengan diterbitkannya PER-7/PJ/2025, otoritas pajak pada saat bersamaan juga menerbitkan peraturan baru mengenai pelaksanaan pertukaran informasi perpajakan berdasarkan perjanjian internasional.
Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Dirjen Pajak No. PER-10/PJ/2025. Beleid yang berlaku mulai 22 Mei 2025 tersebut dirilis sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 39/2017.
“Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 PMK 39/PMK.03/2017…, perlu menetapkan PER tentang Pelaksanaan Pertukaran Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional,” bunyi pertimbangan PER-10/PJ/2025. (DDTCNews/Kontan)
DJP Terbitkan PER-8/PJ/2025, Cabut KEP-220/PJ./2002
DJP resmi mencabut Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Pencabutan itu dilakukan melalui Perdirjen Pajak No. PER-8/PJ/2025.
Sebelumnya, KEP-220/PJ./2002 di antaranya mengatur batasan pembebanan biaya perolehan atau pembelian telepon seluler serta kendaraan yang dipergunakan pegawai tertentu, yaitu hanya sebesar 50% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan.
“Pada saat peraturan direktur jenderal ini mulai berlaku:... KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan... dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi Pasal 147 angka 26 PER-8/PJ/2025. (DDTCNews)
Tarif Cukai Rokok 2026 Mulai Dibahas, Ketua Komisi XI Bilang Begini
DPR menilai pemerintah perlu menyusun kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) secara hati-hati. Sebab, jika tarif dipatok terlalu tinggi maka akan memengaruhi penerimaan negara.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi XI DPR Misbakhun. Menurutnya, kenaikan tarif cukai rokok berpotensi memengaruhi meningkatkan harga produk, serta menekan daya beli konsumen, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.
"Penting untuk merumuskan kebijakan cukai yang berimbang sehingga tidak mendorong pergeseran konsumsi ke produk-produk yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara," katanya dalam keterangan tertulis. (DDTCNews)
Cadangan Devisa Mei 2025 Tidak Bergerak
Arus masuk modal asing, penerimaan pajak, dan perolehan devisa migas pada Mei 2025 tidak mampu melampaui peningkatan kebutuhan pembayaran utang luar negeri dan intervensi bank sentral untuk stabilisasi rupiah.
Alhasil, posisi cadangan devisa bulan lalu nyaris tidak bergerak dari bulan sebelumnya US$152,5 miliar.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memandang posisi cadangan devisa Mei dibayangi pembayaran utang luar negeri pemerintah dan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Bank Indonesia sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar keuangan global yang persisten. (Bisnis Indonesia/Kontan)
Fahri Hamzah Usul Rumah Tapak di Kota Kena Pajak Tinggi
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah mengusulkan pajak tinggi pada rumah tapak yang ada di perkotaan. Hal itu untuk mendorong masyarakat perkotaan tinggal di hunian vertikal.
Menurut Fahri, saat ini di perkotaan sudah tidak ada tanah lagi untuk membangun rumah tapak. Maka dari itu perlu ada aturan yang mengatur dari sisi suplai, termasuk otoritas pertanahan untuk perumahan.
"Misalnya nanti yang bikin rumah landed pajaknya dinaikin aja sampai dia nggak bisa tinggal di landed. Pasti dia akan tinggal di rumah susun," katanya. (detik.com)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.