Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Kamis, 15 Mei 2025 | 10:43 WIB
FILIP DEBELVA, HEAD OF THE KU LEUVEN TAX LAW INSTITUTE:
Kamis, 15 Mei 2025 | 10:00 WIB
TIPS PAJAK
Selasa, 13 Mei 2025 | 14:30 WIB
KAMUS PAJAK
Senin, 12 Mei 2025 | 07:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Jumlah Kelas Menengah Terus Menyusut, Kenaikan PPN Bakal Memperburuk?

A+
A-
2
A+
A-
2
Jumlah Kelas Menengah Terus Menyusut, Kenaikan PPN Bakal Memperburuk?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 makin disorot publik. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan utama sejumlah media nasional pada hari ini, Senin (25/11/2024).

Isu kenaikan PPN ini terus mendapat atensi. Sebenarnya, rencana kenaikan PPN menjadi 12% sudah tertuang di dalam Undang-Undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, urgensinya kian dipertanyakan, apalagi di tengah melemahnya daya beli masyarakat.

Pemerintah sendiri berdalih manfaat dari kenaikan PPN ini akan ikut dirasakan masyarakat. Tambahan penerimaan yang diperoleh dari kenaikan PPN akan dipakai untuk mendanai program peningkatan kesejahteraan, termasuk bantuan sosial (bansos) hingga subsidi.

Baca Juga: Wamenkeu Sebut Dampak Reformasi ke Ekonomi Terasa di Kuartal II/2025

"Pemerintah akan melanjutkan bantuan langsung tunai, program keluarga harapan, program Indonesia pintar, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, subsidi pupuk, semuanya membutuhkan dana dari pembayaran pajak, di antaranya dari kenaikan 1% ini," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.

Untuk mengulas baik-buruknya kenaikan PPN, Harian Kompas mengangkat topik ini menjadi salah satu headline-nya pada hari ini.

Kebijakan menaikkan tarif PPN dinilai bakal lebih banyak membawa kerugian ketimbang keuntungan. Jika tarif pajak dinaikkan ketika daya beli masyarakat melemah maka berbagai sendi perekonomian akan tergerus. Pada saat yang sama, potensi penerimaan dari kenaikan PPN dikhawatirkan tidak akan optimal.

Baca Juga: Cara Unduh NPWP Digital Lewat Coretax DJP

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan pemerintah bahwa 2025 menjadi tahun penentu Indonesia dalam melakukan lompatan ekonomi dalam meraih target pertumbuhan 8% dan cita-cita menyandang status negara maju.

Namun, mesin utama pertumbuhan ekonomi, yakni konsumsi masyarakat, dikhawatirkan akan tergerus ketika kenaikan PPN dilakukan.

Apalagi, imbuh Faisal, tanda-tanda pelemahan konsumsi masyarakat sudah terlihat. Hal ini tecermin dari jumlah kelas menengah yang makin menyusut. Dalam 5 tahun terakhir, 9,7 juta orang kelas menengah turun kelas. Padahal kelas menengah selama ini menyumbang 40% dari total konsumsi nasional.

Baca Juga: Pajak Gabung Suami, Jangan Lupa NPWP Istri Dinonaktifkan Dulu

Pada saat yang sama, kenaikan PPN diprediksi tidak akan mengerek banyak-banyak penerimaan. Pemerintah perlu diingatkan mengenai risiko shortfall penerimaan pajak di tengah pelemahan konsumsi domestik.

Selain bahasan mengenai kenaikan PPN, ada pula topik-topik lain yang juga diangkat oleh media massa nasional pada hari ini. Di antaranya, periode pemanfaatan PPh final UMKM yang segera habis, rencana digelarnya tax amnesty, dan progres penyusunan upah minimum provinsi (UMP).

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Kenaikan PPN Perlu Dievaluasi

Menyambung pembahasan soal kenaikan tarif PPN di atas, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%.

Baca Juga: DJP Diminta Laporkan Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 memang telah disepakati dalam UU HPP. Namun, proyeksi ekonomi pada 2024 dan 2025 tidaklah sekuat perkiraan pemerintah dan DPR ketika menyusun UU HPP tersebut.

"Saat UU HPP dibentuk pada 2021, asumsi yang digunakan kala itu ialah perekonomian pada 2025 diperkirakan sudah pulih bahkan meningkat. Namun, dari seluruh indikasi indikasi yang ada kondisi ekonomi kita saat ini, nyatanya sedang kurang baik," katanya. (DDTCNews)

Tak Lagi Pakai PPh Final, UMKM Sulit Bersaing

Anggota Komisi VI DPR Asep Wahyuwijaya menilai berakhirnya periode pemanfaatan skema PPh final dengan tarif 0,5% pada tahun depan akan membuat UMKM orang pribadi makin sulit bersaing di pasar.

Baca Juga: WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Asep mengatakan skema PPh final selama ini menjadi fasilitas yang diberikan untuk mendukung pengembangan UMKM. Menurutnya, dibutuhkan dukungan yang besar dari pemerintah agar UMKM terus bertambah dan bisa naik kelas.

"UMKM perlu tumbuh 12,5%, dan ini tahun terakhir UMKM PPh-nya 0,5%. Tahun depan itu berlakunya normal," katanya dalam rapat kerja bersama pemerintah. (DDTCNews)

Coretax, PKP Tetap Wajib Unggah Faktur Pajak

Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax administration system) tetap mewajibkan pengusaha kena pajak (PKP) untuk mengunggah faktur pajak ke sistem yang dimiliki oleh DJP.

Baca Juga: Masih Pakai Sistem Lama, WP Perlu Pastikan Sertel Tetap Valid

Merujuk pada Pasal 387 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024, faktur pajak harus diunggah oleh PKP menggunakan modul dalam portal wajib pajak dan harus memperoleh persetujuan dari DJP.

Bila faktur pajak berbentuk elektronik yang dibuat oleh PKP tidak mendapatkan persetujuan oleh DJP maka dokumen tersebut dianggap bukan merupakan faktur pajak. (DDTCNews)

Tax Amnesty Sasar Shadow Economy

Pemerintah berencana menggulirkan kembali program pengampunan pajak alias tax amnesty. DPR memasukkan revisi UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

Baca Juga: DJP Ungkap Progres Perbaikan Latensi Coretax, Begini Perinciannya

DPR membocorkan tax amnesty ini rencananya akan digelar pada 2025. Saat dikonfirmasi, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Bob Hasan belum mau menyampaikan perincian revisi UU Tax Amnesty.

Tax Amnesty Jilid III ini diadakan, salah satunya, untuk mengerek penerimaan pajak. Menurut Bob, rencana tax amnesty ini sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mengejar pengemplang pajak serta memacu penerimaan dari aktivitas underground economy dan shadow economy. (Kontan)

Menunggu Penetapan Upah Minimum Provinsi

Penetapan upah minimum provinsi (UMP) molor dari jadwal yang semestinya, yakni 21 November 2024. Pemerintah berdalih masih perlu waktu untuk mendesai skema upah yang selaras dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Baca Juga: Kurs Pajak: Rupiah Berlanjut Menguat Atas Nyaris Semua Negara Mitra

Penetapan UMP ini makin kompleks karena bertepatan dengan momentum pemilihan kepala daerah (pilkada). Ada risiko guncangan politik jika penetapan UMP dilakukan sebelum pemilihan kepala daerah.

Penetapan UMP akan menimbang sejumlah hal, terutama kondisi ekonomi, kemampuan dunia usaha, serta insentif untuk mendorong konsumsi. Meski molor, pemerintah sendiri memastikan UMP 2025 tetap akan mengalami kenaikan. (Bisnis Indonesia) (sap)


Baca Juga: Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, tarif pajak, PPN, PPn 12%, tax amnesty, coretax system, konsumsi masyarakat, daya beli, UMKM, PPh final, UMP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax

Sabtu, 10 Mei 2025 | 07:30 WIB
WEEKLY TAX NEWS ROUNDUP

Finally! By the End of July, Coretax Will Be Bug-Free

Sabtu, 10 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Akhirnya! Akhir Juli Coretax Bakal Bebas dari Gangguan Sistem

Jum'at, 09 Mei 2025 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Demi Tip Bebas Pajak, Trump Ingin Naikkan Tarif PPh Orang Kaya

berita pilihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 11:00 WIB
PROVINSI JAWA TENGAH

Jaga Penerimaan Pajak, Gubernur Imbau Warga Tak Andalkan Pemutihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 10:43 WIB
FILIP DEBELVA, HEAD OF THE KU LEUVEN TAX LAW INSTITUTE:

‘Perpajakan Merupakan Aspek Mendasar dari Masyarakat Modern’

Kamis, 15 Mei 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Wamenkeu Sebut Dampak Reformasi ke Ekonomi Terasa di Kuartal II/2025

Kamis, 15 Mei 2025 | 10:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Unduh NPWP Digital Lewat Coretax DJP

Kamis, 15 Mei 2025 | 09:30 WIB
PROVINSI MALUKU

Pemprov Hapus Tunggakan Pajak Kendaraan, Berlaku Mulai Hari Ini

Kamis, 15 Mei 2025 | 09:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pajak Gabung Suami, Jangan Lupa NPWP Istri Dinonaktifkan Dulu

Kamis, 15 Mei 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dibiayai Pajak, Cek Kesehatan Gratis Sudah Jangkau 5,3 Juta Orang

Kamis, 15 Mei 2025 | 07:40 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Diminta Laporkan Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?