Pembetulan SPT Tahunan di Era Coretax System, Begini Mekanismenya

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025 turut mengubah mekanisme pembetulan SPT Tahunan. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (25/6/2025).
Apabila wajib pajak orang pribadi melakukan pembetulan SPT Tahunan maka perlu mengisi Bagian F - Pembetulan pada induk SPT. Bila wajib pajak badan melakukan pembetulan maka perlu mengisi Bagian F Angka 18 - Pembetulan pada induk SPT.
"Bagian ini diisi jika wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh pembetulan, baik pembetulan pertama, kedua, dan seterusnya. Dalam hal SPT Tahunan PPh yang disampaikan berstatus normal, bagian ini tidak perlu diisi," bunyi Lampiran PER-11/PJ/2025, dikutip pada Rabu (24/6/2025).
Untuk membetulkan SPT Tahunan, wajib pajak perlu mencantumkan jumlah PPh kurang bayar, lebih bayar, atau nihil pada SPT Tahunan PPh yang dibetulkan.
Pada SPT Tahunan orang pribadi, nilai PPh pada SPT sebelumnya dicantumkan pada Bagian F Angka 12 Huruf a - PPh Kurang/Lebih Bayar Pada SPT yang Dibetulkan. Pada SPT Tahunan badan, nilai PPh pada SPT sebelumnya dicantumkan pada Bagian F Angka 18 Huruf a - PPh yang Kurang/Lebih Bayar pada SPT yang Dibetulkan.
Setelah itu, wajib pajak perlu menghitung PPh yang kurang/lebih bayar karena pembetulan. Nilai PPh yang kurang/lebih bayar karena pembetulan adalah jumlah PPh yang kurang/lebih bayar dikurangi jumlah PPh kurang/lebih bayar pada SPT Tahunan yang dibetulkan.
Pada SPT Tahunan orang pribadi, PPh yang kurang/lebih bayar karena pembetulan dicantumkan pada Bagian F Angka 12 Huruf b - PPh Kurang/Lebih Bayar Karena Pembetulan.
Pada SPT Tahunan badan, PPh yang kurang/lebih bayar karena pembetulan dicantumkan pada Bagian F Angka 18 Huruf b - PPh Kurang/Lebih Bayar Karena Pembetulan.
Perlu dicatat, terdapat opsi khusus dalam hal wajib pajak:
- menyampaikan SPT normal berstatus lebih bayar;
- nilai lebih bayar pada SPT pembetulan menjadi lebih kecil, menjadi nihil, atau menjadi kurang bayar; dan
- nilai lebih bayar pada SPT yang dibetulkan tidak pernah diajukan pengembalian pendahuluan.
Wajib pajak yang memenuhi 3 kriteria di atas dapat mencentang kotak Ganti SPT Sebelumnya dan mengisi angka 0 pada Bagian F Angka 12 Huruf a - PPh Kurang/Lebih Bayar Pada SPT yang Dibetulkan dari SPT Tahunan orang pribadi atau pada Bagian F Angka 18 Huruf a - PPh yang Kurang/Lebih Bayar pada SPT yang Dibetulkan dari SPT Tahunan badan.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai DJP yang tengah merancang regulasi baru terkait pajak atas transaksi digital. Lalu, ada juga bahasan perihal tata cara koreksi fiskal, dimulainya pembahasan RAPBN 2026, pelantikan wakil ketua pengadilan pajak, dan lain sebagainya.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Koreksi Fiskal pada SPT Tahunan Kini Harus Dilengkapi dengan Kode Khusus
Selain perubahan mekanisme pembetulan SPT Tahunan, PER-11/PJ/2025 juga turut mengatur koreksi fiskal positif ataupun negatif pada SPT Tahunan era coretax system yang kini perlu mencantumkan kode penyesuaian fiskal.
Merujuk pada Lampiran PER-11/PJ/2025, terdapat 11 kode penyesuaian fiskal positif dan 4 penyesuaian fiskal negatif yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak orang pribadi dan badan. Kode penyesuaian fiskal dicantumkan dalam kolom kode penyesuaian fiskal pada lampiran rekonsiliasi laporan keuangan pada SPT Tahunan orang pribadi ataupun badan.
"Kolom ini diisi dengan kode penyesuaian fiskal sesuai dengan pilihan yang tersedia," bunyi Lampiran PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
DJP Rancang Regulasi Baru terkait Pajak atas Transaksi Digital
DJP tengah mempersiapkan regulasi terbaru terkait pajak atas transaksi digital. Langkah ini menjadi bagian dari upaya adaptasi otoritas pajak terhadap perkembangan ekonomi digital yang terus melaju pesat dan sebagai bagian dari upaya meningkatkan tax ratio.
"Perlu kami sampaikan bahwa saat ini DJP tengah menyiapkan regulasi terkait pajak digital," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.
Menurut Rosmauli, aturan ini akan memuat sejumlah ketentuan penting, termasuk perlakuan perpajakan atas transaksi digital, jenis layanan dan/atau transaksi digital yang dikenakan pajak, serta mekanisme pemungutan pajaknya. (Kontan)
Puan Minta RAPBN 2026 Diarahkan untuk Antisipasi Kondisi Global
Ketua DPR Puan Maharani memberikan beberapa catatan kepada anggotanya yang hendak memulai pembahasan pembicaraan pendahuluan RAPBN 2026 bersama pemerintah. Salah satunya ialah memastikan RAPBN 2026 adaptif terhadap dinamika global.
Dia menjelaskan konflik geopolitik, geoekonomi, dan perekonomian global yang tidak kondusif akan berpengaruh terhadap berbagai aspek. Misal, rantai pasok ekonomi global, produktivitas ekonomi, konsumsi masyarakat, daya beli, serta arus modal untuk investasi.
"Oleh karena itu, pembahasan KEM-PPKF tahun 2026 harus telah mengantisipasi hal tersebut yang dapat berdampak pada kapasitas APBN untuk menjalankan pembangunan nasional," ujarnya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Mohammad Wangsit Supriyadi Dilantik Jadi Wakil Ketua Pengadilan Pajak
Hakim Pajak Mohammad Wangsit Supriyadi resmi dilantik sebagai Wakil Ketua I Pengadilan Pajak Bidang Non Yudisial pada Selasa (24/6/2025).
Pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan dilaksanakan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto di gedung MA. Pelantikan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 53/P Tahun 2025.
"Mengangkat Mohammad Wangsit Supriyadi sebagai Wakil Ketua I Pengadilan Pajak Bidang Non Yudisial untuk masa jabatan selama 5 tahun terhitung sejak pengucapan sumpah," kata Wakil Sekretaris Pengadilan Pajak Abdul Azis Hady. (DDTCNews)
Banyak Insentif Pajak, Pemerintah Ajak Investor Tanamkan Modal di KEK
Pemerintah mengundang para investor untuk ramai-ramai menanamkan modal di kawasan ekonomi khusus.
Deputi I Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan pemerintah telah membentuk banyak KEK yang bergerak di berbagai bidang. Menurutnya, pemerintah juga menyediakan berbagai insentif perpajakan bagi investor yang menanamkan modalnya di KEK.
"Tempatnya serta insentifnya kita berikan. Harapannya bisa banyak mengundang investasi masuk ke domestik," katanya. (DDTCNews)
WP Tertentu Kini Wajib Sampaikan Laporan Penghitungan PPh Pasal 25
Melalui PER-11/PJ/2025, DJP mewajibkan wajib pajak tertentu untuk menyampaikan Laporan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25. Laporan tersebut disampaikan kepada dirjen pajak secara elektronik via coretax.
Wajib pajak tertentu dalam konteks ini adalah bank; BUMN; BUMD; wajib pajak masuk bursa; serta wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala (wajib pajak di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya).
“Bank, BUMN, BUMD, wajib pajak masuk bursa, serta wajib pajak lainnya harus menyampaikan Laporan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ... kepada direktur jenderal pajak,” bunyi Pasal 90 PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.