Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Reformasi Bea dan Cukai di Tengah Tuntutan Penerimaan Negara

A+
A-
2
A+
A-
2
Reformasi Bea dan Cukai di Tengah Tuntutan Penerimaan Negara

HAMPIR 3 dekade lamanya, reformasi di bidang kepabeanan dan cukai terus dilakukan pemerintah. Setiap periode reformasi yang dilakukan memiliki temanya masing-masing sesuai dengan kebutuhan kondisi kala itu.

Dalam rentang waktu tersebut, fokus pemerintah lebih kepada aspek teknis, seperti penegakan hukum, pelayanan, teknologi informasi, organisasi, SDM, dan lain sebagainya. Menariknya, pada 2017, tema penerimaan baru menjadi fokus reformasi kepabeanan dan cukai.

Di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2017, penerimaan menjadi salah satu fokus Ditjen Bea dan Cukai dan termuat dalam program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC).

Baca Juga: DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Tema penerimaan tersebut kemudian berlanjut pada 2021. Kala itu, pemerintah menerbitkan Program Reformasi Kepabeanan dan Cukai Berkelanjutan (PRKCB). Program dengan jangka waktu 2021-2024 ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/2021.

Bukan tanpa alasan, tema penerimaan menjadi salah satu fokus Ditjen Bea dan Cukai. Sri Mulyani menyadari pentingnya penerimaan negara demi memastikan roda pembangunan dapat berjalan sesuai dengan target-target pemerintah yang telah ditetapkan.

Untuk itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memacu sumber-sumber penerimaan negara, tak terkecuali dari setoran kepabeanan dan cukai yang selama ini menjadi wewenang Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Baca Juga: Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

Terlebih, pandemi Covid-19 yang berkecamuk pada awal 2020 membuat belanja negara melonjak tajam. Sebaliknya, penerimaan negara justru tertekan. Alhasil, pemerintah terpaksa menaikkan batas defisit APBN di atas 3% dari PDB.

Dalam perkembangannya, pemerintah berhasil menurunkan kembali angka defisit di bawah 3% pada akhir tahun lalu. Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN 2023 sebesar 2,84% dari PDB atau secara nominal senilai Rp598,2 triliun.

Meski demikian, penerimaan negara yang kuat tetap diperlukan guna merespons berbagai tantangan ekonomi yang bakal dihadapi. Lantas, seperti apa kegiatan reformasi kepabeanan dan cukai yang akan dilaksanakan pemerintah pada tahun ini?

Baca Juga: Makin Marak Terjadi! Begini Nih 3 Langkah Hadapi Penipuan Catut DJBC

Pilar 4: Peningkatan Penerimaan dan Dukungan Ekonomi
SEPERTI yang telah dijelaskan, reformasi kepabeanan dan cukai memiliki tema tersendiri dalam suatu periode. Untuk periode 2021-2024, pemerintah menerbitkan PRKCB yang didesain untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.

Ketentuan mengenai PRKCB tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/2021. Sementara itu, pedoman implementasi inisiatif strategis PRKCB diatur dalam Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-148/BC/2021.

Terdapat 4 inisiatif strategis dalam PRKCB tersebut. Pertama, penguatan dan pencegahan penindakan pelanggaran hukum. Kedua, penguatan pelayanan dan pemeriksaan. Ketiga, penguatan integritas dan kelembagaan. Keempat, peningkatan penerimaan dan dukungan ekonomi.

Baca Juga: Tekstil Indonesia Bisa Kena Bea Masuk 47%, Airlangga Minta AS Turunkan

Empat inisatif tersebut dijabarkan ke dalam 15 program terobosan, 64 sub program terobosan, dan 665 rencana aksi. Sejak dimulai pada 2021, pemerintah mengeklaim pelaksanaan kegiatan PRKCB sudah berjalan on track.

Beberapa indikator yang telah menunjukkan keberhasilan di antaranya penambahan dua direktorat baru, yaitu Direktorat Interdiksi Narkotika guna memperkuat kapasitas kelembagaan pengawasan Narkotika Psikotropika dan Prekursor (NPP).

Lalu, Direktorat Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa guna memperkuat kapasitas kelembagaan komunikasi publik, penerapan National Logistic Ecosystem (NLE), peningkatan Klinik Ekspor, dan implementasi Sistem Manajemen Audit, Risiko dan Targeting Post-Clearance Control (SMART PCC) dalam kerangka data analytic.

Baca Juga: Edarkan Rokok Ilegal, Tersangka Terancam Hukuman 1-5 Tahun Penjara

Selain itu, terdapat kegiatan lainnya yang telah dilakukan guna mendukung penerimaan dan ekonomi seperti asistensi ekspor dan dukungan UMKM di daerah, percepatan layanan ekspor, asistensi dan percepatan pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).

Kemudian, DJBC juga melakukan kolaborasi antarkementerian/lembaga guna pengembangan NLE. Tak hanya itu, pelibatan pengguna jasa dalam memonitor integritas pegawai juga turut dilakukan. Harapannya, DJBC bisa turut mendukung pembangunan nasional.

"Dapat disimpulkan PRKCB merupakan salah satu bentuk perbaikan terus menerus pada DJBC guna meningkatkan kinerja dan kredibilitas organisasi, serta kepercayaan publik," kata Hatta Wardhana, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC.

Baca Juga: DJBC Minta Masyarakat Waspadai Jasa Pendaftaran atau Unlock IMEI

Tahun ini, reformasi bea dan cukai kembali berlanjut. Dari 4 inisiatif itu, pilar penerimaan agaknya mendapat perhatian khusus mengingat penerimaan negara perlu diamankan guna menghadapi tantangan ekonomi.

Secara umum, tujuan besar DJBC dari pilar penerimaan ini antara lain menaikkan target penerimaan setiap tahun, berperan aktif (extra effort) untuk meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan daya saing industri, dan mendukung program PEN.

Sejauh ini, kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai dalam 2 dekade terakhir ini memang mencetak pertumbuhan positif. Rata-rata pertumbuhan penerimaan bisa mencapai 11% per tahun.

Baca Juga: Ada Kebijakan Tarif AS, Pemerintah Perlu Antisipasi Dampaknya ke Pajak

Namun, pada tahun ini, penerimaan bea dan cukai ternyata diproyeksikan tumbuh tipis, yaitu hanya 1,33% menjadi Rp303 triliun dari target tahun lalu sesuai dengan ditetapkan berdasarkan Perpres 98/2022 senilai Rp299,03 triliun.

Tipisnya proyeksi pertumbuhan itu bukan tanpa sebab. Tahun ini, kondisi ekonomi memang masih menghadapi ketidakpastian. Apalagi, pemerintah juga berkomitmen untuk melarang ekspor mineral mentah, yaitu tembaga & bauksit, sehingga menggerus penerimaan bea.

“Tantangan juga datang dari penurunan tarif bea keluar tembaga akibat penyelesaian smelter, serta tren penurunan harga komoditas penyumbang bea masuk terbesar, yaitu gas alam,” jelas Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto.

Baca Juga: Ada DBH CHT, Anggota DPR Minta Pembentukan APHT Digencarkan

Meski demikian, upaya-upaya mengejar potensi penerimaan tetap perlu dilakukan. Guna mendukung optimalisasi penerimaan, terdapat beberapa kegiatan reformasi yang dilakukan DJBC pada tahun ini di antaranya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi cukai.

Jika tidak ada aral melintang, pemungutan cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK), termasuk penyesuaian tarif minuman mengandung etil alkohol (MMEA), akan diterapkan pada tahun ini.

Pemerintah bahkan mematok target setoran cukai produk plastik dan MBDK masing-masing senilai Rp980 miliar dan Rp3,08 triliun pada tahun ini. Namun, rencana itu tetap akan mempertimbangkan kondisi ekonomi agar tidak membebani masyarakat.

Baca Juga: Perlu Justifikasi yang Tepat untuk Adakan Tax Amnesty Lagi

Kegiatan lainnya dalam mengoptimalkan penerimaan ialah mengadakan operasi gempur barang kena cukai (BKC); penguatan post clearance audit kepabeanan dan cukai; dan memperkuat pemeriksaan barang dan dokumen impor.

Perihal penguatan post clearance audit, DJBC akan terus memperkuat fungsi PCC. Saat ini, kehadiran PCC sangat penting dalam pengawasan berbasis data analitik guna menganalisis arus barang, arus dokumen dan uang, serta arus pengangkutan.

Selain itu, pemanfaatan data analitik tersebut juga untuk membangun sistem kepatuhan pengguna jasa dan mencegah kebocoran penerimaan negara. Sejauh ini, penguatan fungsi PPC turut meningkatkan penerimaan negara, terutama dari hasil penelitian ulang.

Baca Juga: DJBC Sebut Sengketa Perpajakan Akibat Impor Produk IT Cukup Tinggi

Sementara itu, mengenai pemeriksaan barang dan dokumen impor, Kemenkeu baru-baru ini juga menerbitkan aturan baru, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 185/2022 tentang pemeriksaan pabean di bidang impor yang berlaku mulai tahun ini.

Penggantian PMK tersebut bertujuan untuk meningkatkan kelancaran arus barang dan mempercepat pelaksanaan pemeriksaan pabean di bidang impor. PMK ini bahkan mengatur penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dalam pengawasan pabean.

Masih dalam rangka optimalisasi penerimaan 2023, DJBC juga akan menyempurnakan profiling pengguna jasa kepabeanan dan cukai;​ meningkatkan pemberantasan penyelundupan dengan mengoptimalkan patroli laut; dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan.

Baca Juga: Jumlah WP Terdaftar Tumbuh Dobel Digit, WP Badan Paling Signifikan

Ada juga program terobosan perihal dukungan pemulihan ekonomi nasional (PEN) di antaranya evaluasi atas implementasi fasilitas kepabeanan di KEK dan evaluasi kawasan industri hasil tembakau (KIHT) existing.

Berdasarkan evaluasi pemerintah, pelaksanaan KEK memang belum sesuai dengan ekspektasi. Pada 2021, pemerintah mencatat hanya 4 dari 19 KEK saja yang sudah berjalan optimal.

Baca Juga: Bingung Tentukan HS Code Barang? Importir Bisa Ajukan PKSI

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : reformasi, round up fokus, DJBC, kepabeanan, cukai, penerimaan, pelayanan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 12 April 2025 | 09:00 WIB
LAPORAN KINERJA DJBC 2024

Bea Cukai Laporkan Tingkat Downtime Sistem TIK Naik pada 2024

Sabtu, 12 April 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Nasib Perpanjangan PPh Final UMKM, DJP Bilang Aturannya Masih Disusun

Jum'at, 11 April 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Jadi Sorotan AS, Indonesia Kenakan Cukai Lebih Tinggi atas Minol Impor

Jum'at, 11 April 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Bonus untuk Pihak yang Bongkar Pelanggaran Bea Cukai? Apa Iya?

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial