Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Sektor Energi dan Transportasi di Thailand Bakal Dikenai Pajak Karbon

A+
A-
0
A+
A-
0
Sektor Energi dan Transportasi di Thailand Bakal Dikenai Pajak Karbon

Ilustrasi.

BANGKOK, DDTCNews – Pemerintah Thailand berencana untuk mengenakan pajak karbon demi menurunkan emisi karbon di negara tersebut.

Dirjen Cukai Ekniti Nitithanprapas mengatakan pengenaan pajak karbon pada tahap awal bakal menyasar sektor energi dan transportasi. Menurutnya, kedua sektor tersebut memiliki kontribusi besar dalam produksi emisi karbon.

"Ditjen Cukai sedang menyusun rancangan kebijakan pajak karbon bersama dengan Kementerian Perdagangan dan Organisasi Pengelolaan Gas Rumah Kaca Thailand," katanya, dikutip pada Rabu (6/9/2023).

Baca Juga: Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Ekniti menuturkan dunia saat ini sedang memprioritaskan isu lingkungan dan pengendalian emisi karbon. Untuk itu, Thailand juga perlu berkontribusi dan beradaptasi terhadap upaya pelestarian lingkungan tersebut.

Dia menjelaskan beberapa negara seperti Uni Eropa dan AS bahkan telah menyusun kebijakan yang lebih besar untuk mengurangi emisi karbon. Dalam hal ini, kebijakannya juga dapat berdampak pada negara lain termasuk Thailand sebagai pengekspor barang ke sana.

5 Barang Impor yang Kena Pajak Karbon

Di Uni Eropa, skema Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) atau pengenaan pajak karbon atau bea masuk atas impor barang yang menghasilkan emisi bakal berlaku 2026.

Baca Juga: Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Terdapat 5 barang impor utama yang bakal dikenakan pajak karbon tersebut, antara lain produk besi dan baja, aluminium, semen, pupuk, serta energi.

Sementara itu, AS juga sedang mempertimbangkan penerapan UU Persaingan Bersih untuk mengatur penetapan nilai karbon pada produk-produk yang menghasilkan emisi gas rumah kaca tinggi, baik di dalam negeri maupun melalui impor melalui skema CBAM.

Ekniti menyebut Ditjen Cukai masih mempelajari struktur pajak karbon di sektor energi, khususnya bahan bakar. Dengan penerapan pajak karbon di dalam negeri, ia berharap produk ekspor andalan Thailand tetap bisa masuk ke Uni Eropa dan AS secara mudah.

Baca Juga: Ada Insentif Pajak untuk Perusahaan yang Pakai Bus dan Truk Listrik

"Pelaku usaha lokal juga perlu menyelaraskan proses produksi dan operasi mereka dengan standar global baru, menggunakan menggunakan alat standar untuk mengukur emisi atau jejak karbon," ujarnya seperti dilansir bangkokpost.com.

Ekniti menambahkan pelaku usaha hanya memiliki waktu 3 tahun untuk memastikan produknya dapat memenuhi standar pengukuran emisi Uni Eropa. Adapun Thailand saat ini mengeluarkan sekitar 400 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya, yang 70% di antaranya disumbang sektor energi.

Untuk sektor transportasi, Kemenkeu telah merevisi tarif cukai untuk kendaraan penumpang dengan mengubah dasar pemungutan menjadi jumlah emisi.

Baca Juga: Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Misal, tarif cukai mobil penumpang dengan jumlah tempat duduk kurang dari 10 dan kapasitas mesin 3.000 sentimeter kubik atau kurang sebesar 25% apabila tingkat emisi CO2 yang dihasilkan kurang dari 100 gram/kilometer.

Tarif cukai tersebut akan mencapai 30% jika emisi CO2 kurang dari 200 gram/kilometer. Adapun untuk kendaraan listrik impor, tarif cukainya 8%. Namun, untuk sementara waktu, diturunkan menjadi hanya 2% sebagai bentuk dukungan pemerintah pada kendaraan listrik. (rig)

Baca Juga: Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : thailand, pajak, pajak internasional, cukai, pajak karbon, barang impor, sektor energi, sektor transportasi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 18 April 2025 | 09:19 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Baru Dapat Izin, SKPPL di Laporan Tahunan Konsultan Pajak Boleh Kosong

Jum'at, 18 April 2025 | 09:15 WIB
KONSULTASI CORETAX

Faktur Pajak Masukan Tidak Muncul di Coretax WP OP, Apa Solusinya?

Kamis, 17 April 2025 | 18:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Beli Obligasi di Bawah Nilai Nominal, Dipotong PPh?

Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH

Cara Bayar Pajak Bumi dan Bangunan Via Aplikasi Shopee

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial