Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Sengketa Akibat Pengajuan Banding atas SPTNP

A+
A-
0
A+
A-
0
Sengketa Akibat Pengajuan Banding atas SPTNP

Ilustrasi.

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa akibat wajib pajak yang mengajukan banding atas surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean (SPTNP) sehingga pengajuan banding tidak dapat diterima.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perusahaan export-manufacturers yang melakukan kegiatan importasi 100% cotton dan turunannya dari China untuk kemudian diolah serta diekspor ke negara di Eropa dan Amerika Serikat.

Dalam hal ini, otoritas bea dan cukai menerbitkan SPTNP karena wajib pajak tidak tepat dalam menentukan klasifikasi pos tarif atas impor. Oleh karena itu, wajib pajak mengajukan keberatan kepada otoritas bea dan cukai atas SPTNP yang diterbitkan. Adapun karena keberatan tersebut ditolak, wajib pajak mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak atas SPTNP tersebut.

Baca Juga: Sengketa PPh Badan Akibat Koreksi Biaya Intercompany

Menurut otoritas bea dan cukai, SPTNP tidak dapat diajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Adapun objek yang seharusnya diajukan banding adalah keputusan atas keberatan yang telah diterbitkan oleh otoritas bea dan cukai. Oleh karena itu, otoritas bea dan cukai berpendapat bahwa banding yang diajukan oleh wajib pajak sudah semestinya tidak dapat diterima.

Sementara itu, wajib pajak tidak sepakat dengan pendapat otoritas bea dan cukai. Menurut wajib pajak, pengajuan banding atas SPTNP telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebab, SPTNP pada hakikatnya juga merupakan objek yang dapat diajukan banding berdasarkan penjelasan dari Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak tidak dapat diterima. Selanjutnya, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Baca Juga: Pembetulan SPT Tahunan di Era Coretax System, Begini Mekanismenya

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap SPTNP yang diterbitkan oleh otoritas bea dan cukai. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa apabila wajib pajak keberatan atas diterbitkannya SPTNP maka seharusnya wajib pajak mengajukan keberatan kepada otoritas bea dan cukai. Sebab, SPTNP bukan merupakan produk hukum berupa keputusan maupun penetapan dari otoritas bea dan cukai yang dapat diajukan banding.

Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor PUT-38231/PP/M.VII/19/2012 tanggal 21 Mei 2012, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 24 Juli 2012.

Baca Juga: Sebanyak 98 Orang Ikuti Seminar Pemeriksaan Pajak dan Transfer Pricing

Pokok sengketa dalam perkara ini terkait putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan banding dari wajib pajak karena produk hukum yang diajukan banding dianggap keliru.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan keputusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan banding yang diajukannya.

Sebelum membahas mengenai pendapat para pihak di tingkat PK, perlu dipahami terlebih dahulu kronologi situasi sehingga sengketa tingkat PK ini terjadi. Sebagai informasi, Pemohon PK (sebelumnya pemohon banding) merupakan perusahaan export-manufacturers yang melakukan importasi bahan baku dengan menggunakan HS.5209.19.000.

Baca Juga: Mohammad Wangsit Supriyadi Dilantik Jadi Wakil Ketua Pengadilan Pajak

Dalam hal ini, Pemohon PK memperoleh persetujuan terkait fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) sehingga bea masuk atas impornya dibebaskan. Namun, Termohon PK (sebelumnya termohon banding) menilai bahwa seharusnya wajib pajak menggunakan HS.5208.19.000 dan tetap terutang bea masuk.

Sebab, terdapat pemberlakuan tarif antidumping atas produk 100% cotton dan turunannya. Oleh karena itu, otoritas bea dan cukai menerbitkan SPTNP. Pemohon PK menjelaskan bahwa setelah SPTNP diterbitkan, pihaknya telah mengajukan keberatan kepada otoritas bea dan cukai (dalam hal ini Termohon PK).

Menurut Pemohon PK, surat keberatan tersebut telah direspons oleh pihak Termohon PK dengan diterbitkannya keputusan otoritas bea dan cukai. Adapun isi keputusan tersebut menolak keberatan yang diajukan Pemohon PK. Oleh karena itu, Pemohon PK mengajukan banding atas SPTNP yang diterbitkan.

Baca Juga: Model Ideal dalam Memilih Pimpinan Pengadilan Pajak Pasca-Putusan MK

Sengketa di tingkat PK muncul karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai bahwa SPTNP bukan merupakan keputusan ataupun penetapan dari otoritas bea dan cukai yang dapat diajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Di tingkat PK, Pemohon PK berpendapat bahwa pengajuan banding atas SPTNP tersebut seharusnya tidak menjadi isu sesuai peraturan perundang-undangan. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemohon PK mengutip penjelasan dari Pasal 31 ayat (2) UU Pengadilan Pajak.

Pada intinya penjelasan tersebut menyatakan bahwa sengketa pajak yang menjadi objek pemeriksaan Pengadilan Pajak adalah sengketa yang dikemukakan pemohon banding dalam permohonan keberatan yang seharusnya diperhitungkan dan diputuskan dalam keputusan keberatan.

Baca Juga: Begini Langkah MA Belanda Menjaga Konsistensi Hukum

Lebih lanjut, penjelasan dari Pasal 31 ayat (2) UU Pengadilan Pajak juga menyatakan bahwa Pengadilan Pajak dapat memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusan/ketetapan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang peraturan perundang-undangan yang terkait mengatur demikian.

Berdasarkan interpretasi Pemohon PK, penjelasan dari Pasal 31 ayat (2) UU Pengadilan Pajak menunjukkan bahwa SPTNP merupakan objek yang tepat untuk diajukan banding ke Pengadilan Pajak. Sebab, SPTNP pada esensinya merupakan objek yang juga diperiksa dalam permohonan keberatan. Dengan demikian, Pemohon PK menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak sepakat dengan dalil yang dinyatakan Pemohon PK. Sebab, Termohon PK pada dasarnya telah menerbitkan keputusan atas keberatan yang diajukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, keputusan tersebutlah yang seharusnya diajukan banding ke Pengadilan Pajak. Dengan demikian, putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima adalah sudah benar.

Baca Juga: Putus Sengketa Pajak Tepat Waktu dan Independen, Ini Langkah Hoge Raad

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Dalam hal ini, Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan tidak dapat menerima permohonan banding sudah tepat dan benar.

Menurut Mahkamah Agung, berdasarkan Pasal 31 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak dalam hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, SPTNP bukan merupakan keputusan atau penetapan otoritas bea dan cukai atas suatu keberatan. Dengan demikian, SPTNP tidak dapat diajukan banding ke Pengadilan Pajak.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)

Baca Juga: Masih Disusun, PMK Baru Kuasa Hukum Pajak Tak Bakal Berlaku Seketika

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resume putusan, pengadilan pajak, sengketa pajak, nilai pabean, SPTNP

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 10:00 WIB
UU PENGADILAN PAJAK

MK Tolak Judicial Review Terkait Syarat Kuasa Hukum Pengadilan Pajak

Senin, 26 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Fitur-Fitur Utama dalam Aplikasi e-Tax Court Mobile Pengadilan Pajak

Kamis, 22 Mei 2025 | 13:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

Kini Ada e-Tax Court Mobile, Akses Pengadilan Pajak Lewat Smartphone

Rabu, 21 Mei 2025 | 09:00 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Apa PR Utama Pemerintah dalam Memindahkan Pengadilan Pajak ke MA?

berita pilihan

Selasa, 01 Juli 2025 | 13:30 WIB
KEUANGAN NEGARA

SAL Akhir 2024 Capai Rp457 T, Bisa Dipakai untuk Pembiayaan APBN 2025

Selasa, 01 Juli 2025 | 13:07 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Juni 2025 Capai 1,87 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Kopi

Selasa, 01 Juli 2025 | 13:00 WIB
KABUPATEN BULELENG

Daerah Ini Bakal Beri Pengurangan PBB-P2 90% untuk Lahan Sawah

Selasa, 01 Juli 2025 | 12:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Pajak Penghasilan atas Komisi Jasa Agen Asuransi

Selasa, 01 Juli 2025 | 12:15 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Menpan RB Sebut Kebijakan WFA bagi ASN Bersifat Opsional

Selasa, 01 Juli 2025 | 12:03 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Ada Restrukturisasi Usaha? Buktikan Ini di Tahapan Pendahuluan

Selasa, 01 Juli 2025 | 12:00 WIB
NERACA PERDAGANGAN

Neraca Dagang RI Surplus US$15,38 Miliar sepanjang Januari-Mei 2025

Selasa, 01 Juli 2025 | 11:30 WIB
KABUPATEN GUNUNG MAS

Setoran Pajak Tak Optimal, Pemda Didorong Libatkan Kejaksaan

Selasa, 01 Juli 2025 | 11:00 WIB
PP 28/2025

Tiga Terobosan Penting dalam Penerbitan PP 28/2025, Ada Soal Pajak

Selasa, 01 Juli 2025 | 10:42 WIB
KMK 2/MK/EF/2025

Kemenkeu Tetapkan Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak Juli 2025