WP Jangan Salah! Sanksi Keterlambatan Upload Faktur Pajak Tak Dihapus

JAKARTA, DDTCNews - Guna merespons kendala teknis yang muncul pada coretax system, Ditjen Pajak (DJP) memberikan penghapusan sanksi administatif atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta keterlambatan penyampaian SPT.
Namun, perlu dicatat bahwa sanksi administratif atas keterlambatan upload atau pengunggahan faktur pajak oleh pengusaha kena pajak (PKP) tidak dihapus.
Sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak harus diunggah ke Ditjen Pajak (DJP) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan faktur pajak.
"e-faktur ... wajib diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan aplikasi e-faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur," bunyi Pasal 18 PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022.
Sebagaimana diatur pula dalam Pasal 387 ayat (1) PMK 81/2024, faktur pajak wajib diunggah oleh PKP menggunakan modul dalam portal wajib pajak atau lama lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP. Faktur pajak diunggah untuk memperoleh persetujuan DJP.
Bila faktur pajak tidak memperoleh persetujuan DJP dianggap sebagai bukan faktur pajak. Implikasinya, PPN yang tercantum dalam faktur pajak merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh lawan transaksi.
PKP yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 387 ayat (1) PMK 81/2024 dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam hal PKP terlambat mengunggah faktur pajak, PKP dianggap terlambat membuat faktur pajak dan dikenai sanksi denda sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
"Terhadap pengusaha atau PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau huruf e masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1% dari DPP," bunyi Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
Selain informasi tentang sanksi keterlambatan pengunggahan faktur pajak, ada pula sejumlah pemberitaan lain yang menyita perhatian netizen selama sepekan terakhir. Di antaranya, kendala teknis yang masih muncul pada coretax system, penyesuaian ketentuan PPh Pasal 22 terkait emas, hingga update aturan soal pemeriksaan.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Kendala Coretax Terbaru: Cetakan Faktur PDF Kosong
PKP kembali dihadapkan oleh kendala ketika membuat mengunduh cetakan faktur pajak berformat PDF melalui coretax administration system.
Ketika PKP mengunduh cetakan faktur pajak, PKP justru menerima faktur pajak kosong yang sama sekali tidak memuat keterangan yang seharusnya tercantum, seperti identitas PKP penjual, identitas pembeli, BKP/JKP yang dilakukan penyerahan, hingga PPN yang terutang.
Menurut Kring Pajak, masalah ini sedang ditangani oleh tim terkait. "Terkait dengan kendala faktur pajak PDF yang kosong, saat ini sudah ditangani oleh tim terkait. Mohon kesediaannya untuk menunggu dan mengecek secara berkala," jelas contact center DJP.
Aturan PPh Pasal 21 terkait Emas Bakal Direvisi
Pemerintah akan menyesuaikan ketentuan pajak dalam rangka mendukung kegiatan usaha bulion.
Dalam keterangan resmi Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, pemerintah berencana melakukan sinkronisasi ketentuan PPh Pasal 22 atas penjualan emas dari produsen kepada bank bulion.
"Stimulus perpajakan dalam kegiatan usaha bulion: sinkronisasi aturan perpajakan khususnya pungutan PPh 22 atas transaksi penjualan antara produsen emas dan bullion bank," jelas Kemenko Perekonomian.
Solusi Lebih Bayar SPT Tahunan akibat TER PPh Pasal 21
DJP menyatakan pemberlakuan skema pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) berpotensi menimbulkan kelebihan pemotongan bagi pegawai yang menerima penghasilan.
DJP menjelaskan status lebih bayar juga dapat ditemui pegawai ketika mengisi SPT Tahunan 2024, dari yang semestinya nihil. Dalam kondisi ini, DJP meminta wajib pajak tidak perlu khawatir jika menemukan status lebih bayar karena ada solusi untuk membuatnya nihil.
"Kesalahan pengisian jumlah kredit pajak di kolom PPh yang dipotong/dipungut pihak lain/ditanggung pemerintah pada induk SPT Tahunan berpotensi membuat status SPT yang seharusnya nihil malah menjadi lebih bayar," ujar DJP.
DJP Luncurkan Aplikasi Converter XML Versi 1.5
DJP melakukan pembaruan (update) atas aplikasi Converter XML. Sekarang, wajib pajak bisa mengunduh aplikasi Converter XML versi 1.5.
Melalui media sosial, DJP menjelaskan Converter XML versi 1.5 tersebut merupakan bagian dari upaya menyempurnakan format XML dalam rangka meningkatkan performa pelaporan PPN.
“File dapat diunduh melalui pajak.go.id/id/reformdjp/coretax,” sebut DJP.
Penghasilan Kena Pajak Dihitung secara Jabatan
Pemeriksa tidak bisa serta merta melakukan penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan terhadap wajib pajak yang diperiksa.
Sebelum dilakukan penghitungan penghasilan kena pajak secara jabatan, pemeriksa harus membuktikan bahwa wajib pajak tidak atau kurang menyampaikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta.
"Dalam hal pemeriksa pajak menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan, pemeriksa pajak melakukan pembuktian bahwa wajib pajak tidak atau kurang menyampaikan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik, serta keterangan lain yang diminta," bunyi Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 15/2025. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.