Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 24 Juli 2024 | 09:15 WIB
KURS PAJAK 24 JULI 2024 - 30 JULI 2024
Rabu, 17 Juli 2024 | 10:59 WIB
KURS PAJAK 17 JULI 2024 - 23 JULI 2024
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:38 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:25 WIB
KURS PAJAK 10 JULI 2024 - 16 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penerapan MDR di Indonesia Hanya Tunggu Momentum Tepat

A+
A-
5
A+
A-
5
Penerapan MDR di Indonesia Hanya Tunggu Momentum Tepat

Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan menjadi pembicara dalam Rust Conference 2021. Romi dan Senior Researcher DDTC Dea Yustisia terpilih sebagai national reporter dalam acara tersebut.

MANDATORY Disclosure Rules (MDR) berperan dalam upaya penangkalan base erosion and profit shifting (BEPS) dan peningkatan penerimaan negara pada era transparansi pajak internasional. Namun, penerapan MDR tidak jarang menemui kesulitan.

Selain pertentangan dari sisi politis, beban administrasi pelaporan juga menjadi tantangan tersendiri. Hal tersebut menjadi salah satu aspek pembahasan dalam Rust Conference pada 1—3 Juli 2021. Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan dan Senior Researcher DDTC Dea Yustisia juga hadir sebagai national reporter dalam acara tersebut.

Setidaknya, terdapat dua isu utama terkait penerapan MDR. Pertama, isu kepastian hukum. Meskipun memiliki perspektif yang sangat luas, kepastian hukum pajak terkait dengan MDR dapat digarisbawahi dari dua sisi.

Baca Juga: Lagi, DDTCNews Terima Penghargaan dari Ditjen Pajak

Sisi pertama ialah terkait dengan perlindungan terhadap informasi dan data, baik untuk wajib pajak maupun intermediaries – seperti halnya konsultan pajak – yang telah mengungkap skema aggressive tax planning (ATP) kepada otoritas pajak.

Selain itu, pelanggaran atas aspek kepastian hukum lainnya juga akan terjadi apabila MDR diterapkan secara retroaktif. Hal ini terjadi pada penerapan MDR di Spanyol yang berujung pada ranah hukum hingga mencapai tingkat Spanish Supreme Court.

Kedua, isu perbedaan sisi administrasi. Meskipun OECD telah mengeluarkan panduan pelaporan untuk MDR, terdapat divergensi yang tinggi terkait dengan threshold pihak yang wajib mengungkap ATP. Beberapa negara menggunakan threshold yang sangat rendah, sedangkan beberapa negara lain mamatok sangat tinggi.

Baca Juga: Peringati Hari Pajak, DJP Gelar Malam Apresiasi dan Penghargaan 2024

Terdapat trade-off terkait dengan aspek threshold bersangkutan, yakni antara aspek proporsionalitas dan jumlah pihak yang melaporkan. Bagi negara yang menetapkan threshold tinggi, tujuan dari MDR –yakni untuk menangkal ATP – akan lebih mudah untuk disasar. Dengan kata lain, sistem ini dianggap lebih memenuhi aspek proporsionalitas dalam konteks hukum pajak.

Di sisi lain, bagi negara yang memiliki banyak data terkait dengan skema ATP, data tersebut akan lebih baik ditujukan untuk ‘forensik’ kebijakan perpajakan. Dengan kata lain, penggunaan data tidak seharusnya ditujukan untuk memberikan skema sanksi yang lebih berat dan hanya berorientasi pada penerimaan perpajakan.

Bagaimana dengan Indonesia?
Salah satu aspek utama yang digarisbawahi dalam Rust Conference tahun ini adalah penggunaan data MDR yang idealnya digunakan untuk mendeteksi perilaku wajib pajak.

Baca Juga: DDTC Masuk 12 Nominasi Penghargaan ITR Asia-Pacific Tax Awards 2024

Dengan demikian, data MDR dapat menjadi instrumen untuk mengamendemen aturan-aturan penyebab loophole perpajakan, alih-alih berfokus pada penerapan sanksi bagi wajib pajak. Pengelolaan data seharusnya juga untuk memperbaiki pola hubungan pemerintah dengan wajib pajak.

Pada akhirnya, kebijakan MDR diharapkan dapat lebih bersifat kolaboratif ketimbang enforcement,” ujar Partner of Transfer Pricing Services DDTC Romi Irawan yang menjadi national reporter dari Indonesia sekaligus pembicara dalam acara tersebut.

Di sisi lain, MDR juga bisa dikaitkan dengan rencana implementasi general anti-avoidance rule (GAAR) di Indonesia. Data dari MDR bisa dijadikan asesmen awal mengenai ada atau tidaknya substansi bisnis dalam perencanaan pajak yang dilaporkan.

Baca Juga: Segera Daftar! Batch Baru Pelatihan Intensif Pajak Internasional

Dalam konferensi yang digelar Vienna University of Economics and Business ini, Romi mengatakan pemerintah Indonesia dapat terlebih dahulu memanfaatkan pilot project untuk skema cooperative compliance bagi BUMN.

Program tersebut juga dapat menjadi instrumen analisis biaya dan manfaat untuk mempertimbangkan aspek-aspek terkait dengan MDR yang akan diterapkan pada kemudian hari. Menurut Romi, sangatlah penting untuk menentukan definisi ATP dalam kebijakan perpajakan di Indonesia.

Selain untuk memberikan kepastian hukum, definisi yang jelas akan mencegah adanya overreporting yang dapat menjadi beban bagi wajib pajak ketimbang berfokus pada tujuan utama dari penerapan kebijakan ini sendiri.

Baca Juga: Taxplore 2024: Workshop Artikel Pajak Kostaf FIA UI dan DDTCNews, Mau?

Untuk memperkuat aspek kepastian hukum lainnya, menurut Romi, diperlukan penjelasan yang detail terkait dengan skema implementasi MDR yang dapat diatur pada aturan setingkat peraturan menteri keuangan (PMK).

Pasalnya, penerapan kebijakan MDR perlu dievaluasi dari waktu ke waktu. Menurut Romi, skema sanksi yang berat tidak seharusnya dikenakan pada tahap awal implementasi. Hal tersebut berfungsi untuk mencegah resistensi dari wajib pajak.

Sebagai informasi, Indonesia telah memiliki landasan kebijakan perpajakan yang dapat mengakomodasi penerapan MDR pada kemudian hari. Landasan itu ada pada Pasal 3, Pasal 35, Pasal 35A, dan Pasal 48 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Baca Juga: Taxplore 2024: Kostaf FIA UI dan DDTCNews Gelar Lomba Artikel Pajak

Terlebih, sebagai negara yang aktif dalam proyek-proyek BEPS, Indonesia cenderung tidak menemui kesulitan dari sisi politis untuk menerapkan MDR. “Dengan kata lain, penerapan MDR di Indonesia hanya akan menunggu momentum yang tepat, yakni saat konsolidasi fiskal,” imbuh Romi.

Sebagai informasi kembali, sebelum tahun ini, sejak 2016 DDTC selalu diundang dalam Rust Conference. Adapun profesional DDTC yang terpilih adalah:


Baca Juga: DDTC Rilis Buku Baru Lagi, Panduan Insentif Perpajakan Indonesia 2024

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Rust Conference, MDR, HRDP, DDTC, Austria

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 24 Juni 2024 | 14:15 WIB
LITERATUR PAJAK

Panduan Pajak untuk Usaha Jasa Boga atau Katering, Cek di Sini

Jum'at, 21 Juni 2024 | 17:40 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan Keringanan hingga Pembebasan PBB-P2 Jakarta, Download di Sini!

Jum'at, 21 Juni 2024 | 10:00 WIB
LITERATUR PAJAK

Kanal Glosarium Perpajakan DDTC Kini Gratis dan Tanpa Daftar Akun

Kamis, 20 Juni 2024 | 08:15 WIB
SURAT DARI KELAPA GADING

Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

berita pilihan

Sabtu, 27 Juli 2024 | 10:00 WIB
PAJAK INTERNASIONAL

Soal Pajak Kekayaan Global 2 Persen, Sri Mulyani: G-20 Belum Sepakat

Sabtu, 27 Juli 2024 | 09:30 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Pembeli Tak Beri NIK, PKP Tak Bisa Asal Bikin Faktur Pajak Digunggung

Sabtu, 27 Juli 2024 | 08:30 WIB
KABUPATEN ACEH TENGGARA

ASN Hingga Kades Diminta Jadi Panutan Pajak, Tunggakan Segera Dibayar

Jum'at, 26 Juli 2024 | 21:11 WIB
HARI PAJAK 2024

Lagi, DDTCNews Terima Penghargaan dari Ditjen Pajak

Jum'at, 26 Juli 2024 | 21:00 WIB
DITJEN PAJAK

Peringati Hari Pajak, DJP Gelar Malam Apresiasi dan Penghargaan 2024

Jum'at, 26 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Serahkan BKP ke Orang Pribadi, Faktur Pajak Tak Boleh Diisi Nama Toko

Jum'at, 26 Juli 2024 | 18:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Perseroan Terbuka dan Publik?

Jum'at, 26 Juli 2024 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Klaim Pemerintah Belum Bahas Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor

Jum'at, 26 Juli 2024 | 17:30 WIB
KONSENSUS PAJAK GLOBAL

OECD: 40 Negara Sudah Siap Terapkan Pajak Minimum Global 15 Persen