Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Godok Insentif Pajak Sesuai GloBE Rules, Kemenkeu Pertimbangkan QRTC

A+
A-
0
A+
A-
0
Godok Insentif Pajak Sesuai GloBE Rules, Kemenkeu Pertimbangkan QRTC

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah sedang menyiapkan insentif pajak baru yang lebih sesuai dengan ketentuan pajak minimum global atau global anti base erosion (GloBE) rules. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (26/2/2025).

Salah satu insentif pajak yang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah kredit pajak yang memenuhi kriteria sebagai qualified refundable tax credit (QRTC). Adapun ketentuan pajak minimum telah diatur berdasarkan PMK 136/2024.

"Tapi bentuknya seperti apa, Kemenkeu masih meraciknya. Ada yang disebut dengan QRTC. Model yang seperti ini in line dengan Pilar 2: GloBE. Apakah kita menggunakan itu? Belum dapat dikatakan akan menggunakan itu, [tapi] kita mempertimbangkan," kata Analis Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Frans ZD Manik.

Baca Juga: Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Merujuk pada Pasal 1 angka 44 PMK 136/2024, QRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan yang mekanismenya dilakukan dalam bentuk kas atau setara kas dalam jangka waktu 4 tahun sejak entitas konstituen memenuhi syarat untuk menerima kredit berdasarkan ketentuan di yurisdiksi yang memberikan kredit tersebut.

Dalam penghitungan pajak tambahan, QRTC diperlakukan sebagai penambah laba GloBE, bukan pengurang pajak tercakup. Simak Definisi Pajak Tercakup Menurut Ketentuan Pajak Minimum Global.

Dengan demikian, insentif pajak dalam bentuk QRTC tidak akan menambah beban pajak tambahan secara signifikan mengingat dampak QRTC terhadap tarif pajak efektif cenderung minim.

Baca Juga: Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

"QRTC diperlakukan sama dengan cash grant sesuai dengan perlakuannya untuk tujuan akuntansi keuangan. Kredit pajak yang dapat dikembalikan ialah sejenis pembayaran tunai kepada perusahaan yang tidak dapat memanfaatkan insentif secara penuh. Pengembalian diperlakukan sebagai pendapatan," tulis OECD dalam laporan bertajuk Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax: Reconsidering Tax Incentives after the GloBE Rules.

Selain itu, ada pula ulasan mengenai kewajiban wajib pajak untuk memenuhi permintaan pemeriksa pajak terkait dengan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen. Ada juga bahasan perihal batas waktu pelaporan SPT Tahunan pada masa libur Lebaran.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

PMK 136/2024 Turut Atur Ketentuan NQRTC

Selain QRTC, PMK 136/2024 juga turut mengatur ketentuan nonqualified refundable tax credit (NQRTC). Dalam PMK tersebut dijelaskan kredit pajak diperlakukan sebagai NQRTC jika kredit pajak yang dimaksud dapat dikembalikan, tetapi tidak memenuhi kriteria sebagai QRTC.

Baca Juga: WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

"NQRTC adalah kredit pajak yang dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya tetapi bukan QRTC," bunyi Pasal 1 angka 45 PMK 136/2024.

Berbanding terbalik dengan QRTC, NQRTC merupakan pengurang pajak tercakup dan bukan merupakan penambah laba GloBE. Alhasil, pemanfaatan NQRTC berpotensi menggerus tarif pajak efektif dan menambah beban pajak tambahan yang harus dibayar. (DDTCNews)

Ada Libur Lebaran, DJP: Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan Tak Berubah

DJP menegaskan batas pelaporan SPT Tahunan 2024 untuk wajib pajak orang pribadi tetap jatuh pada 31 Maret 2025, walaupun bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri.

Baca Juga: Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan DJP Tirta mengatakan batas akhir penyampaian SPT Tahunan telah diatur dalam UU KUP. Untuk wajib pajak orang pribadi, batas akhir penyampaian SPT Tahunan ialah 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret 2025.

"Sesuai ketentuan yang ada, batas akhir pelaporan SPT Tahunan ini sudah pasti. Meskipun pada hari H bertepatan dengan hari libur nasional atau cuti bersama, batas akhir pelaporan tidaklah berubah," katanya. (DDTCNews)

WP Harus Penuhi Permintaan Pemeriksa Pajak dalam Waktu 1 Bulan

Sebagaimana diatur dalam PMK 15/2025, wajib pajak yang diperiksa harus memenuhi surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen yang disampaikan oleh pemeriksa pajak dalam waktu 1 bulan.

Baca Juga: Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Bila buku, catatan, dan/atau dokumen yang diminta pemeriksa pajak berdasarkan surat permintaan disampaikan oleh wajib pajak setelah jangka waktu 1 bulan maka buku, catatan, dan/atau dokumen tersebut dianggap tidak diberikan pada saat pemeriksaan.

"Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data elektronik yang dipinjam atau diminta dalam surat permintaan…disampaikan oleh wajib pajak setelah jangka waktu…, dianggap tidak diberikan pada saat pemeriksaan," bunyi pasal 12 ayat (4). (DDTCNews)

Dampak Relaksasi Bea Masuk Tak Signifikan buat Penerimaan

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menilai penyederhanaan pengaturan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu berdasarkan PMK 4/2025 tidak akan menurunkan penerimaan bea masuk secara signifikan.

Baca Juga: Cari Tahu Proses Bisnis WP Strategis, Petugas Pajak Adakan Kunjungan

Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan penyederhanaan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu bertujuan memudahkan penghitungan bea masuk yang terutang. Menurutnya, penerimaan bea masuk atas barang kiriman selama ini juga tidak terlalu besar.

"[Penyederhanaan tarif bea masuk atas barang kiriman tertentu] dari total penerimaan, dampaknya tidak signifikan," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pembayar Pajak Berhak Tahu Hasil Pemangkasan Anggaran Disalurkan Ke Mana

Kebijakan efisiensi anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto senilai Rp308 triliun telah rampung dilakukan. Namun, tindak lanjut dari kebijakan tersebut, terutama mengenai program apa saja yang mendapatkan realokasi anggaran, dinilai belum jelas.

Baca Juga: Soal Cukai Minuman Berpemanis, Pemerintah Disarankan Lakukan 3 Hal Ini

Pasca-efisiensi anggaran, informasi terkait dengan pemanfaatan hasil pemangkasan baru disampaikan Prabowo melalui 2 kesempatan pidato yang tidak ada kaitannya dengan kebijakan efisiensi. Informasi yang disampaikan pun cenderung simpang siur dan inkonsisten.

Sejauh ini, Prabowo menyebut ada total Rp750 triliun “tabungan” yang dimiliki pemerintah, salah satunya dari hasil efisiensi. Nanti, Rp390 triliun dari dana tersebut akan dialokasikan untuk Makan Bergizi Gratis, sedangkan Rp325 triliun akan diberikan kepada BPI Danantara. (Kompas)

DJP Jelaskan Alasan PPh Pasal 21 DTP Hanya untuk Pegawai Padat Karya

Pemerintah telah menerbitkan PMK 10/2025 yang mengatur mengenai pemberian insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) sebagai stimulus ekonomi pada tahun ini.

Baca Juga: Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan insentif PPh Pasal 21 DTP diberikan kepada pegawai yang bekerja di sektor padat karya. Menurutnya, terdapat berbagai jenis usaha yang termasuk padat karya dan selama ini telah menyerap banyak tenaga kerja.

"Industri yang ada di dalamnya banyak sekali. Banyak sekali sektor-sektor yang disasar PMK 10/2025," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga: Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, pajak minimum global, efisiensi anggaran, QRTC, GloBe, pajak, SPT Tahunan, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 14 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi?

Selasa, 13 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, 3 Simpulan Ini Bisa Buat SP2DK Naik ke Pemeriksaan

Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE

Masih Dibuka, Daftar Kelas Persiapan Ujian ADIT Transfer Pricing

berita pilihan

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Rabu, 14 Mei 2025 | 16:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:00 WIB
SE-05/PJ/2022

Jadi Sasaran Penelitian Komprehensif, Siapa itu WP Strategis?

Rabu, 14 Mei 2025 | 14:45 WIB
RUU PERAMPASAN ASET

Soal RUU Perampasan Aset, Prabowo Sudah Komunikasi dengan Ketum Parpol