Pajak Minimum Global Berlaku, Insentif Alternatif Masih Dibahas

Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah belum menyelesaikan penyusunan insentif alternatif yang akan ditawarkan investor seiring dengan berlakunya pajak minimum global di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024.
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengatakan insentif baru sedang dikaji oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Masih dalam pengkajian Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian terkait hal itu," katanya, Selasa (29/4/2025).
Sebagai informasi, pemerintah sudah menjanjikan formulasi insentif alternatif sejak tahun lalu. Insentif dengan bentuk baru diperlukan untuk menjaga daya tarik investasi dan memberikan kompensasi kepada wajib pajak yang memanfaatkan tax holiday.
Akibat pemberlakuan pajak minimum global dengan tarif sebesar 15%, wajib pajak yang menerima tax holiday berpotensi harus membayar pajak tambahan atau top-up tax sebesar selisih antara tarif minimum dan tarif efektif.
"Kita sudah sampaikan kepada penerima tax holiday bahwa apabila ini [pajak minimum global] diberlakukan maka akan ada adjustment. Namun, jangan khawatir karena kita bisa memberikan insentif dalam bentuk lain," ujar Rosan pada tahun lalu.
Pajak minimum global berlaku bagi grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan pajak minimum global.
Bila entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional membayar pajak dengan tarif efektif kurang dari 15%, entitas dimaksud bakal dikenai pajak tambahan sebesar selisih antara tarif efektif dan tarif minimum 15%.
Income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic top-up tax (QDMTT) pada PMK 136/2024 resmi berlaku mulai 2025, sedangkan undertaxed payment rule (UTPR) baru dinyatakan berlaku mulai tahun depan. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.