Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

PPnBM Itu Pajak Tambahan, Bukan Bentuk Lain PPN atas Barang Mewah

A+
A-
1
A+
A-
1
PPnBM Itu Pajak Tambahan, Bukan Bentuk Lain PPN atas Barang Mewah

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia mengenakan PPnBM sebagai pajak tambahan (selain PPN) atas penyerahan atau impor barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah.

Dengan demikian, PPnBM bukan merupakan ‘bentuk lain’ PPN atas barang mewah. Namun, sederhananya, atas penyerahan atau impor barang mewah yang sudah dikenai PPN juga bisa dikenai PPnBM. Hal ini yang sudah diatur dalam undang-undang.

“Di samping pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) … , dikenai juga pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) …,” bunyi penggalan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau yang kerap disebut UU PPN.

Baca Juga: Biar Lapor SPT Tahunan Lancar, Coba Ikuti Saran dari DJP Ini

Adapun sesuai dengan pasal tersebut, PPnBM dikenakan terhadap 2 hal. Pertama, penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Kedua, impor BKP yang tergolong mewah.

Berdasarkan pada Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN, pengenaan PPnBM dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi.

Kedua, perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah. Ketiga, perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional. Keempat, perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

Baca Juga: AS Pungut Bea Masuk 25% Atas Barang China, Kanada-Meksiko Diminta Ikut

Masih dalam UU PPN, yang dimaksud dengan barang kena pajak yang tergolong mewah adalah barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok; barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

Sesuai dengan Pasal 8 UU PPN, tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan BKP yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM. Adapun ekspor BKP yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0%.

Adapun perincian jenis BKP mewah itu telah dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor. Peraturan yang menjadi landasan hukum juga sudah mengalami perubahan beberapa kali. Simak ‘Pasang Surut Pengenaan PPnBM di Indonesia’.

Baca Juga: Ada Digitalisasi, Target Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Tercapai

Pengaturan untuk kendaraan bermotor pada saat ini termuat dalam PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022 dengan rentang tarif PPnBM sebesar 10%-95%. Sementara untuk nonkendaraan bermotor termuat dalam PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 dengan rentang tarif PPnBM sebesar 20%-75%.

Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tidak memperhatikan siapa yang mengimpor Barang Kena Pajak tersebut serta tidak memperhatikan apakah impor tersebut dilakukan secara terus-menerus atau hanya sekali saja.

Masih berdasarkan pada Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN, pengenaan PPnBM tidak memperhatikan apakah suatu bagian dari BKP tersebut telah dikenai atau tidak dikenai PPnBM pada transaksi sebelumnya.

Baca Juga: DJP Jaksel II dan KPP PMA Enam Gelar Sosialisasi Coretax dan SPT

Adapun pengertian ‘menghasilkan’ adalah kegiatan:

  • merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah tangga;
  • memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain maupun tidak;
  • mencampur, yaitu mempersatukan 2 atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;
  • mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda untuk melindunginya dari kerusakan dan/atau untuk meningkatkan pemasarannya; dan
  • membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;

serta kegiatan lain yang dapat dipersamakan dengan kegiatan itu atau menyuruh orang atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.

Selain itu, pengertian umum dari pajak masukan hanya berlaku pada PPN dan tidak dikenal pada PPnBM. Oleh karena itu, PPnBM yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan dengan PPnBM yang terutang.

Baca Juga: Pungutan Pajak dalam Konser Musik

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU PPN, PPnBM dikenakan hanya 1 kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah.

“Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM,” bunyi penggalan Penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU PPN.

Seperti diketahui, rencananya, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan diberlakukan untuk barang-barang mewah yang dikenai PPnBM. Artinya, untuk barang yang tidak dikenai tambahan pajak berupa PPnBM, PPN-nya tetap 11%.

Baca Juga: Luhut Sebut Govtech Bisa Tingkatkan Tax Ratio, Ternyata Ini Alasannya

Namun, pemerintah masih melakukan kalkulasi. Dalam waktu dekat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto akan mengumumkan keputusan final mengenai PPN ini. Simak ‘Soal PPN 12%, Begini Penjelasan Lengkap Sri Mulyani Hari Ini’.

Adapun ulasan mengenai PPN ini juga ada dalam 4 buku DDTC. Pertama, Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional. Kedua, Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Ketiga, Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional. Keempat, Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran. (kaw)

Baca Juga: Perhatian! Pemerintah Tanggung Sebagian PPN Tiket Pesawat selama Mudik

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PPN, PPN 12%, tarif PPN, PPnBM, Presiden Prabowo, Prabowo Subianto, kebijakan pajak, multitarif PPN, pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 28 Februari 2025 | 12:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Dinaikkan! Trump Tetapkan Bea Masuk Tambahan Jadi 20% atas Impor China

Jum'at, 28 Februari 2025 | 11:45 WIB
KEP-67/PJ/2025

Hati-Hati! Penghapusan Sanksi Coretax Tidak untuk Semua Masa Pajak

Jum'at, 28 Februari 2025 | 11:41 WIB
LITERATUR PAJAK

Memahami Tarif Tunggal dalam Sistem PPN di Indonesia, Baca Buku Ini!

Jum'at, 28 Februari 2025 | 11:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Lupa EFIN, Wajib Pajak Bisa Manfaatkan 5 Saluran Ini

berita pilihan

Sabtu, 01 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Biar Lapor SPT Tahunan Lancar, Coba Ikuti Saran dari DJP Ini

Sabtu, 01 Maret 2025 | 14:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

AS Pungut Bea Masuk 25% Atas Barang China, Kanada-Meksiko Diminta Ikut

Sabtu, 01 Maret 2025 | 12:30 WIB
DANANTARA

ASN Siap-Siap! Bisa Dimutasi Jadi Pegawai Danantara

Sabtu, 01 Maret 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Pungutan Pajak dalam Konser Musik

Sabtu, 01 Maret 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Klaim Makan Bergizi Gratis Sudah Diterima 2 Juta Anak

Sabtu, 01 Maret 2025 | 08:30 WIB
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ada Opsen, Penerimaan Pajak Kendaraan Kepri Susut Rp10 Miliar