Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

World Bank Sebut Kemiskinan Indonesia Capai 60%, Ini Penjelasan BPS

A+
A-
18
A+
A-
18
World Bank Sebut Kemiskinan Indonesia Capai 60%, Ini Penjelasan BPS

Warga melintas di lingkungan permukiman semi permanen di Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (19/7/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) meminta masyarakat untuk memahami angka kemiskinan versi World Bank dan versi BPS dengan bijak.

Laporan World Bank memunculkan angka kemiskinan di Indonesia mencapai 60,3%, bukan sebesar 8,57% sebagaimana yang dipublikasikan oleh BPS. Perbedaan timbul karena kedua lembaga menerapkan standar garis kemiskinan yang berbeda.

"Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar. Namun, penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan," ungkap BPS dalam keterangan resminya, dikutip pada Sabtu (3/5/2025).

Baca Juga: Jika Sudah Gabung OECD, Perdagangan dan Investasi RI Diyakini Melesat

World Bank memiliki 3 standar garis kemiskinan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, yakni garis kemiskinan ekstrem senilai US$2,15 per kapita per hari, garis kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah senilai US$3,65 per kapita per hari, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas senilai US$6,85 per kapita per hari.

Ketiga standar garis kemiskinan tersebut dikonversi menggunakan metode purchasing power parity (PPP), yakni metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Pada 2024, US$1 PPP setara dengan Rp5.993,03.

Lantaran Indonesia baru saja diklasifikasi sebagai negara berpendapatan menengah atas, angka kemiskinan di Indonesia diukur menggunakan garis kemiskinan US$6,85, bukan US$3,65. Akibatnya, angka kemiskinan di Indonesia menurut World Bank melonjak menjadi sebesar 60,3%.

Baca Juga: Meski Deflasi, Kemenkeu Sebut Daya Beli Masyarakat Masih Terjaga

Berbeda dengan World Bank, BPS menetapkan garis kemiskinan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of basic needs. Garis kemiskinan menurut BPS adalah senilai pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan makanan dan selain makanan.

Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita telah ditetapkan senilai Rp595.242 per kapita per bulan atau Rp2,8 juta per rumah tangga per bulan. Garis kemiskinan juga ditetapkan berbeda-beda setiap provinsi. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat harga, standar hidup, dan pola konsumsi di setiap daerah.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pun mengatakan World Bank telah menganjurkan setiap negara untuk menetapkan garis kemiskinan nasionalnya sendiri sejalan dengan kondisi sosial dan ekonomi setempat.

Baca Juga: Airlangga Ajak Investor Swiss Tanam Modal di Sektor Industri Ini

"Global poverty line yang ditetapkan oleh World Bank itu tidak sekonyong-konyong harus diterapkan oleh masing-masing negara karena secara bijak tentunya masing-masing negara itu harus bisa memiliki national poverty line yang diukur sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut," ujar Amalia.

Amalia menekankan angka kemiskinan dari World Bank seyogianya dijadikan sebagai referensi semata, bukan acuan utama dalam menentukan kebijakan nasional.

"Dengan demikian, mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh World Bank karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja," kata Amalia. (dik)

Baca Juga: Airlangga Targetkan Indonesia Jadi Anggota Penuh OECD pada 2027

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kemiskinan, tingkat kemiskinan, perekonomian, bps, world bank

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 11 Mei 2025 | 09:30 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Dorong Aktivitas Ekonomi, Anggota DPR Minta Pemerintah Genjot Belanja

Sabtu, 10 Mei 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Putus Rantai Kemiskinan, 100 Sekolah Rakyat Akan Dibangun Tiap Tahun

Kamis, 08 Mei 2025 | 12:20 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Apakah Tax Amnesty Bisa Ungkit Perekonomian? Begini Penjelasannya

Rabu, 07 Mei 2025 | 09:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Luhut Sebut Perlambatan Ekonomi Wajar Terjadi Saat Transisi Pemerintah

berita pilihan

Sabtu, 07 Juni 2025 | 14:30 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Lakukan Penyesuaian Ketentuan Penelitian Validasi SSP PPh PHTB

Sabtu, 07 Juni 2025 | 13:00 WIB
SE-7/PJ/2025

DJP Terbitkan Surat Edaran terkait MLI antara Indonesia dan Tunisia

Sabtu, 07 Juni 2025 | 12:30 WIB
PERATURAN PAJAK

Aturan PPN DTP Tiket Pesawat Selama Libur Sekolah, Download di Sini

Sabtu, 07 Juni 2025 | 12:00 WIB
KOTA PEKANBARU

Puluhan Restoran Masih Bandel, Pemda Tempel Stiker Penunggak Pajak

Sabtu, 07 Juni 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jika Sudah Gabung OECD, Perdagangan dan Investasi RI Diyakini Melesat

Sabtu, 07 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Ketentuan Terbaru Impor Barang Bawaan Jemaah Haji

Sabtu, 07 Juni 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Jemaah Haji Bawa Pulang Emas dan Air Zamzam, Apakah Bebas Bea Masuk?

Sabtu, 07 Juni 2025 | 10:00 WIB
KANWIL DJP KALSELTENG

Tak Setorkan Pajak Rp20 Miliar, 2 Tersangka Diserahkan ke Kejaksaan

Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:30 WIB
KOTA SURABAYA

Optimalkan PBJT, Pemkot Bakal Terapkan Tap Parkir di Semua Titik

Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Prabowo Minta Jajaran Jauhi Korupsi dan Penyelewengan