Konsultan Pajak Siap-Siap! Laporan Tak Lagi Tahunan, Tapi Bulanan

JAKARTA, DDTCNews - Wacana perubahan periode penyampaian laporan konsultan pajak ternyata cukup menyedot perhatian publik dalam sepekan terakhir.
Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan berencana merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022 yang di dalamnya mengatur tentang penyampaian laporan konsultan pajak. Ketentuan pelaporan akan diubah dari yang berlaku saat ini, yakni tahunan, menjadi bulanan.
"Pada 2026 akan ada perubahan. Laporan itu akan kita cicil, tidak digunggung 1 tahun. Kita lakukan per bulan," ujar Kepala Bidang Perizinan dan Kepatuhan Penilai, Aktuaris, dan Profesi Keuangan Lainnya PPPK Lury Sofyan dalam sosialisasi yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI).
Menurut Lury, perubahan frekuensi pelaporan dari tahunan menjadi bulanan akan mempermudah konsultan pajak dalam menyampaikan laporan kepada PPPK.
Lury mengatakan pihaknya akan menyiapkan sistem baru untuk mendukung pelaksanan kewajiban laporan konsultan pajak secara bulanan.
"Oleh karena sistem kita masih lama, kita coba exercise dulu teman-teman konsultan pajak di seluruh Indonesia agar bisa melaporkan laporannya secara on time," ujar Lury.
Lury pun mengatakan laporan konsultan pajak merupakan instrumen penting bagi PPPK untuk memahami bagaimana seorang konsultan pajak menjalankan profesinya. Informasi tersebut diperlukan untuk membuat kebijakan dan memetakan risiko.
"Melalui laporan itulah kami regulator bisa memahami bagaimana konsultan pajak berpraktik. Kami bisa tahu konsultan pajak mengalami kesulitan di mana. Kami bisa tahu konsultan yang kira-kira berisiko tinggi, sedang, dan rendah. Kami melihat laporan ini sebagai sarana komunikasi antara konsultan pajak dan regulator," ujar Lury.
Sebagai informasi, kewajiban konsultan pajak untuk menyampaikan laporan tahunan tercantum dalam Pasal 25 PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022.
Laporan tahunan harus memuat informasi terkait jumlah dan keterangan wajib pajak yang sudah diberikan jasa konsultasi, daftar realisasi kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan (PPL), dan fotokopi kartu tanda anggota asosiasi konsultan pajak yang masih berlaku.
Laporan tahunan disampaikan secara elektronik paling lambat pada April tahun pajak berikutnya. Terkait dengan laporan tahunan konsultan pajak 2024, konsultan harus menyampaikan laporan melalui laman https://bit.ly/LTKP2024.
Selain informasi mengenai ketentuan pelaporan konsultan pajak, masih ada sejumlah pemberitaan lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, update realisasi SPT Tahunan, insentif pajak yang masih bisa dipakai oleh wajib pajak UMKM, hingga dorongan bagi pemerintah untuk membatasi transaksi tunai.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
Konsultan Pajak Kosongkan Realisasi PPL
Konsultan pajak yang baru mendapatkan izin praktik pada 2024 tetap wajib menyampaikan laporan tahunan konsultan pajak kepada PPPK.
Meski sudah diwajibkan untuk menyampaikan laporan tahunan, konsultan pajak yang baru memiliki izin praktik pada 2024 ini belum diwajibkan memenuhi persyaratan Satuan Kredit Pengembangan Profesional Berkelanjutan (SKPPL).
Dengan demikian, laporan tahunan 2024 yang disampaikan oleh konsultan pajak yang baru terdaftar pada 2024 tidak perlu dilampiri daftar realisasi Pengembangan Profesional Berkelanjutan (PPL).
Ratusan Ribu WP Tak Kena Denda Telat SPT Tahunan
Ditjen Pajak (DJP) telah menerima 12,63 juta SPT Tahunan 2024 dari wajib pajak orang pribadi hingga 11 April 2025 pukul 23.59 WIB.
Dari angka tersebut, sekitar 630.000 wajib pajak orang pribadi menyampaikan SPT Tahunan setelah batas waktu pada 31 Maret 2025. Meski begitu, wajib pajak tersebut tidak dikenakan sanksi administratif lantaran ada relaksasi waktu selama 11 hari setelah batas waktu.
"Penghapusan sanksi administratif tersebut diberikan dengan tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP)," tulis DJP dalam keterangan resminya.
Transaksi Tunai Harus Dibatasi
Pengusaha Chairul Tanjung (CT) mendorong pemerintah untuk membatasi transaksi tunai menggunakan uang kartal.
CT mengatakan pembatasan transaksi tunai bisa membantu upaya peningkatan penerimaan pajak. CT mengatakan pembatasan transaksi tunai telah dilaksanakan di India.
Dengan membatasi penggunaan uang kartal, seluruh transaksi akan dilaksanakan melalui sistem keuangan dan bisa dilacak. Dengan demikian, ruang untuk mengelak dari kewajiban membayar pajak bisa diminimalisasi.
WP Badan UMKM Bisa Dapat Tarif PPh 11 Persen
Wajib pajak badan yang sudah tidak boleh memanfaatkan skema PPh final UMKM dalam pemenuhan kewajiban pajak masih dapat memanfaatkan fasilitas lain sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31E UU PPh.
Dengan memanfaatkan fasilitas Pasal 31E UU PPh, wajib pajak badan dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar berhak mendapatkan pengurangan tarif PPh badan dari 22% menjadi tinggal 11%.
"Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar," bunyi Pasal 31E UU PPh.
PT Perorangan Tak Dapat PTKP Rp500 Juta
PT perorangan yang memanfaatkan skema PPh final UMKM tidak berhak mendapatkan fasilitas omzet tidak kena pajak Rp500 juta.
Meski PT perorangan didirikan hanya oleh 1 orang, PT peorangan tetap dikategorikan sebagai wajib pajak badan dan bukan merupakan wajib pajak orang pribadi.
"Perseroan perorangan tidak termasuk wajib pajak yang berhak untuk tidak dikenai PPh atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak," bunyi Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-20/PJ/2022. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.