Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Proyek AntiBEPS Kerek Biaya Kepatuhan

A+
A-
0
A+
A-
0
Proyek AntiBEPS Kerek Biaya Kepatuhan
Nick Graham, Direktur Pajak RSM Indonesia, memaparkan hasil survei RSM, Rabu (8/6).

JAKARTA, DDTCNews – Kalangan swasta menduga akan ada kenaikan biaya kepatuhan seiring dengan langkah sejumlah negara mengadopsi proyek anti-BEPS (Base Erotion and Profit Shifting) yang digagas oleh Organisation of Economic Cooperation and Development (OECD).

Hal tersebut terungkap dalam survei global firma konsultan RSM yang dipublikasikan di Jakarta, Rabu (8/6). Dalam survei itu, sebanyak 65% responden meyakini biaya kepatuhan pajak akibat proyek anti-BEPS itu akan meningkat lebih dari 10%.

“Atas kenaikan tersebut, sebanyak 53% responden berencana menanggung beban pajaknya sendiri, 30% akan meminta pemegang sahamnya ikut menanggung beban, dan 35% akan membagikannya sebagian kepada para pelanggannya,” ungkap Nick Graham, Direktur Pajak RSM Indonesia, Rabu (8/6).

Baca Juga: Tantangan Pemajakan Ekonomi Digital di Lintas Yurisdiksi, Seperti Apa?

Biaya kepatuhan pajak adalah biaya yang harus ditanggung wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan di luar pajak terutangnya. Biaya kepatuhan biasa diperinci menjadi tiga, yaitu biaya dana langsung, biaya waktu, dan biaya psikologis (Devano, 2006).

Nick menjelaskan kalangan swasta memiliki kekhawatiran terhadap peraturan BEPS. Lebih dari itu, hanya 20% di antara mereka yang telah menyesuaikan diri dengan regulasi transfer pricing yang baru. Mayoritas lainnya atau sekitar 78% perusahaan belum siap. Hal yang sama juga terlihat di Indonesia.

“Di Indonesia, kami melihat kesadaran pelaku usaha nasional mengenai proyek anti-BEPS masih rendah, karena saat ini prioritas utama mereka adalah audit pajak dan aktivitas yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) dalam rangka mencapai target perolehan pajak yang cukup ambisius,” ujarnya.

Baca Juga: BKF: Tak Ada Beda Signifikan Antara PMK 136/2024 dan Ketentuan GloBE

Sikap DJP

Menurut Nick, area yang masih menjadi perdebatan dan belum ada kejelasan adalah apakah DJP akan melakukan penyesuaian aturan-aturan transfer pricing sesuai dengan Proyek Anti-BEPS OECD. Atau, tetap dengan melakukan pendekatan yang dilakukan dengan hanya mengikuti sebagian prinsip OECD.

“Kami melihat saat ini belum ada peraturan yang terperinci mengenai pelaporan antarnegara mengenai transfer pricing. Ini tentu lebih relevan bagi perusahaan multinasional ketimbang perusahaan Indonesia, mengingat jumlah perusahaan Indonesia dengan perusahaan anak di luar negeri masih sangat terbatas.”

Baca Juga: Terbaru! Simak Perkembangan Negara yang Terapkan Pajak Minimum Global

Survei RSM dilakukan oleh Euromoney Institutional Investor sejak awla 2016. Responden survei tersebut mencakup 762 perusahaan. Namun, analisis hanya dilakukan terhadap 494 responden yang benar-benar memahami Proyek Anti-BEPS OECD.

Sebanyak 47% responden berdomisili di Eropa, 28% berbasis Amerika Serikat, 12% berbasis Asia, dan 7% sisanya berbasis dari berbagai negara lain. Responden-responden ini pun diambil dari berbagai industri, yaitu dari jasa keuangan (22%), jasa profesi (20%), dan industri barang konsumsi (14%).

Survei juga mengkategorikan berbagai skala perusahaan, yaitu 39% dari perusahaan dengan pendapatan tahunan kurang dari US$500 juta, 35% dari pendapatan antara US$500 juta hingga US$1 miliar, dan 26% dengan pendapatan lebih dari US$5 miliar. (Bsi)

Baca Juga: Mengawal Pajak Minimum Global Sejak Awal

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : BEPS, Proyek Anti-BEPS, proyek BEPS

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 12 Januari 2023 | 15:43 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Instrumen Antipenghindaran Pajak Menguat Sejalan dengan Proyek BEPS

Rabu, 07 Desember 2022 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ditjen Pajak Komit Dukung Inisiatif Global dalam Mitigasi BEPS

Jum'at, 18 November 2022 | 14:30 WIB
PRANCIS

Lihat Data CbCR, OECD Temukan Adanya Indikasi Praktik BEPS

Senin, 07 November 2022 | 09:45 WIB
FINLANDIA

PBB Sebut Reformasi Pajak Global Belum Mampu Bendung Profit Shifting

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 19:43 WIB
EXCLUSIVE SEMINAR – DDTC ACADEMY

Optimalkan Insentif Pajak dengan Manajemen yang Tepat

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?