Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Instrumen Antipenghindaran Pajak Menguat Sejalan dengan Proyek BEPS

A+
A-
3
A+
A-
3
Instrumen Antipenghindaran Pajak Menguat Sejalan dengan Proyek BEPS

Tampilan sampul depan Working Paper No. 0714 pada Juni 2014 berjudul Rencana Aksi Base Erosion Profit Shifting dan Dampaknya Terhadap Peraturan Pajak di Indonesia serta majalah Inside Tax edisi Mei 2016 bertajuk Aksi BEPS: Menangkal Penggerusan Basis Pajak.

JAKARTA, DDTCNews – Keberadaan berbagai instrumen antipenghindaran pajak, baik yang bersifat khusus/spesifik maupun umum, sejalan dengan munculnya proyek BEPS yang digagas Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G-20.

Proyek itu merupakan agenda untuk memerangi penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (base erosion and profit shifting/BEPS). Dirjen Pajak Suryo Utomo pun mengatakan instrumen antipenghindaran pajak disiapkan untuk mencegah tergerusnya basis pajak akibat praktik BEPS.

“Kalau bicara antarnegara itu yang dikhawatirkan adalah erosi basis pajak. Berpindahnya pemajakan dari suatu negara ke negara lain menggunakan vehicle. Ini yang betul-betul kami coba dudukkan,” ujar Suryo.

Baca Juga: Pentingnya Tahapan Pendahuluan dalam Transaksi Afiliasi

Terkait dengan proyek BEPS, DDTC telah meluncurkan Working Paper No. 0714 pada Juni 2014 berjudul Rencana Aksi Base Erosion Profit Shifting dan Dampaknya Terhadap Peraturan Pajak di Indonesia. Ulasan mengenai proyek BEPS disajikan secara komprehensif.

Ada 15 rencana aksi (action plan) dalam proyek BEPS yang telah dipublikasikan pada Juli 2013. Rencana aksi tersebut didasarkan pada 3 prinsip utama, yakni koherensi, substansi, dan transparansi. Ditinjau dari sifat, komitmen, dan tujuan, 15 rencana aksi dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok.

Pertama, aksi yang berisi suatu laporan analisis dan upaya memetakan BEPS. Kelompok ini terdiri dari 3 aksi, yaitu tantangan pemajakan ekonomi digital (aksi 1); metodologi untuk mengukur BEPS dan anti-BEPS (aksi 11); serta instrumen multilateral (aksi 15).

Baca Juga: Tantangan Pemajakan Ekonomi Digital di Lintas Yurisdiksi, Seperti Apa?

Kedua, aksi yang berkaitan dengan pendekatan bersama dan praktik terbaik, yakni netralisasi dampak dari hybrid mismatch arrangements (aksi 2); penguatan aturan anti-CFC (aksi 3), pembatasan biaya bunga (aksi 4); serta kewajiban pengungkapan atas perencanaan pajak yang agresif (aksi 12).

Ketiga, pembuatan standar internasional yang lebih kuat, yakni pencegahan penghindaran status bentuk usaha tetap (aksi 7) serta peningkatan kebijakan transfer pricing dengan penciptaan nilai atau value creation (aksi 8-10).

Keempat, rencana aksinya merupakan standar minimum yang harus diimplementasikan oleh negara-negara anggota OECD dan G20. Salah satu rencana aksi itu adalah perlawanan terhadap harmful tax practices melalui elemen transparansi dan substansi (aksi 5).

Baca Juga: Perkuat Basis Pajak, DPR Minta BKPM Ikut Dampingi UMKM

Kemudian, masih dalam kelompok keempat, ada pencegahan penyalahgunaan P3B (aksi 6); format baru dokumentasi transfer pricing (aksi 13); serta mekanisme resolusi sengketa pajak yang lebih efektif (aksi 14). Simak pula ‘Apa itu BEPS?’.

Dalam publikasi yang disusun Darussalam dan Ganda C. Tobing tersebut dipaparkan ringkasan dan perubahan yang diperlukan dalam mengimplementasikan hasil proyek BEPS. Terlebih, Indonesia sebagai negara anggota G-20 telah berkomitmen mengimplementasikan hasil dari setiap rencana.

Dalam perkembangannya, pemerintah telah menyiapkan ketentuan penerapan perjanjian internasional di bidang perpajakan. Ketentuan ini telah dimuat dalam Bab VIII Pasal 48-54 PP 55/2022 yang menjadi aturan turunan dari UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Baca Juga: BKF: Tak Ada Beda Signifikan Antara PMK 136/2024 dan Ketentuan GloBE

Ulasan mengenai proyek BEPS juga diulas secara komprehensif melalui penerbitan majalah Inside Tax edisi Mei 2016 bertajuk Aksi BEPS: Menangkal Penggerusan Basis Pajak. Publikasi ini menyajikan ulasan dari masing-masing rencana aksi dalam proyek BEPS.

Sesuai dengan perkembangan terbaru di Indonesia, pemerintah mulai mengatur lebih lanjut ketentuan instrumen pencegahan penghindaran pajak yang telah dimuat dalam Pasal 18 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Simak ‘Indonesia Kini Punya Instrumen Khusus dan Umum Antipenghindaran Pajak’.

Mengutip salah satu ulasan dalam majalah Inside Tax tersebut, untuk merespons secara efektif tantangan BEPS, suatu negara perlu menyadari pengaruh sistem pajak domestik terhadap negara lain dan pengaruh peraturan pajak negara lain terhadap sistem pajak domestik.

Baca Juga: WP Masih Menanti Aturan Teknis Perpanjangan PPh Final UMKM 0,5 Persen

Pengaturan mengenai instrumen antipenghindaran pajak dalam UU HPP—yang mulai didetailkan dalam Bab VII Pasal 32-47 PP 55/2022—menunjukkan adanya kesadaran mengenai pengaruh sistem pajak secara global terhadap urusan domestik.

Dinamisnya peraturan perpajakan, termasuk menyangkut instrumen antipenghindaran pajak, di Tanah Air menunjukkan adanya keselarasan dengan international best practice. Oleh karena itu, berbagai ulasan-ulasan dalam publikasi DDTC makin relevan untuk dibaca-baca kembali. (kaw)

Baca Juga: Minta Rakyat Bayar Pajak, Presiden Marcos Janji Kejar yang Tak Patuh

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : penghindaran pajak, antipenghindaran pajak, UU PPh, UU HPP, PP 55/2022, SAAR, GAAR, substance over form, BEPS

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 20 Desember 2024 | 14:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ada Petisi Penolakan Kenaikan Tarif PPN, Begini Respons Airlangga

Jum'at, 20 Desember 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Airlangga Tegaskan Batas Omzet PPh Final UMKM Tetap Rp4,8 Miliar

Kamis, 19 Desember 2024 | 12:00 WIB
PENGAWASAN PAJAK

Fokusnya ke Restitusi, Pemeriksaan Tak Optimal Lacak Pengelakan Pajak

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 19:43 WIB
EXCLUSIVE SEMINAR – DDTC ACADEMY

Optimalkan Insentif Pajak dengan Manajemen yang Tepat

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?