Terbit STP, WP Bisa Ajukan Pengurangan/Penghapusan Sanksi

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak yang mendapatkan Surat Tagihan Pajak (STP) berisi sanksi denda/bunga/kenaikan bisa mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi bisa diajukan sepanjang sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. Hal itu telah diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
“Direktur jenderal pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang...dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya,” bunyi pasal tersebut, dikutip pada Jumat (9/5/2025).
Pemerintah pun telah mengatur perincian ketentuan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berdasarkan STP melalui PMK 118/2024. Merujuk Pasal 23 ayat (5) PMK 118/2024, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam STP bisa diajukan sepanjang memenuhi syarat.
Pertama, jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar yang menjadi dasar pengenaan sanksi administrasi yang tercantum dalam STP telah dilunasi wajib pajak. Kedua, permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah sanksi administratif menurut wajib pajak disertai dengan alasan.
Ketiga, 1 permohonan untuk 1 STP. Keempat, permohonan disampaikan sebelum pengajuan permohonan lelang barang sitaan. Kelima, surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak, wakil, atau kuasa.
Selain itu, berdasarkan Pasal 23 ayat (3) PMK 118/2024, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi dalam STP bisa diajukan sepanjang wajib pajak tidak sedang mengajukan permohonan lain atas STP tersebut.
Misal, wajib pajak tidak sedang mengajukan permohonan pembatalan atau pengurangan atas STP tidak benar, kecuali permohonan tersebut telah dicabut atau tidak dipertimbangkan. Atas permohonan yang diajukan wajib pajak, dirjen pajak akan menindaklanjutinya dengan penelitian.
Penelitian dilakukan terhadap alasan wajib pajak yang tercantum dalam permohonan yang didasari hanya atas kekhilafan atau bukan karena kesalahan wajib pajak. Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) PMK 118/2024, kondisi kekhilafan atau bukan karena kesalahan wajib pajak dianggap terpenuhi apabila termasuk dalam di antara 8 kondisi.
Pertama, sanksi administrasi dalam STP merupakan yang diterbitkan pertama kali kepada wajib pajak. Kedua, sanksi administrasi dikenakan sebagai akibat dari adanya perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (dalam jangka waktu 6 bulan setelah berlakunya ketentuan yang dimaksud).
Ketiga, wajib pajak dikenai sanksi administrasi karena kesalahan DJP. Keempat, wajib pajak dikenai sanksi administrasi karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan wajib pajak.
Kelima, wajib pajak yang dikenai sanksi administrasi atau objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh wajib pajak yang dikenai denda administratif PBB terkena bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial. Bencana itu berdasarkan keputusan, penetapan, atau keterangan dari pejabat yang berwenang.
Keenam, sanksi administrasi timbul karena adanya kendala pada jaringan sistem elektronik yang menyebabkan terganggunya pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Ketujuh, pengenaan sanksi administrasi timbul akibat melaksanakan kesepakatan harga transfer.
Kedelapan, wajib pajak mengalami kesulitan keuangan, dengan ketentuan:
· Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, yang menyelenggarakan pembukuan mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas dalam 2 tahun berturut-turut;
· Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang melakukan pencatatan mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh dalam 2 tahun berturut-turut; atau
· Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya hidup dari penghasilan yang diperoleh pada tahun pajak,
Hal lain yang perlu menjadi catatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi hanya dapat diberikan terhadap sanksi yang belum dibayar atau belum dilunasi oleh wajib pajak. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (4) PMK 118/2024.
Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) PMK 118/2024, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi kini bisa diajukan secara elektronik melalui portal wajib pajak (coretax administration system). Apabila ditelusuri permohonan tersebut dapat diajukan melalui modul Layanan Wajib Pajak, menu Layanan Administrasi, dan submenu Buat Permohonan Layanan Administrasi.
Adapun permohonan tersebut memiliki kode jenis pelayanan AS.26-03 Keberatan dan Non Keberatan serta kode kategori sublayanan AS.26-03 LA.26-03 Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif (Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP). (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.