Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Ultimum Remedium Cukai Sumbang Penerimaan Rp78,8 Miliar pada 2024

A+
A-
2
A+
A-
2
Ultimum Remedium Cukai Sumbang Penerimaan Rp78,8 Miliar pada 2024

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat sumbangan penerimaan negara dari pengenaan denda administratif karena implementasi prinsip ultimum remedium di bidang cukai mencapai Rp78,8 miliar pada 2024.

Realisasi denda administratif karena penerapan ultimum remedium di bidang cukai tersebut tumbuh 17,38% dari tahun sebelumnya. Mayoritas ultimum remedium ini dilaksanakan terhadap pelanggaran di bidang cukai yang masih pada tahap penelitian.

"Total sumbangsih terhadap penerimaan negara atas penerapan ultimum remedium pada tahun 2024 sebesar Rp78,8 miliar," bunyi Laporan Kinerja DJBC 2024, dikutip pada Kamis (3/4/2025).

Baca Juga: Ada Insentif Pajak untuk Perusahaan yang Pakai Bus dan Truk Listrik

Dari laporan itu, terdapat 1.793 Surat Bukti Penindakan (SBP) atas pelanggaran pidana cukai yang tidak dilakukan penyidikan dengan total nilai sanksi administrasi senilai Rp77,6 miliar.

Sementara itu, terdapat 2 perkara tindak pidana di bidang cukai yang penyidikannya dihentikan untuk kepentingan penerimaan negara dengan total nilai sanksi administrasi Rp1,2 miliar.

Prinsip Ultimum remedium di bidang cukai dilaksanakan berdasarkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dengan prinsip ultimum remedium, sanksi pidana akan menjadi upaya terakhir dalam menangani pelanggaran di bidang cukai.

Baca Juga: DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

"Sehubungan dengan pelaksanaan UU HPP, telah dilakukan ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai yang tidak dilakukan penyidikan dan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara," tulis DJBC.

UU Cukai yang direvisi dengan UU HPP mengatur ketentuan mengenai prinsip ultimum remedium di bidang cukai. Dalam hal ini, UU HPP mengatur penyesuaian sanksi administratif dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.

Beleid itu menyatakan pejabat DJBC berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai. Jika hasil penelitian menunjukkan pelanggaran yang dimaksud bersifat pelanggaran administratif di bidang cukai, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pembayaran sanksi administratif.

Baca Juga: Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial

Penelitian atas dugaan pelanggaran hanya dibatasi pada 5 pasal, yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai. Kelimanya menyangkut pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai (BKC), BKC tidak dikemas, BKC yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.

Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku untuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.

Terkait dengan ketentuan teknis penerapan prinsip ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penelitian, Kemenkeu telah menerbitkan PMK 237/2022.

Baca Juga: Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

Kemudian, perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai yang terkait dengan pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Dalam ketentuan sebelumnya, penghentian penyidikan mewajibkan pembayaran pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.

Namun, melalui UU HPP, ketentuan tersebut diubah. Pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Sebagai peraturan pelaksana terkait dengan penerapan ultimum remedium terhadap pelanggaran di bidang cukai pada tahap penyidikan, telah diterbitkan PP 54/2023 dan PMK 165/2023. (rig)

Baca Juga: Pungutan Windfall Tax Diperpanjang 3 Tahun, Perbankan Kompak Protes

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : laporan kinerja djbc 2024, ultimum remedium, cukai, DJBC, penerimaan negara, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 16 April 2025 | 17:30 WIB
PMK 81/2024

Surat Setoran Pajak Tak Lagi Jadi Bukti Pemungutan PPh Pasal 22

Rabu, 16 April 2025 | 13:53 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Perlu Justifikasi yang Tepat untuk Adakan Tax Amnesty Lagi

Rabu, 16 April 2025 | 12:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Trump Ancam Status Bebas Pajak Universitas Harvard Dicabut, Ada Apa?

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial