WP Badan Bisa Manfaatkan Zakat sebagai Pengurang Pajak, Cek Aturannya

Ilustrasi. Sejumlah warga mengatre untuk membayar zakat fitrah di Masjid Nurul Iman Desa Suak Raya, Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Senin (24/3/2025). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak badan dapat mengurangkan zakat dari penghasilan bruto dalam penghitungan penghasilan kena pajaknya. Biaya yang dikeluarkan untuk zakat tersebut dapat dikurangkan sepanjang memenuhi ketentuan
Ketentuan mengenai zakat sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dalam UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, Peraturan Pemerintah (PP) 60/2010, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 254/2010, PER-6/PJ/2011, dan PER-04/PJ/2022 s.t.d.t.d PER-3/PJ/2024.
“Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh...wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah,” bunyi Pasal 1 ayat (1) huruf a PP 60/2010, dikutip pada Sabtu (29/3/2025).
Pasal tersebut menegaskan zakat dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam. Zakat itu dapat dikurangkan sepanjang dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Saat ini, badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah tersebut dapat dilihat pada Lampiran Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2022 s.t.d.t.d Perdirjen Pajak No. PER-3/PJ/2024.
Berdasarkan lampiran itu, ada 3 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 43 Lembaga Amil Zakat (LAZ) skala nasional, 2 Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIZ), 39 Lembaga Amil Zakat (LAZ) skala provinsi, serta sekira 215 Lembaga Amil Zakat (LAZ) skala kabupaten/kota.
Jika pengeluaran untuk zakat tidak dibayarkan kepada BAZ atau LAZ yang dimaksud maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Adapun wajib pajak dapat membayarkan zakat berupa uang atau yang disetarakan dengan uang.
Zakat yang disetarakan dengan uang berarti zakat yang diberikan dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan. Bila wajib pajak badan menjadikan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto maka pengurangan tersebut harus dilaporkan dalam SPT.
Selain memperhatikan badan/lembaga penerima zakat, zakat tersebut juga harus didukung dengan bukti yang sah. Fotokopi bukti pembayaran zakat tersebut pun harus dilampirkan dalam SPT. Hal ini sebagaimana diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011.
“Wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat...,wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada SPT Tahunan PPh tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PER-6/PJ/2011.
Berdasarkan perdirjen tersebut, bukti pembayaran zakat dapat berupa bukti pembayaran secara langsung, atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Hal yang perlu diperhatikan, bukti pembayaran tersebut paling sedikit memuat: nama lengkap wajib pajak dan NPWP pembayar; jumlah pembayaran; tanggal pembayaran; dan nama BAZ, LAZ, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Selain itu, bukti tersebut juga harus memuat tanda tangan petugas badan/lembaga apabila pembayaran dilakukan secara langsung. Sementara itu, apabila zakat dibayarkan melalui transfer rekening bank maka perlu divalidasi petugas bank.
Sebagai informasi, sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam juga dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Begitu pula dengan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dibayarkan orang pribadi.
Ketentuannya pun serupa dan sama-sama diatur dalam UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, Peraturan Pemerintah (PP) 60/2010, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 254/2010, PER-6/PJ/2011, dan PER-04/PJ/2022 s.t.d.t.d PER-3/PJ/2024.
“Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi wajib pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama islam dan/atau oleh wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama islam, yang diakui di indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,” bunyi Pasal 1 ayat (1) huruf b PP 60/2010. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.