WP Kaya Cenderung Tak Patuh, Bagaimana Solusinya?

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti (kiri) dan Director of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji (kanan) dalam Taxcussion bertajuk Finding the Golden Formula: Strategies to Increase Indonesia’s Tax Ratio, Sabtu (21/6/2025).
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menempatkan perhatian khusus terhadap kepatuhan wajib pajak yang tergolong kaya atau high wealth individual (HWI).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan DJP telah berupaya untuk memetakan modus-modus ketidakpatuhan pajak yang dilakukan oleh para HWI.
"Memang kemampuan HWI untuk tax planning itu luar biasa, entah dengan jasa konsultan atau dia lakukan sendiri," ujar Nufransa dalam Taxcussion bertajuk Finding the Golden Formula: Strategies to Increase Indonesia’s Tax Ratio yang diselenggarakan oleh Divisi Research and Literature Kelompok Studi Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (Kostaf UI), Sabtu (21/6/2025).
Contoh upaya HWI dalam menekan pajak terutang di antara lain dengan mengambil utang dari pihak afiliasi di luar negeri, mengalihkan saham ke luar negeri, serta melalui pemberian hibah kepada pihak yang memiliki hubungan sedarah/semenda.
"Ini kita coba mapping semua modus-modus HWI ini. Kendalanya adalah ini sifatnya sudah global. Mau tidak mau kita bekerja sama dengan pihak tax authority di luar negeri," ujar Nufransa.
Secara umum, informasi yang dideklarasikan para wajib pajak termasuk wajib pajak HWI dalam SPT dianggap benar sepanjang belum ada data pembanding yang menyatakan informasi dalam SPT tidak benar.
Oleh karena itu, informasi dalam SPT akan disandingkan dengan data yang diterima DJP dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) serta otoritas pajak negara mitra melalui automatic exchange of information (AEOI).
Pada beberapa kasus, DJP berhasil mendapatkan tambahan penerimaan pajak dengan memanfaatkan data AEOI yang diterima dari negara mitra. "Terus terang sudah ada yang kita sandingkan dan akhirnya dia mengakui lalu membayar. Kan kita tidak mungkin announce orangnya, tetapi sudah kita lakukan juga," ujar Nufransa.
Dalam acara yang sama, Director of DDTC Fiscal Research and Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan AEOI memang mampu meningkatkan kepatuhan HWI dalam mendeklarasikan harta dan membayar pajak atas penghasilannya di yurisdiksi masing-masing.
Sebelum adanya AEOI, tercatat sekitar 90% dari total offshore wealth di dunia tidak dideklarasikan oleh HWI dalam SPT. Berkat adanya AEOI, offshore wealth yang tidak dilaporkan diestimasikan turun menjadi tinggal 37%.
Adapun yang dimaksud dengan offshore wealth adalah harta milik individu yang ditempatkan di yurisdiksi di luar negara tempat individu tersebut menjadi residen. "Artinya, AEOI itu efektif dalam memaksa HWI untuk melaporkan, mendeklarasikan, dan lebih patuh secara pajak," kata Bawono.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa kehadiran AEOI tak serta merta menyelesaikan semua masalah terkait pemajakan atas penghasilan HWI. Kendala dalam memajaki penghasilan HWI lebih kentara utamanya di negara yang memiliki ketimpangan ekonomi tinggi dan demokrasi yang lemah.
"Kalau kita bicara tentang politically exposed person dan bagaimana orang-orang kaya bisa imun dari pemeriksaan, itu bisa terjadi utamanya di negara-negara Amerika Latin. Di Amerika Latin, ketimpangan dan oligarki kerap berkaitan dengan masalah HWI dan taxation," ujar Bawono.
Lalu, bagaimana dengan pemajakan HWI di Indonesia? Apakah ada kebijakan yang perlu diperbaiki guna meningkatkan kontribusi HWI terhadap penerimaan pajak?
Bawono menerangkan mayoritas penghasilan yang diterima HWI adalah penghasilan pasif, bukan penghasilan aktif. Masalahnya, kebanyakan penghasilan pasif di Indonesia justru dikenai PPh final.
"Makin kaya seseorang, kebanyakan penghasilannya adalah penghasilan pasif. Apakah sistem pajak kita mampu memajaki mereka secara optimal? Saya jawab belum. Jadi kita bisa melakukan perbaikan dari sisi kebijakan," ujarnya.
Selain itu, Indonesia bisa meningkatkan kepatuhan HWI di Indonesia dengan menerapkan kebijakan cooperative compliance. "Di beberapa negara itu efektif," imbuh Bawono. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.