Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

A+
A-
4
A+
A-
4
Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

Ilustrasi.

BEBAN konsumen akhir yang dituju atas kebijakan PPN dapat dilihat secara komprehensif berdasarkan 3 variabel, yakni tarif, batasan pengusaha kecil yang dikecualikan dari kewajiban pemungutan dan administrasi PPN atau batasan pengusaha kena pajak (threshold PKP), serta fasilitas pembebasan.

Berdasarkan pada konferensi pers Senin (16/12/2024), pemerintah menegaskan akan menjalankan amanat Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah akan menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% diestimasi memunculkan tambahan penerimaan pajak sekitar Rp75 triliun. Namun, threshold PKP dan berbagai fasilitas PPN lainnya masih akan memunculkan potensi penerimaan pajak yang hilang (revenue forgone) sekitar Rp265,6 triliun pada 2025.

Baca Juga: Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Jika membandingkan antara nilai Rp75 triliun dan Rp265,6 triliun, sejatinya ada alternatif ruang optimalisasi penerimaan PPN selain kenaikan tarif. Alternatif kebijakan yang bisa ditempuh terkait dengan ketentuan threshold PKP dan berbagai fasilitas PPN lainnya.

Pada kenyataannya, untuk saat ini, pemerintah lebih memilih untuk tetap mempertahankan threshold PKP. Pemerintah juga akan memberikan pembebasan PPN. Namun, untuk ‘barang mewahyang selama ini mendapat pembebasan akan mulai dikenai PPN.

Masih dipertahankannya kebijakan tersebut, menurut pemerintah, dilandasi dengan asas keadilan dan gotong-royong. Threshold PKP serta beragam fasilitas PPN dianggap lebih berdampak langsung karena uang dibiarkan tetap beredar di tengah masyarakat.

Baca Juga: Kawasan Industri Batang Jadi KEK, Investasi Ditarget Rp74 Triliun

Threshold PKP

Dalam keterangan tertulis pada Sabtu (21/12/2024), Ditjen Pajak (DJP) menegaskan bahwa hingga saat ini, pemerintah tidak berencana untuk menurunkan threshold PKP, yakni Rp4,8 miliar. Simak ‘Lengkap, 17 Poin Keterangan Tertulis DJP Hari Ini Soal PPN 12%’.

Padahal, sudah sejak lama, lembaga internasional seperti Wold Bank, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan International Monetary Fund (IMF) merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menurunkan threshold PKP. Tujuannya untuk memperluas basis pajak.

Saat ini, threshold PKP senilai Rp4,8 miliar di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (Darussalam, 2024). Pada tahun 2024, rata-rata threshold PKP di 143 negara adalah sebesar Rp1,61 miliar (diolah dari data OECD, 2024).

Baca Juga: Beli Emas Batangan, Konsumen Akhir Tak Kena PPh Pasal 22 dan PPN

Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara (Asean) yang mengenakan PPN (value-added tax/VAT) atau goods and services tax (GST), threshold PKP Indonesia itu tertinggi kedua setelah Singapura. Simak ‘Batasan Pengusaha Pungut PPN (PKP) Indonesia Tertinggi ke-2 di Asean’.

World Bank (2024) bahkan menyebut threshold di Indonesia adalah sebesar 6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di negara OECD pada 2022. Hal inilah yang membuat banyak pengusaha bukan PKP sehingga tidak memungut, menyetor, serta melaporkan PPN yang terutang.

Berdasarkan pada Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) 2023, pengecualian untuk memungut PPN dan PPnBM bagi pengusaha kecil merupakan deviasi terhadap perlakuan pajak standar, yaitu semua pengusaha wajib memungut PPN dan PPnBM dengan batasan yang ditentukan.

Baca Juga: Turis Asing di China Bisa Langsung Minta VAT Refund di Toko

Kebijakan tersebut bertujuan untuk mengembangkan UMKM pada berbagai sektor usaha. Adapun dasar hukum dari fasilitas ini adalah PMK 68/2010 s.t.d.t.d. PMK 197/2013. Namun, sejak akhir 2023, payung hukum yang berlaku adalah PMK 164/2023.

Adapun berdasarkan pada Laporan Belanja Perpajakan 2023, potensi penerimaan pajak yang hilang karena adanya threshold PKP pada 2025 diproyeksi mencapai Rp61,2 triliun. Nilai itu sekitar 23,0% dari total belanja perpajakan PPN dan PPnBM senilai 265,6 triliun.

Sesuai dengan ketentuan, threshold PKP senilai Rp4,8 miliar mulai berlaku sejak 2014. Sebelum tahun itu, threshold PKP hanya senilai Rp600 juta. Jika menggunakan basis revenue forgone senilai Rp61,2 triliun, secara sederhana, berikut proyeksi tambahan penerimaan pajak yang bisa didapat.

Baca Juga: Kurs Pajak Hari Ini: Rupiah Masih Lemah terhadap Nyaris Semua Negara


Simulasi sederhana tersebut bukanlah resmi dari pemerintah, melainkan hasil olahan penulis dengan skema proporsional menggunakan basis data proyeksi potensi penerimaan PPN yang hilang ketika threshold PKP senilai Rp4,8 miliar (baris pertama, sesuai dengan Laporan Belanja Perpajakan 2023).

Contoh, untuk proyeksi 2025. Dengan patokan threshold Rp4,8 miliar, proporsinya adalah 100% dengan revenue forgone senilai Rp61,2 triliun. Karena sudah masuk revenue forgone, potensi penerimaan PPN yang didapat dianggap Rp0 triliun.

Baca Juga: Wah! Kantor Pajak Panggil Puluhan Pedagang Emas, Diminta Jadi PKP?

Ketika threshold diturunkan menjadi Rp1,61 miliar (rata-rata 143 negara), proporsinya menjadi 34%. Proporsi itu dihitung dari Rp1,61 miliar : Rp4,8 miliar. Dengan demikian, potensi revenue forgone yang muncul sekitar Rp20,5 triliun (berasal dari 34% X Rp61,2 triliun).

Karena revenue forgone turun dari Rp61,2 triliun menjadi Rp20,5 triliun, nilai selesihnya menjadi potensi tambahan penerimaan PPN yang didapat. Adapun potensi tambahan penerimaan PPN yang didapat senilai Rp40,7 triliun (Rp61,2 triliun - Rp20,5 triliun). Skema simulasi penghitungan itu berlaku sama untuk patokan threshold PKP lainnya.

Berdasarkan pada data tersebut, terlihat adanya ketimpangan (gap) yang cukup besar dari sisi penerimaan ketika threshold PKP di Indonesia saat ini (Rp4,8 miliar) diturunkan menjadi sama dengan rata-rata 143 negara (Rp1,61 miliar).

Baca Juga: Ajukan PKP tapi Usaha WP Belum Jalan, Petugas Pajak Adakan Kunjungan

Dari lingkup Asean misalnya, jika menggunakan threshold sama seperti Vietnam (Rp63 juta), akan ada tambahan penerimaan sekitar Rp49,1 triliun (2024), Rp53,2 triliun (2025), dan Rp57,7 triliun (2026). Dengan demikian, nilai potensi penerimaan yang hilang juga menyusut.

Jika threshold PKP diturunkan menjadi sama dengan yang berlaku di Filipina (negara Asean dengan tarif PPN 12%) senilai Rp83 juta, akan ada tambahan penerimaan sekitar Rp46,7 triliun (2024), Rp50,6 triliun (2025), dan Rp55 triliun (2026).

Data tersebut juga kembali menunjukkan untuk melihat beban yang diterima konsumen akhir atau masyarakat sebagai dampak kebijakan PPN tidak dapat hanya dilihat dari sisi tarif. Tingginya threshold PKP pada akhirnya juga akan membuat potensi penerimaan pajak yang tidak dipungut dari masyarakat juga bertambah ketika tarif PPN naik.

Baca Juga: Pahami Prosedur Restitusi PPN Usai Implementasi Coretax, Baca Buku Ini

Threshold PKP yang cukup tinggi itu penting untuk dilihat sebagai keberpihakan kepada konsumen akhir. Contoh, ketika tarif PPN di Indonesia naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, posisinya sama dengan Filipina. Artinya, Indonesia dan Filipina memiliki tarif PPN paling tinggi di Kawasan Asean.

Meskipun tarif PPN Indonesia nantinya sama dengan Filipina, yakni 12%, ternyata threshold PKP di Indonesia jauh lebih besar (Rp4,8 miliar) dibandingkan dengan threshold di Filipina (sekitar Rp833,43 juta).

Dengan demikian, meskipun memiliki tarif yang sama, basis pajak kedua negara ini berbeda karena tingginya threshold PKP membuat banyak pengusaha tidak memungut PPN. Hal ini tergambar dari data sebelumnya ketika threshold PKP di Indonesia juga disamakan dengan ketentuan di Filipina.

Baca Juga: Pengkreditan Pajak Masukan PPN bagi PKP Belum Penyerahan atau Ekspor

Darussalam (2024) berpandangan pemerintah terlihat berupaya mengembalikan PPN sesuai konsep awal dan international best practice. Namun, pemerintah tetap mengakomodasi kondisi perekonomian dan kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari dipertahankannya threshold PKP dan berbagai fasilitas PPN ketika tarif PPN naik. Simak ‘Memandang Secara Jernih Rencana Kenaikan Tarif PPN 12%’.

Pemerintah berupaya menyeimbangkan antara perlunya menjaga APBN tetap sehat dan menjaga kesejahteraan masyarakat. Dalam bahasa yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani, ada asas keadilan dan gotong-royong.

Adapun ulasan mengenai PPN ini juga ada dalam 4 buku DDTC. Pertama, Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional. Kedua, Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Ketiga, Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional. Keempat, Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.

Baca Juga: Laporan Konsultan Pajak Bakal Jadi Bulanan, Sistem Baru Disiapkan

Sebagai informasi kembali, hingga saat ini, DDTC sudah menerbitkan 32 buku. Selain wujud nyata dari komitmen sharing knowledge, hal tersebut juga bagian dari pelaksanaan beberapa misi DDTC, yakni berkontribusi dalam perumusan kebijakan pajak dan mengeliminasi informasi asimetris. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : PPN, kebijakan pajak, PPN 12%, tarif PPN, PKP, pengusaha kena pajak, threshold PKP, belanja perpajakan, tax expenditure

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 05 April 2025 | 10:15 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Hayo Jangan Lupa! Faktur Pajak Kini Perlu Dibuat Sesuai PMK 131/2024

Jum'at, 04 April 2025 | 10:00 WIB
PMK 81/2024

Terlambat Sampaikan Pemberitahuan NPPN, WP Dianggap Wajib Pembukuan

Jum'at, 04 April 2025 | 08:30 WIB
PMK 131/2024

Jangan Lupa! Masa Transisi Berakhir, Faktur Harus Dibuat Ikuti PMK 131

Kamis, 03 April 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Beli Tiket Balik ke Rantau? Tenang, PPN Masih Ditanggung Pemerintah

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial