Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Sabtu, 31 Mei 2025 | 17:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (3)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Berharap Cemas pada RAPBN 2020

A+
A-
1
A+
A-
1
Berharap Cemas pada RAPBN 2020

Presiden Joko Widodo. (Foto: Instagram Presiden Jokowi)

PRESIDEN Joko Widodo telah menyampaikan pidato pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2020 di hadapan DPR, Jumat (16/8/2019). Dalam pidato tersebut, Presiden memprediksi situasi ekonomi global 2020 yang penuh ketidakpastian akan memengaruhi situasi perekonomian domestik.

Memang, tantangan ekonomi ke depan masih berat dan kompleks. Ada perang dagang, beberapa emerging market sudah terpapar krisis, dan beberapa negara mengalami pertumbuhan negatif. Di ujung sana, mata uang Yuan-Tiongkok dan Peso-Argentina sudah terkena gelombang depresiasi.

Kita melihat RAPBN 2020 disusun atas dasar semangat kehati-hatian terhadap berbagai risiko itu. Asumsinya dibuat konservatif. Pertumbuhan ekonominya sama dengan tahun lalu 5,3%, inflasinya turun dari 3,5% ke 3,1%. kurs menguat dari Rp15.000 per dolar AS ke Rp14.400 per dolar AS.

Baca Juga: Membaca Penerapan Coretax, Sudahkah Jadi Solusi?

Adapun bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan naik dari 5,3% menjadi 5,4%, harga minyak turun dari US$70/barel ke US$65/barel, lifting minyak turun dari 775.000 ke 734.000 barel/hari, dengan gas yang juga turun dari 1,25 menjadi 1,19 juta barel setara minyak/hari.

Dengan pendapatan Rp2.221,5 triliun dan belanja Rp2.528,8 triliun, defisit mencapai Rp307,2 triliun atau 1,76% terhadap PDB, turun dari semula 1,84%. Penurunan ini mengonfirmasi konservatisme tadi. Dengan demikian, defisit keseimbangan primer bakal menyempit dari Rp34,7 triliun ke Rp12,0 triliun.

Namun, kita juga mencatat target pertumbuhan ekonomi tahun ini agak meleset hingga diprediksi jadi 5,1%-5,2% dengan defisit melebar ke 1,93% terhadap PDB. Karena itu, target pertumbuhan RAPBN 2020 masih lebih tinggi dari realisasi tahun ini. Dengan kata lain, ekspansi tetap ada, tetapi terbatas.

Baca Juga: Melihat Sederet Ikhtiar Kuat Otoritas Pajak Atasi Kendala Coretax

Ekspansi itu terlihat antara lain dari target pengangguran terbuka yang dipatok turun dari 5,01% menjadi 4,8%-5,1%, tingkat kemiskinan dari 9,41% menjadi 8,5%-9%, rasio gini/ketimpangan dari 0,382 menjadi 0,375- 0,380, dan indeks pembangunan kualitas manusia dari 71,29 ke 72,51.

Secara keseluruhan, APBN yang konservatif ini seolah menjawab kritik meningkatnya rasio dan beban utang pemerintah, yang hingga akhir Juli ini mencapai Rp4.603 triliun. Memang, dalam kondisi defisit transaksi berjalan yang kuartal II ini kembali menyentuh 3% terhadap PDB, opsi berhemat adalah pilihan yang tepat.

Namun, pilihan mempersempit defisit ini bukannya tanpa konsekuensi. Daya dongkrak RAPBN 2020 terhadap pertumbuhan akan menurun ketimbang sebelumnya. Akibatnya, sulit mengharapkan ada pemulihan sumber pertumbuhan seperti konsumsi rumah tangga dalam waktu dekat.

Baca Juga: Coretax: Membangun Kebiasaan Baru dalam Mematuhi Kewajiban Perpajakan

Di sisi lain, investasi dan ekspor juga belum bisa diharapkan. Pertumbuhan realisasi investasi langsung asing terus melaju pada gigi rendah 1 tahun terakhir, sebelum akhirnya bangkit pada kuartal II/2019. Harga produk alam andalan seperti karet, batu bara, dan minyak sawit mentah juga masih tiarap.

Pemerintah jelas memiliki argumentasi kenapa RAPBN 2020 dibuat konservatif. Kita niscaya bisa paham kenapa opsi itu yang diambil, bukan opsi ekspansif. Yang kita agak gagal paham adalah ketika target yang konservatif ini disampaikan dengan istilah ekspansif. Di situ kita agak sedikit cemas.*

Baca Juga: Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : tajuk, RAPBN 2020, APBN 2020

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 30 Desember 2021 | 11:00 WIB
TAJUK PERPAJAKAN

Dipasangnya Target 2 Barang Kena Cukai Baru

Rabu, 22 Desember 2021 | 12:15 WIB
TAJUK PAJAK

Ketika NIK Jadi NPWP Wajib Pajak Orang Pribadi

Kamis, 16 Desember 2021 | 11:15 WIB
TAJUK PAJAK

Pajak 100%

Rabu, 08 Desember 2021 | 11:15 WIB
TAJUK PAJAK

Menjaga Ruang Fiskal Agar Bisa Tetap Responsif

berita pilihan

Sabtu, 31 Mei 2025 | 17:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (3)

Ketentuan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Sabtu, 31 Mei 2025 | 15:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Begini Aturan Pembuatan Faktur Pajak Pengganti sesuai PER-11/PJ/2025

Sabtu, 31 Mei 2025 | 14:00 WIB
KOTA MALANG

Pemda Harap Event Olahraga Bikin Setoran Pajak Hotel Meningkat

Sabtu, 31 Mei 2025 | 12:00 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Indonesia dan Prancis Teken Kerja Sama, Nilainya Tembus Rp178 Triliun

Sabtu, 31 Mei 2025 | 11:30 WIB
KOTA PADANG PANJANG

Banyak Pelaku Usaha Keliru Setorkan Pajak, Pemkot Adakan Operasi Ini

Sabtu, 31 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Ketentuan Dinamisasi Angsuran PPh Pasal 25

Sabtu, 31 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Perluas Cakupan WPOP yang Wajib Potong PPh atas Sewa

Sabtu, 31 Mei 2025 | 10:00 WIB
JERMAN

Jerman Siapkan Pajak Digital 10% Atas Google dan Facebook

Sabtu, 31 Mei 2025 | 09:30 WIB
KOTA PANGKALPINANG

Khawatir PAD Tak Optimal, Pemkot Gandeng Aparat Tagih Utang Pajak

Sabtu, 31 Mei 2025 | 09:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Ada Coretax, Pengusaha Minta DJP Tetap Optimalkan Layanan 3C