Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

A+
A-
0
A+
A-
0
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Salah satu judul artikel perpajakan dalam buku berjudul The 'Pillar Two' Global Minimum Tax.

SETELAH dibahas bertahun-tahun, yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework akhirnya berhasil mencapai kesepakatan atas Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) untuk memberlakukan pajak korporasi minimum secara global.

Berkat rezim multilateral tersebut, yurisdiksi ultimate parent entity (UPE) yang notabene merupakan negara maju berhak mengenakan top-up tax atas laba di yurisdiksi sumber yang dikenai pajak rendah, yaitu di bawah tarif efektif minimum sebesar 15%.

Guna mengakomodasi kepentingan negara berkembang, Pilar 2 memberikan hak kepada yurisdiksi sumber untuk mengenakan top-up tax terlebih dahulu melalui mekanisme qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).

Baca Juga: Memahami Tarif Tunggal dalam Sistem PPN di Indonesia, Baca Buku Ini!

Pilar 2 juga memuat klausul substance-based income exclusion (SBIE) yang memberikan ruang bagi negara berkembang untuk memberikan insentif pajak guna menarik penanaman modal ke yurisdiksi masing-masing.

Dari deskripsi singkat di atas, rezim pajak minimum global seakan-akan sudah memberikan perlakuan yang adil bagi negara berkembang. OECD pun berulang kali menegaskan konsensus atas Pilar 2 telah dicapai melalui negosiasi yang inklusif serta melibatkan negara maju dan negara berkembang.

Namun, apakah konsensus yang sudah tercapai lantas dapat memberikan hasil yang adil bagi negara berkembang? Rita de la Feria, salah satu penulis dalam buku dengan judul The 'Pillar Two' Global Minimum Tax memberikan pandangannya terkait dengan konsensus global tersebut.

Baca Juga: Perbedaan Pengkreditan Pajak Masukan dan Restitusi Kelebihan PPN

Pada bab bertajuk The Perceived (Un)fairness of the Global Minimum Corporate Tax Rate, Feria mengatakan pajak minimum global bisa dikatakan memberikan hasil yang adil bila hanya dilihat menggunakan sudut pandang sempit.

Misal, adanya QDMTT dalam ketentuan pajak minimum global memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mengenakan top-up tax sebelum hak pemajakan atas laba yang kurang dipajaki tersebut diambil oleh negara maju.

Hadirnya pajak minimum global juga akan memperkuat posisi tawar negara berkembang di hadapan perusahaan multinasional. Sebab, pajak minimum global memungkinkan negara berkembang untuk menarik penanaman modal asing tanpa harus mengorbankan kedaulatan pajaknya.

Baca Juga: Adik Prabowo ini Usulkan Tarif PPh Badan Dipangkas Jadi 18 Persen

Namun, dalam sudut pandang yang lebih luas, negara berkembang tetaplah berada pada posisi yang tidak diuntungkan dalam konteks persaingan antarnegara untuk menarik penanaman modal asing.

Berlakunya pajak minimum global sama sekali tidak mengurangi intensitas persaingan antarnegara dalam menarik investasi. Pajak minimum global justru mempersempit ruang negara berkembang untuk menawarkan insentif PPh badan guna menarik investasi.

Akibatnya, insentif yang ditawarkan negara untuk menarik investasi bakal bergeser dari insentif PPh badan ke insentif-insentif dalam bentuk lain, seperti pelonggaran ketentuan ketenagakerjaan hingga pemberian insentif pajak selain PPh badan.

Baca Juga: DDTC Exclusive Gathering 2025: Memetakan Tantangan Pajak Terkini

Dengan demikian, negara-negara berkembang tetap harus menawarkan beragam insentif dalam rangka menarik investasi. Sebaliknya, negara-negara maju bisa menarik investasi tanpa harus menawarkan insentif.

Negara maju memiliki kelebihan untuk menarik investasi hanya dengan mengandalkan keunggulan komparatifnya (comparative advantage) masing-masing.

Dari sisi proses, konsensus atas pajak minimum global tidaklah dicapai melalui proses yang adil meski rezim tersebut dibahas melalui Inclusive Framework yang melibatkan negara maju dan negara berkembang.

Baca Juga: Catat! Hal-Hal yang Perlu Disiapkan WP Pasca-Pajak Minimum Global 2025

Ketidakadilan timbul lantaran setiap negara yang tergabung dalam Inclusive Framework tidak punya posisi tawar yang sama. Negosiator yang mewakili negara berkembang pun tidak memiliki kapabilitas teknis yang cukup untuk membahas detail dari pajak minimum global.

Sepanjang pembahasan, pandangan-pandangan yang disampaikan oleh negara-negara berkembang hanya didengarkan, tetapi tidak diakomodasi dalam ketentuan pajak minimum global yang disepakati.

Secara umum, setiap negara memiliki hak yang sama untuk menyampaikan sudut pandangnya. Meski begitu, arah dari konsensus tetap akan ditentukan oleh negara maju.

Baca Juga: Apa Dasar PMN Lampaui Batas Omzet Konsolidasi Pajak Minimum Global?

Lalu, jika pajak minimum global tidaklah dibahas secara adil, apa yang membuat negara berkembang mau menyetujui rezim tersebut? Menurut Feria, kondisi itu terjadi disebabkan desain ketentuan pajak minimum global yang sudah disiapkan oleh OECD.

Dalam ketentuan pajak minimum global, bila suatu negara tak mengadopsi pajak minimum global dan tidak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki maka keputusan tersebut sama sekali tak akan meningkatkan daya saing ekonomi negara tersebut.

Keputusan negara berkembang untuk tidak mengadopsi pajak minimum global sama saja dengan memberikan hak pemajakan kepada negara maju.

Baca Juga: Sumbang Pemikiran, DDTC Akhirnya Luncurkan Buku PPN Edisi Kedua

Artinya, ada potensi pajak yang hilang apabila negara berkembang tidak mengadopsi pajak minimum global dan mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki.

Dengan demikian, tercapainya konsensus atas pajak minimum global sesungguhnya tidak terlepas desain pajak minimum global yang secara koersif memaksa negara-negara berkembang untuk mengadopsi ketentuan tersebut, bukan berkat proses pembahasan yang adil dan inklusif dengan mengakomodasi kepentingan dari setiap negara yang terlibat.

Proses yang tak adil ini memang berhasil menciptakan konsensus jangka pendek. Namun, konsensus jangka pendek tersebut dipandang tak akan mampu menghasilkan suatu kerja sama yang substantif untuk jangka panjang. (rig)

Baca Juga: Godok Insentif Pajak Sesuai GloBE Rules, Kemenkeu Pertimbangkan QRTC

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : buku, literatur pajak, pajak minimum global, Pilar 2, OECD, buku pajak, pph badan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 20 Februari 2025 | 08:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

PPh Final UMKM 0,5% Dipastikan Lanjut, Meski Tak Masuk Paket Prabowo

Rabu, 19 Februari 2025 | 18:30 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

Penuhi Aturan Pajak Minimum Global, WP Perlu Siapkan Pembukuan Ketiga

Rabu, 19 Februari 2025 | 15:45 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

Soal Kelanjutan Pajak Minimum Global, Airlangga: Lihat Situasi Global

Rabu, 19 Februari 2025 | 14:31 WIB
LITERATUR PAJAK

Ada Skema Alternatif Penyelesaian Sengketa Pajak, Baca di Sini!

berita pilihan

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:30 WIB
THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB
PMK 15/2025

Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:30 WIB
REKAP PERATURAN

Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:30 WIB
RPJMN 2025-2029

Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:21 WIB
KONSULTASI PAJAK

Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:00 WIB
SELEBRITAS

Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Jum'at, 28 Februari 2025 | 14:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini