Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Mewaspadai Jebloknya Realisasi Penerimaan Pajak di Awal Tahun

A+
A-
3
A+
A-
3
Mewaspadai Jebloknya Realisasi Penerimaan Pajak di Awal Tahun

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah perlu mewaspadai kinerja minus atas realisasi penerimaan pajak pada awal 2025. Meski angka resminya belum muncul, dokumen transparansi kinerja fiskal pada Januari 2025 sempat beredar di tengah publik. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (13/3/2025).

Harian Bisnis Indonesia membahas kinerja penerimaan pajak di halaman utamanya pada pagi ini. Dari dokumen yang dikutip koran tersebut, tertera bahwa realisasi penerimaan pajak anjlok 41,9% pada Januari 2025 jika dibandingkan dengan kinerjanya pada Janauri 2024 (year on year/yoy). Penurunan penerimaan pajak ini berbarengan dengan dimulainya implementasi coretax administration system.

Penerimaan pajak RI pada Januari 2025 diungkap senilai Rp88,89 triliun, jauh di bawah capaian pada Januari 2024 lalu, Rp152,89 triliun.

Baca Juga: Perpindahan Pengadilan Pajak Perlu Transformasi Penyelesaian Sengketa

Nyaris semua jenis pajak mengalami kontraksi penerimaan, termasuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang merosot 43,6% (yoy). Pemerintah berdalih penurunan penerimaan PPh Pasal 21 tidak terlepas dari implementasi skema tarif efektif rata-rata (TER) sejak 2024 lalu.

Selain itu, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri juga diungkap anjlok 92,7%. Sementara PPh badan, realisasi penerimaannya menurun 77,1%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan menanggapi data-data penerimaan negara yang terurai di atas. Dia meminta publik menunggu keterangan resmi pemerintah yang akan disampaikan pada hari ini.

Baca Juga: Jentera: Pemindahan Pengadilan Pajak ke MA Jadi Perubahan Fundamental

"Besok [hari ini] saja di konferensi pers saya ya," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, kemarin.

Selain bahasan mengenai kinerja APBN, ada pula beberapa informasi perpajakan dan ekonomi makro lainnya yang diulas oleh sejumlah media massa pada hari ini. Di antaranya, dirilisnya peringkat investasi Indonesia, revisi Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), gugatan wajib pajak ke Mahkamah Agung (MA) mengenai PPN 12%, hingga warning Ditjen Pajak (DJP) mengenai pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Peringkat Utang Indonesia Terkini

Lembaga pemeringkat Fitch Ratings kembali mempertahankan peringkat utang Indonesia pada level BBB atau 1 tingkat di atas level terendah investment grade dengan outlook stabil pada 11 Maret 2025.

Baca Juga: Kunjungan ke Menara DDTC, Korwil PERTAPSI Sumut I dan II Serahkan Buku

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan stabilitas ekonomi dan terjaganya rasio utang pemerintah menjadi poin kekuatan Indonesia pada asesmen tersebut. Artinya, Fitch memprediksi Indonesia mampu memelihara prospek pertumbuhan ekonominya.

"Selain itu, afirmasi peringkat oleh Fitch ini juga menjadi bukti konkret bahwa kebijakan di Indonesia terus terjaga dengan baik," katanya. (DDTCNews)

Independensi Bank Indonesia Terancam

DPR diam-diam mengebut pembahasan revisi UU 4/2023 tentang PPSK. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) inkonstitusional bersyarat menjadi pintu revisi.

Baca Juga: BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Sebesar 5,5%

Dengan revisi ini, anggaran LPS tidak lagi berada di bawah persetujuan menteri keuangan. Selain itu, revisi akan menyasar dasar hukum kewenangan dan independensi Bank Indonesia (BI). Targetnya, BI bakal berada di bawah kendali pemerintah.

Kabar tersebut muncul menyusul keinginan pemerintah agar BI ikut mendanai program pemerintah, di antaranya program 3 juta rumah. BI disebut diminta membeli SBN di pasar primer untuk mendanai program tersebut. (Kontan)

WP Gugat Aturan Tarif PPN 12% ke MK

Sebanyak 7 pemohon berlatar belakang ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, UMKM, hingga pengemudi ojek online mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap ketentuan PPN dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Juga: PPPK Resmi Pindah ke Ditjen Stabilitas & Pengembangan Sektor Keuangan

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK), para pemohon menyatakan hendak menguji konstitusionalitas dari Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.

Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat menghapus barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, serta angkutan umum dari daftar barang dan jasa yang tidak dikenai PPN. UU HPP juga menaikkan tarif PPN pada Pasal 7 UU PPN secara bertahap dari 10% menjadi sebesar 12%. (DDTCNews)

DJP Kirim Email Imbauan SPT Tahunan

DJP mulai mengirimkan email kepada wajib pajak. Isinya, imbauan agar mereka segera menyampaikan SPT Tahunan 2024 sebelum batas waktu.

Baca Juga: Harga Turun, Kontribusi Nikel terhadap Pajak Diperkirakan Mengecil

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan email blast berisi imbauan penyampaian SPT Tahunan 2024 bakal disampaikan kepada jutaan wajib pajak. Menurutnya, pengiriman email tersebut utamanya menyasar wajib pajak yang belum melaksanakan kewajibannya.

"Email blast ini utamanya ditujukan kepada wajib pajak yang belum melaporkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024," katanya. (DDTCNews)

Beban PPh Pasal 21 Naik karena THR

Berlakunya pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) mengharuskan pemberi kerja untuk memotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi dalam hal pegawai tetap menerima gaji dan tunjangan hari raya (THR) pada masa pajak yang sama.

Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Efek Gejolak Harga Komoditas ke Penerimaan Pajak

Kewajiban tersebut timbul mengingat PMK 168/2023 mengatur bahwa dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan TER pada masa pajak selain masa pajak terakhir untuk pegawai tetap adalah sebesar penghasilan bruto yang diterima dalam 1 masa pajak.

"Besarnya PPh Pasal 21 terutang pada setiap masa pajak selain masa pajak terakhir dihitung dengan menggunakan tarif efektif bulanan sebagaimana diatur dalam PP ... dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai tetap dan pensiunan dalam 1 masa pajak," bunyi lampiran PMK 168/2023. (DDTCNews) (sap)

Baca Juga: DJP Ungkap Alasan Aturan Dinamisasi Angsuran PPh Pasal 25 Direvisi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, penerimaan pajak, APBN 2025, UU PPSK, tarif PPN, SPT Tahunan, peringkat utang, Bank Indonesia, TER

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 16 Juni 2025 | 15:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

RUU Pajak Trump Tak Kunjung Disetujui, Wihite House Ungkap Risikonya

Senin, 16 Juni 2025 | 07:45 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Perinci Mekanisme Pengawasan PKP

Minggu, 15 Juni 2025 | 16:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Kriteria Wajib Pajak yang Bisa Ditetapkan sebagai Pemungut Bea Meterai

berita pilihan

Rabu, 18 Juni 2025 | 20:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Perpindahan Pengadilan Pajak Perlu Transformasi Penyelesaian Sengketa

Rabu, 18 Juni 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan Pengukuhan PKP Lewat Coretax, Apakah Tetap Ada Survei Lokasi?

Rabu, 18 Juni 2025 | 18:55 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA

Jentera: Pemindahan Pengadilan Pajak ke MA Jadi Perubahan Fundamental

Rabu, 18 Juni 2025 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Instansi Pemerintah Tak Pungut PPN atas 8 Jenis Transaksi Ini

Rabu, 18 Juni 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenkeu Klaim Skema PPh Indonesia Sudah Berlandaskan Prinsip Keadilan

Rabu, 18 Juni 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Realisasi PNBP hingga Mei 2025 Terkontraksi 24,9%

Rabu, 18 Juni 2025 | 16:53 WIB
SERTIFIKASI KOMPETENSI PAJAK

Tax Center Perlu Dorong Perguruan Tinggi Jalin MoU dengan PERTAPSI

Rabu, 18 Juni 2025 | 16:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Dengan Kebijakan Pajak yang Tepat, Ekonomi RI Diyakini Bisa Tumbuh 8%

Rabu, 18 Juni 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Arthur Laffer Sarankan Skema Flat Tax, Begini Respons Sri Mulyani

Rabu, 18 Juni 2025 | 14:59 WIB
KEBIJAKAN MONETER

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Sebesar 5,5%