Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

A+
A-
5
A+
A-
5
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan PMK 119/2024 yang memperbarui ketentuan restitusi dipercepat, menyesuaikan dengan berlakunya coretax system. Beleid itu turut memerinci aspek-aspek yang diteliti oleh Ditjen Pajak (DJP) terhadap pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah sebelum pencairan restitusi.

Topik mengenai ketentuan teranyar restitusi dipercepat ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (27/1/2025).

Sesuai dengan Pasal 6 ayat (5) PMK 119/2024, apabila wajib pajak kriteria tertentu memenuji kewajiban formal untuk memperoleh restitusi dipercepat, dirjen pajak kemudian menindaklanjutinya dengan melakukan penelitian terhadap beberapa aspek.

Baca Juga: Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Masih sama dengan PMK sebelumnya, DJP tetap akan menindaklanjuti permohonan restitusi oleh PKP berisiko rendah melakukan penelitian terhadap pemenuhan kegiatan tertentu, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, pajak masukan yang dikreditkan, dan pajak masukan yang dibayar sendiri oleh PKP berisiko rendah.

Bedanya, PMK 119/2024 memerinci ketentuan penelitian atas pajak masukan yang dikreditkan dan pajak masukan yang dibayar sendiri oleh PKP berisiko rendah.

"Dalam hal PKP berisiko rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dirjen pajak menindaklanjuti dengan melakukan penelitian terhadap ... pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP berisiko rendah tercantum dalam faktur pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi DJP oleh PKP yang membuat faktur pajak dan telah memperoleh persetujuan dari DJP," bunyi Pasal 16 ayat (5) huruf c angka 1 PMK 119/2024.

Baca Juga: Jenis-Jenis Pajak yang Melekat dalam Penjualan BBM

Dalam hal pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP berisiko rendah tercantum dalam dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak yang dibuat oleh PKP, dokumen dimaksud harus sudah tervalidasi dalam sistem administrasi DJP.

Bila pajak masukan yang dikreditkan oleh PKP berisiko rendah tercantum dalam dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak yang dibuat oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A UU KUP, dokumen dimaksud harus sudah dilaporkan dalam SPT Masa PPN.

Dalam hal PKP berisiko rendah mengkreditkan pajak masukan yang dibayar sendiri, pajak masukan tersebut harus sudah divalidasi dengan NTPN dalam hal pembayaran dilakukan dengan SSP dan/atau telah tervalidasi dalam sistem DJP dalam hal pembayarannya menggunakan sarana administrasi lainnya.

Baca Juga: Ada Diskon PPN, Pemerintah Bidik Harga Tiket Pesawat Turun 14 Persen

Hasil penelitian DJP atas pemenuhan kegiatan tertentu, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, serta pajak masukan akan digunakan sebagai dasar dalam memberikan restitusi dipercepat kepada PKP berisiko rendah.

Selain informasi mengenai aturan terbaru restitusi dipercepat, ada beberapa bahasan lain yang menghiasi pemberitaan media nasional pada hari ini. Di antaranya, ketentuan soal piutang PKB-BBNKB sebelum opsen pajak berlaku, aturan pengisian data transaksi XML faktur pajak, proyeksi pertumbuhan ekonomi RI, hingga kabar mengenai dampak pengenaan pajak minimum global.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Piutang Pajak sebelum Opsen Dilunasi dengan Aturan Lama

Seluruh hak dan kewajiban perpajakan terkait dengan pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), serta pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) yang belum diselesaikan sebelum opsen pajak berlaku, perlu diselesaikan sesuai dengan ketentuan lama. Opsen pajak sendiri berlaku per 5 Januari 2025.

Baca Juga: SKP Bisa Batal Jika Pemeriksaan Pajak Dijalankan Tanpa SPHP atau PAHP

Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Horas Maurits Panjaitan meminta seluruh gubernur untuk menyiapkan mekanisme pelunasan utang PKB dan BBNKB yang belum dibayar hingga 4 Januari 2025. Setelah 5 Januari 2025, pembayaran akan menggunakan skema bagi hasil sesuai dengan ketentuan opsen pajak.

"Segala penyelesaian terkait utang pajak yang belum dilunasi hingga 4 Januari 2025 harus mengikuti peraturan yang berlaku sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 (UU HKPD) diterapkan," kata Maurits. (Jawa Pos)

Ekonomi RI Diperkirakan Tumbuh 5 Persen sepanjang 2024

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2024 akan mencapai 5%, jelang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik pada 5 Februari 2025.

Baca Juga: Penghitungan PPN Besaran Tertentu atas Penyerahan Aset Kripto

Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat di tengah ketidakpastian global. Menurutnya, berbagai indikator ekonomi menggambarkan ekonomi Indonesia tumbuh secara positif pada tahun lalu.

"Ekonomi Indonesia kami perkirakan akan tumbuh 5% year on year untuk keseluruhan tahun 2024," katanya. (DDTCNews)

Data Transaksi XML Faktur Pajak Digunggung, Tak Wajib Detail

PKP tak memiliki kewajiban untuk mendetailkan seluruh transaksi penjualan ke konsumen akhir ketika mengimpor XML faktur pajak digunggung ke coretax administration system.

Baca Juga: Perhatian! Pemerintah Tanggung Sebagian PPN Tiket Pesawat selama Mudik

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Angga Sukma Dhaniswara mencontohkan dalam hal PKP memiliki 3 juta transaksi penjualan ke konsumen akhir dalam sehari dan tidak memiliki sumber daya untuk memerinci transaksi dimaksud maka PKP bisa mencantumkan transaksi secara kumulatif dalam 1 row.

"Sistem masih bisa menerima langsung digunggung. Misal, transaksinya 3 juta langsung 1 row saja yang mengakumulasi 3 juta transaksi tersebut, itu masih bisa," katanya. (DDTCNews)

DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja

Kring Pajak menegaskan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain dalam penghitungan PPN atas jasa penyediaan tenaga kerja tidak berdasarkan PMK 131/2024, tetapi PMK 83/2012.

Baca Juga: Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Berdasarkan Pasal 4 PMK 131/2024, penghitungan PPN atas BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP nilai lain di mana ketentuannya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri maka dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 131/2024.

“Untuk itu, DPP nilai lain yang digunakan untuk transaksi penyediaan tenaga kerja, tetap mengacu ke PMK 83/2012, tidak mengikuti ketentuan DPP nilai lain yang diatur di PMK 131/2024,” jelas Kring Pajak. (DDTCNews)

Dampak Pajak Minimum Global ke Industri Dana Pensiun

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat regulasi pajak minimum global (GloBE) yang diatur di dalam PMK 136/2024 tidak memiliki dampak khusus bagi industri dana pensiun.

Baca Juga: Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Melalui regulasi tersebut, pemerintah mengatur dana pensiun perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia menjadi entitas yang dikecualikan dari pengenaan pajak GloBE.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan dirinya memang belum mempelajari secara detail mengenai regulasi tersebut. Namun, kalau berbicara tentang dana pensiun maka dana kelolaan merupakan milik perusahaan dan pekerja untuk mempersiapkan masa pensiun dan selama ini sudah ada ketentuan pajaknya. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga: Hati-Hati! Penghapusan Sanksi Coretax Tidak untuk Semua Masa Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, restitusi, pengembalian pendahuluan, restitusi dipercepat, PPN, PMK 119/2024, pajak minimum global, faktur pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 26 Februari 2025 | 13:00 WIB
KELAS PAJAK MINIMUM GLOBAL (3)

Apa Dasar PMN Lampaui Batas Omzet Konsolidasi Pajak Minimum Global?

Rabu, 26 Februari 2025 | 10:30 WIB
LITERATUR PAJAK

Sumbang Pemikiran, DDTC Akhirnya Luncurkan Buku PPN Edisi Kedua

Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025

Kurs Pajak Terbaru: Tren Penguatan Rupiah atas Dolar AS Berlanjut

Rabu, 26 Februari 2025 | 06:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Godok Insentif Pajak Sesuai GloBE Rules, Kemenkeu Pertimbangkan QRTC

berita pilihan

Senin, 03 Maret 2025 | 17:05 WIB
BATU BARA DAN MINERAL

Harga Batu Bara Acuan Ditetapkan US$128,24 untuk Periode I Maret 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Bahlil Minta Kepala Daerah Tak Persulit Perizinan Migas

Senin, 03 Maret 2025 | 16:37 WIB
PERATURAN PERPAJAKAN

Aturan PPN Ditanggung Pemerintah atas Tiket Mudik, Download di Sini!

Senin, 03 Maret 2025 | 16:30 WIB
KANWIL DJP ACEH

Terbitkan Faktur Pajak Fiktif Rp3 Miliar, Tersangka Ditahan Kejaksaan

Senin, 03 Maret 2025 | 16:07 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Perlakuan Pajak bagi Pembayar Zakat di Berbagai Negara, Seperti Apa?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu BAPA dalam Audit Kepabeanan?

Senin, 03 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Tarif Jalan Tol Didiskon 20 Persen selama Mudik Lebaran, Ini Kata AHY

Senin, 03 Maret 2025 | 14:15 WIB
MINYAK KELAPA SAWIT

Harga Referensi Turun, Tarif Bea Keluar CPO US$124/MT di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:01 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertama dalam 25 Tahun, RI Deflasi Tahunan 0,09% di Februari 2025

Senin, 03 Maret 2025 | 14:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Bisa Tambah Jam Layanan Khusus untuk Terima SPT Tahunan