Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Pemerintahan Prabowo Perlu Strategi Mendasar untuk Perbaiki Tax Ratio

A+
A-
4
A+
A-
4
Pemerintahan Prabowo Perlu Strategi Mendasar untuk Perbaiki Tax Ratio

Founder DDTC Darussalam dalam seminar perpajakan bertajuk Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Pajak dan Kepastian Hukum di PKN STAN, Selasa (26/11/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia perlu strategi mendasar untuk memperbaiki kinerja tax ratio. Hingga 2023, angka tax ratio Indonesia masih sebesar 10,31%, jauh di bawah standar internasional menurut IMF, yakni minimal 15%. Angka tersebut menjadi batas ideal bagi Indonesia agar bisa secara mandiri membiayai pembangunannya.

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) juga mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan kinerja tax ratio yang relatif rendah. Tax ratio RI masih lebih rendah dari rata-rata 36 negara Asia, bahkan jauh di bawah negara-negara anggota OECD.

"Ini yang mestinya menjadi perhatian kita bersama. Tax ratio Indonesia relatif rendah, bahkan kalau dibandingkan dengan negara OECD, makin jauh ketertinggalan kita," ujar Founder DDTC Darussalam dalam seminar perpajakan bertajuk Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Pajak dan Kepastian Hukum di PKN STAN, Selasa (26/11/2024).

Baca Juga: Ada Kebijakan Tarif AS, Pemerintah Perlu Antisipasi Dampaknya ke Pajak

Jika dirunut ke belakang, sejak 2010, tax ratio Indonesia memang hanya berkutat di kisaran 9% sampai dengan 12%, kendati penerimaan pajak terus meningkat dari tahun ke tahun.

Tak cuma itu, rata-rata tax buoyancy Indonesia sejak 2010 hingga 2019 juga hanya sebesar 0,88, kurang dari 1. Kondisi tersebut memberi gambaran bahwa kinerja pengumpulan pajak tidak sebanding dengan kinerja perekonomian Tanah Air.

"Artinya apa? Kita tidak mampu mengambil bagian dari kenaikan PDB untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dari 1 kenaikan [PDB], kita hanya bisa ambil 0,88," ujar Darussalam.

Baca Juga: Perlu Justifikasi yang Tepat untuk Adakan Tax Amnesty Lagi

Selama ini, khususnya dalam satu dekade terakhir, pemerintah memang telah dan tengah menjalankan reformasi perpajakan yang mencakup 5 pilar pembenahan. Pembenahan tersebut menyentuh bidang sumber daya manusia (SDM), proses bisnis, organisasi, regulasi, dan teknologi informasi berbasis data.

Namun, tampaknya reformasi pajak yang sudah berlangsung tersebut perlu dibarengi dengan strategi mendasar untuk membenahi sistem pajak nasional. Ada 4 langkah yang disodorkan oleh Darussalam.

Pertama, pemerintah perlu mendesain ulang struktur penerimaan pajak. Pajak yang dikumpulkan pemerintah selama ini, jika dibedah secara sektoral berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, bakal terlihat bahwa masih terdapat beberapa sektor perekonomian yang masih kurang dipajaki.

Baca Juga: Pengkreditan Pajak Masukan PPN bagi PKP Belum Penyerahan atau Ekspor

Mari kita coba lihat kinerja pada 2022. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor usaha pertanian berkontribusi sekitar 12,4% bagi PDB. Namun demikian, berdasarkan data Kementerian Keuangan, pertanian hanya menyumbang 1,4% terhadap penerimaan pajak. Selain karena faktor informalitas (hard-to-tax sector), ada pengaruh fasilitas pajak untuk pertanian.

Kemudian, sektor usaha pertambangan yang berkontribusi 12,2% terhadap PDB, hanya menyumbang 8,3% dalam penerimaan pajak. Belum optimalnya penerimaan pajak sektor ini mengindikasikan adanya praktik penghindaran pajak serta dugaan maraknya pertambangan ilegal sehingga masuk dalam kelompok shadow economy.

Contoh lagi, sektor konstruksi yang berkontribusi hingga 9,8% dalam struktur PDB, ternyata hanya menyumbang 4,1% terhadap penerimaan pajak. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari faktor masih diberlakukannya skema pajak penghasilan (PPh) final pada sektor usaha konstruksi. Dalam konteks ini, ada policy gap layaknya pemberian fasilitas pajak pada sektor pertanian.

Baca Juga: Tingkatkan Penerimaan Pajak, Transaksi Tunai Harus Dibatasi

Untuk meningkatkan tax ratio, struktur penerimaan pajak perlu diperbaiki dengan cara mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang masih cenderung undertaxed tersebut.

Tak cuma itu, penerimaan pajak Indonesia juga masih lebih banyak ditopang oleh pajak penghasilan (PPh) badan. Sebaliknya, kontribusi orang pribadi terhadap PPh masih cenderung minim. Agar tax ratio Indonesia bisa naik, kontribusi wajib pajak orang pribadi perlu ditingkatkan.

"Kalau kita masih mengandalkan PPh badan, sementara yang selalu kita anut ketika melakukan komparasi adalah negara-negara OECD, ya tentu kita harus sepakat bahwa PPh orang pribadi harus menjadi ujung tombak," ujar Darussalam.

Baca Juga: DJP Tingkatkan Peran Unit Vertikal dalam Pelaksanaan Joint Program

Kedua, pemerintah perlu mendesain ulang pendekatan pemajakan. Maksudnya, pemajakan yang dianut pemerintah mestinya bergeser dari enforced compliance menuju cooperative compliance. Menurut Darussalam, banyak negara sudah meninggalkan upaya peningkatan kepatuhan pajak melalui enforcement.

Cooperative compliance tersebut, imbuh Darussalam, bisa terwujud melalui penyederhanaan sistem perpajakan dan peningkatan partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan pajak.

Ketiga, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan pajak agar sesuai dengan kacamata konsep pajak. Contoh, pemerintah perlu mengembalikan netralitas PPN dengan mengurangi beragam fasilitas pengecualian dan pembebasan yang berlaku saat ini.

Baca Juga: Kepada Dunia Usaha, Sri Mulyani Sebut Penerimaan Pajak Masih on Track

Menurut Darussalam, salah satu formula untuk meningkatkan penerimaan PPN adalah dengan menjaga netralitas PPN, yakni dengan meminimalisasi pengecualian pengenaan PPN.

"Awalnya semangat dari teman-teman DJP adalah memperkecil pengecualian PPN. Namun, ketika ini diusung, politiknya adalah kalau kebutuhan pokok tidak dikecualikan, ini akan jadi ramai," ujar Darussalam.

Menurut Darussalam, PPN seharusnya bisa tetap dikenakan terhadap kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat kecil sepanjang kebijakan tersebut dilengkapi dengan earmarking belanja. Lewat earmarking, PPN atas kebutuhan pokok akan langsung dikembalikan ke masyarakat melalui belanja pemerintah.

Baca Juga: Nasib Perpanjangan PPh Final UMKM, DJP Bilang Aturannya Masih Disusun

Keempat, pemerintah perlu mendesain ulang kelembagaan otoritas pajak. Menurut Darussalam, otoritas pajak memerlukan fleksibilitas dalam aspek penganggaran dan rekrutmen SDM.

Di banyak negara, otoritas pajak berhak untuk menggunakan anggaran sebesar persentase tertentu dari pajak yang sudah dikumpulkan otoritas. "Dari sisi SDM, perlu ada fleksibilitas untuk memanggil orang-orang terbaik di Indonesia untuk bisa bergabung ke lembaga pajak ini dengan remunerasi yang tidak kalah dengan yang ada di luar," ujar Darussalam.

Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya isu perpajakan di era pemerintahan Prabowo juga turut menjadi perhatian DDTC. Baru-baru ini, DDTC menerbitkan 5 buku terbaru yang dapat menjadi panduan bagi publik untuk belajar perpajakan dan memahami arah kebijakan ke depan.

Baca Juga: Pahami Isu PPN yang Kerap Jadi Sengketa, Jangan Lupa Daftar Hari Ini
  1. Buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional.
  2. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Navigating the Dynamics of Tax Regulations.
  3. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Menelusuri Dinamika Peraturan Perpajakan.
  4. Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.
  5. Buku DDTC Indonesian Transfer Pricing Manual (DDTC ITPM) 2024.

Untuk Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran, buku ini relevan diletakkan dalam konteks Kabinet Merah Putih. Terlebih, gagasan penulis menyentuh agenda perpajakan yang telah diusung Prabowo-Gibran dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat, 17 Program Prioritas, ataupun Asta Cita.

Buku tersebut juga merupakan hasil kolaborasi ahli dan profesi, mulai dari praktisi pajak, akademisi, aparatur sipil negara (ASN), konsultan pajak, wiraswasta, jurnalis, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Artinya, gagasan-gagasan kaya perspektif, baik dari sisi otoritas maupun wajib pajak sekarang dan masa depan.

Sebagai tambahan informasi, hingga saat ini, DDTC telah menerbitkan 28 buku. Rencananya, sampai dengan akhir 2024, DDTC akan melengkapinya menjadi 30 buku.

Baca Juga: Setoran Pajak Diklaim Membaik Meski Terkontraksi, Ini Kata Sri Mulyani

Tertarik untuk memiliki salah satu buku terbitan DDTC? Nah, dalam seminar yang diadakan di PKN STAN ini, DDTC juga membagikan 30 buku terbitan terbaru secara gratis! Ada 5 buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Menelusuri Dinamika Peraturan Perpajakan, 20 buku Konsep dan Aplikasi Pajak Penghasilani, dan 5 buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional.

Caranya, scroll berita ini ke bawah dan temukan kolom komentar. Kemudian, isikan komentar terbaik Anda mengenai topik yang didiskusikan dalam seminar Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam Rangka Meningkatkan Kepatuhan Pajak dan Kepastian Hukum ataupun komentar mengenai keseluruhan acara. (sap)

Baca Juga: Sri Mulyani Umumkan Penerimaan Pajak Kontraksi 18,1% hingga Maret 2025

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kampus, agenda pajak, PKN STAN, tax ratio, rasio pajak, tax buoyancy, penerimaan pajak, Darussalam

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Stiefanus Riardi

Selasa, 26 November 2024 | 11:10 WIB
Terima kasih atas materi yang telah disampaikan terkait keempat strategi serta langkah langkah untuk menaikkan tax ratio pajak di Indonesia. Saya berharap sebagai mahasiswa juga berkesempatan untuk dapat berkontribusi membantu wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan melakukan e ... Baca lebih lanjut

Milen

Selasa, 26 November 2024 | 11:08 WIB
Saya setuju dengan apa yang telah disampaikan Bapak Darussalam dalam pemaparan materi dan artikel diatas. Dalam hal upaya-upaya peningkatan tax ratio diatas, saya tertarik terhadap poin pertama. Bahwa pemerintah perlu melakukan kajian ulang terkait struktur penerimaan negara. OECD saat ini memasukka ... Baca lebih lanjut

Arief Budi Wardana

Selasa, 26 November 2024 | 11:03 WIB
Menyimak penjelasan Pak Darussalam jadi teringat dengan sebuah kata bijak "Insanity is doing the same thing over and over again and expecting different results"

SHAFA INANTRI AWENANG KHARISA

Selasa, 26 November 2024 | 11:03 WIB
Apresiasi kepada Bapak Darussalam dan tim DDTC atas materi yang sangat insightful. Mengingat tax ratio yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Untuk itu, penerimaan pajak dari sektor informal juga diperlukan intensifikasi demi memperluas basis pajak. Perlunya policy yang ... Baca lebih lanjut

29. Qurrotu A'yumina

Selasa, 26 November 2024 | 10:58 WIB
Materi yang disampaikan oleh narasumber yaitu Bapak Darussalam sangatlah informatif. Strategi mendasar yang disodorkan oleh Bapak Darussalam terkait pembenahan sistem pajak nasional juga sangat bermanfaat. Strategi berupa 4 langkah revolusioner pajak untuk meningkatkan tax ratio tersebut bisa menjad ... Baca lebih lanjut

tara

Selasa, 26 November 2024 | 10:57 WIB
Luthfie Putra Taradima DIII PAJAK Saya setuju dengan kolaboratif adalah kunci dalam peningkatan kepatuhan perpajakan. Akan tetapi, secara realistis hal tersebut akan menemukan banyak tantangan di lapangan. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah pe ... Baca lebih lanjut

Yuni Esra

Selasa, 26 November 2024 | 10:57 WIB
Pembahasan yang sangat menarik dan informatif. Topik utama terkait 4 langkah revolusioner pajak dikemas secara singkat dan sederhana. Pemerintah dan otoritas pajak ternyata perlu melihat kembali secara konseptual dan mendasar. Langkah-langkah ini membutuhkan dukungan dari banyak pihak dan tentunya m ... Baca lebih lanjut

Annisa Salsabila

Selasa, 26 November 2024 | 10:56 WIB
Pembahasan dalam kegiatan seminar konferensi perpajakan terkait tax ratio Indonesia sangat memberikan wawasan yang mendalam kepada para peserta. Saya sangat setuju dan juga menyayangkanl bahwa tax ratio Indonesia masih dalam kategori rendah. Sejalan dengan yang disampaikan oleh Pak Darussalam bahwa ... Baca lebih lanjut

Muhammad Ramadhan

Selasa, 26 November 2024 | 10:55 WIB
Artikel ini menarik karena mengangkat isu klasik tentang tax ratio Indonesia yang rendah, tapi tetap relevan banget di tengah tuntutan belanja negara yang terus meningkat. Kalau mau tax ratio naik, ya nggak cukup cuma ngomongin digitalisasi atau bikin sistem baru kayak coretax administration system. ... Baca lebih lanjut

Muhammad Yunus Chory

Selasa, 26 November 2024 | 10:50 WIB
Pentingnya strategi mendasar dalam pemerintahan Prabowo untuk memperbaiki tax ratio yang dibahas pada artikel ini sangat relevan dan insightful. Perspektif yang ditawarkan sangat bermanfaat khususnya mengenai empat langkah yang disampaikan oleh Bapak Darussalam untuk memperbaiki sistem perpajakan ya ... Baca lebih lanjut
1 2 3 4 >

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Maret 2025 | 10:21 WIB
CORETAX SYSTEM

Coretax Diperbaiki, DPR: Pembaruan Sistem Tak Boleh Munculkan Risiko

Rabu, 26 Maret 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

RI Raup Tambahan Rp944 T Jika Kepatuhan Diperbaiki, Insentif Dikurangi

Rabu, 26 Maret 2025 | 09:05 WIB
DDTC ACADEMY

Momentum Lebaran, DDTC Academy Bagikan Paket THR

Selasa, 25 Maret 2025 | 16:55 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT Exam Preparation Course

Persiapan Sertifikasi Pajak Internasional dan Transfer Pricing ADIT

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial