PER-8/PJ/2025 Resmi Cabut KEP-220/PJ./2002

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) secara resmi mencabut Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Pencabutan itu dilakukan melalui Perdirjen Pajak No. PER-8/PJ/2025.
Sebelumnya, KEP-220/PJ./2002 di antaranya mengatur batasan pembebanan biaya perolehan atau pembelian telepon seluler serta kendaraan yang dipergunakan pegawai tertentu, yaitu hanya sebesar 50% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan.
“Pada saat peraturan direktur jenderal ini mulai berlaku:...Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan... dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” bunyi Pasal 147 angka 26 PER-8/PJ/2025, dikutip pada Selasa (10/6/2025).
Dengan demikian, berlakunya PER-8/PJ/2025 sejak 21 Mei 2025 mencabut ketentuan yang diatur dalam KEP-220/PJ./2002. Secara lebih terperinci, KEP-220/PJ./2002 sempat menjadi dasar hukum pembebanan biaya atas 6 jenis pengeluaran perusahaan terkait dengan pemberian natura bagi pegawai.
Pertama, biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, perusahaan dapat membebankan biaya tersebut sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I.
Kedua, biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, perusahaan dapat membebankan biaya tersebut sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Ketiga, biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai. Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, biaya tersebut dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II.
Keempat, biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, mini bus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai. Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, biaya tersebut dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Kelima, biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, perusahaan dapat membebankan biaya tersebut sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II .
Keenam, biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya. Berdasarkan KEP-220/PJ./2002, perusahaan dapat membebankan biaya tersebut sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Sebenarnya, ketentuan pembatasan biaya yang dibebankan perusahaan sebesar 50% tersebut sudah tidak relevan semenjak berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Sebab, berlakunya UU HPP membuat perusahaan dapat membebankan seluruh biaya terkait dengan pemberian natura dan/atau kenikmatan kepada pegawai sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Perincian ketentuan pembebanan biaya atas pemberian natura dan/atau kenikmatan untuk pegawai juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2023.
Kedua beleid tersebut menegaskan perusahaan dapat membebankan biaya penggantian atau imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan untuk pegawai sebagai pengurang penghasilan bruto. Biaya tersebut dapat dikurangkan sepanjang memang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Dengan demikian, berlakunya UU HPP dan aturan turunannya membuat ketentuan dalam KEP-220/PJ./2002 tidak lagi berlaku. Hal ini lantaran UU HPP dan aturan turunannya tidak membatasi pembebanan biaya perolehan atau pembelian telepon seluler, pulsa, serta kendaraan yang dipergunakan pegawai tertentu.
Namun, UU HPP, PP 50/2022 dan PMK 66/2023 tidak secara eksplisit mencabut KEP-220/PJ./2002. Hal ini sempat menimbulkan kerancuan bagi sejumlah wajib pajak. Untuk itu, berlakunya PER-8/PJ/2025 menjadi legitimasi dicabutnya ketentuan dalam KEP-220/PJ./2002. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.