Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Review
Jum'at, 25 April 2025 | 15:45 WIB
REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA
Jum'at, 25 April 2025 | 11:45 WIB
REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA
Jum'at, 25 April 2025 | 11:11 WIB
REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA
Jum'at, 25 April 2025 | 09:30 WIB
KONSULTASI CORETAX
Komunitas
Kamis, 24 April 2025 | 15:10 WIB
STH INDONESIA JENTERA
Rabu, 23 April 2025 | 10:20 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Selasa, 22 April 2025 | 16:03 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Senin, 21 April 2025 | 11:38 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT Exam Preparation Course
Fokus
Reportase

Performa Coretax Lebih Stabil, Tapi Masih Riskan saat Transaksi Tinggi

A+
A-
0
A+
A-
0
Performa Coretax Lebih Stabil, Tapi Masih Riskan saat Transaksi Tinggi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Operasional coretax administration system diklaim stabil dalam 1 bulan terakhir. Keandalannya juga sudah jauh membaik jika dibandingkan dengan periode awal peluncuran. Namun, waktu tunggu atau latensi penggunaannya masih fluktuatif, bergantung pada volume transaksi.

Topik tentang coretax system ini menjadi salah satu sorotan media nasional pada hari ini, Kamis (24/4/2025).

DJP baru saja menerbitkan keterangan tertulis (KT-12/2025) yang isinya menjabarkan perkembangan terkini kinerja coretax system.

Baca Juga: Edukasi WP, Petugas Pajak Jelaskan Definisi Tiap-Tiap Kolom Buku Besar

Dalam laporan tersebut, DJP mengklaim performa coretax system stabil selama 24 Maret 2025 hingga 20 April 2025. Hanya saja, performa ini masih tertekan ketika volume transaksi sedang tinggi.

Dalam pengelolaan faktur pajak misalnya, coretax system sempat mencatatkan latensi tinggi selama 9,368 detik pada 15 April 2025. Kemudian, lama latensi per 18 April 2025 kembali turun menjadi 0,102 detik.

"Fluktuasi latensi [pengelolaan faktur pajak] terjadi juga dipengaruhi oleh peningkatan volume penerbitan faktur pajak," tulis DJP dalam keterangannya.

Baca Juga: Belajar dari US Tax Court, WP Tak Perlu Bayar Pajak di Muka

Lonjakan latensi juga terjadi untuk pengelolaan SPT Masa. DJP mencatat ada kenaikan latensi secara signifikan pada 26 Maret 2025, yakni mencapai 21,231 detik dan 30,1 detik pada 27 Maret 2025. Hari-hari tersebut memang menjelang libur panjang Lebaran.

"DJP terus melakukan penyempurnaan hingga latensi ditekan menjadi 0,00118 detik pada 19 April 2025," tulis Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.

Berjalan 4 bulan, penggunaan coretax system memang makin familiar bagi wajib pajak. Sampai dengan 20 April 2025 pukul 00.00 WIB, coretax system telah mengadministrasikan faktur pajak sejumlah 198,85 juta untuk masa pajak Januari, Februari, Maret, dan April 2025.

Baca Juga: "Perpindahan Pengadilan Pajak Mesti Berikan Transparansi dan Keadilan"

Coretax system juga telah mengadministrasikan bukti potong sejumlah 70.693.689 untuk masa pajak Januari, Februari, Maret, dan April 2025.

Selain informasi mengenai kinerja coretax system, ada pula bahasan lain yang juga menjadi sorotan media massa pada hari ini. Di antaranya, tertekannya prospek ekonomi akibat ketidakpastian global, momentum penyatuan atap Pengadilan Pajak, pengawasan terhadap kepatuhan material wajib pajak, hingga kebijakan relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Penyempurnaan Sistem Coretax

Memasuki bulan keempat implementasi coretax system, DJP menegaskan terus melakukan penyempurnaan sistem. Perbaikan sistem ini mencakup layanan pendaftaran, pengelolaan faktur pajak, pengelolaan bukti potong, pelaporan SPT Masa, pembayaran pajak, dan layanan perpajakan lainnya.

Baca Juga: Cara Bikin Billing PPh Final Pengalihan Hak Tanah/Bangunan di Coretax

Penyempurnaan pada sistem pengelolaan faktur pajak misalnya, DJP menyesuaikan validasi dan proses pembuatan faktur pajak, termasuk faktur pajak kode 07, nota retur, dan retur uang muka.

Kemudian pada pengelolaan bukti potong, DJP menyesuaikan skema impor bukti potong, baik bukti potong unifikasi maupun non-residen sehingga sesuai dengan data pembayaran yang sah. (DDTCNews, Kontan)

Prospek Ekonomi RI Tertekan

Ketidakpastian global yang dipicu kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bahkan, bisa juga menekan penyaluran kredit.

Baca Juga: Tekan Perkara Pajak yang Naik PK, Begini Usul Hakim Agung

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan dinamika kebijakan tarif resiprokal oleh AS meningkatkan ketidakpastian. Ini memicu peningkatan fragmentasi ekonomi global dan penurunan volume perdagangan dunia.

Kebijakan tarif AS akan berdampak secara langsung ke Indonesia. Dari jalur perdagangan, permintaan ekspor ke AS diperkirakan menurun seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. BI pun memprediksi pertumbuhan ekonomi RI pada 2025 bisa tertekan ke angka 4,7%. (Harian Kompas)

Penyatuan Atap Pengadilan Pajak, Tegakkan Keadilan

Pemindahan kewenangan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA) menjadi penanda dari dimulainya babak baru bagi badan peradilan khusus tersebut.

Baca Juga: Lapor SPT Tahunan Lewat Coretax Tahun Depan, WP Perlu Perhatikan Ini

Founder DDTC Darussalam mengatakan proses penyatuan atap perlu dipandang sebagai momentum untuk meningkatkan transparansi, keadilan, dan kepastian hukum di Pengadilan Pajak.

"Harapan kami dengan penyatuan atap ini Pengadilan Pajak menjadi lebih terang, transparan, adil, dan lebih memberikan kepastian kepada kami wajib pajak," ujar Darussalam dalam Diskusi dan Peluncuran Buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kemenkeu kepada MA. (DDTCNews)

TKDN Dievaluasi Sebelum Perang Tarif Trump

Pemerintah berencana mengatur ulang kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atas barang-barang asal Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Tingkatkan Kapasitas, DJP Komitmen Turunkan Jumlah Sengketa Uji Bukti

Deregulasi TKDN ini menjadi bahan satu bahan negosiasi pemerintah dengan AS terkait dengan rencana kebijakan tarif bea masuk resiprokal atas barang asal Indonesia. Menurut Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, evaluasi kebijakan TKDN sebetulnya sudah berjalan sejak awal 2025.

"Kemenperin sudah mulai melakukan mengevaluasi kebijakan TKDN sejak Januari 2025, sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif resiprokalnya awal April 2025," ujarnya dalam keterangan resmi. (DDTCNews)

WP Tak Wajib SPT Tetap Diawasi

DJP akan tetap melakukan pengawasan kepatuhan material kepada wajib pajak (WP) yang telah menyampaikan SPT Tahunan, termasuk WP yang sebetulnya tidak wajib lapor SPT.

Baca Juga: Validasi SSP PPh PHTB Lewat Coretax, Pakai Menu yang Mana?

Pada Laporan Kinerja DJP 2024 tercatat sebanyak 4,05 juta WP non-wajib SPT telah melaporkan SPT Tahunan 2023. Terhadap wajib pajak tersebut, DJP menyatakan tetap dilakukan pengawasan kepatuhan material.

"Tetap akan dilakukan pengawasan kepatuhan material," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.

Selain pengawasan kepatuhan material, Dwi menyampaikan pihaknya juga akan melakukan penggalian potensi pajak sesuai ketentuan yang berlaku terhadap 4,05 juta WP tersebut. (DDTCNews) (sap)

Baca Juga: Data Terintegrasi, Coretax Bisa Bantu DJP Deteksi WP ‘Nakal’

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, coretax, coretax system, faktur pajak, perekonomian Indonesia, TKDN, Pengadilan Pajak, kepatuhan material

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 23 April 2025 | 14:00 WIB
CORETAX SYSTEM

DJP Catat Ada 198 Juta Faktur Pajak yang Dibuat Lewat Coretax

Rabu, 23 April 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kemenperin: TKDN Mulai Dievaluasi Sebelum Ada Kebijakan Tarif AS

Rabu, 23 April 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

PMK Konsultan Pajak Direvisi, KKP Bakal Wajib Punya Izin Kantor

berita pilihan

Jum'at, 25 April 2025 | 20:01 WIB
EDUKASI PERPAJAKAN

Siap Hadir, Ngobrol Santai soal Perpajakan Lewat Program CUAKAP DDTC

Jum'at, 25 April 2025 | 19:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Ada Usul Trace and Track untuk Kendalikan Rokok Ilegal, Ini Kata DJBC

Jum'at, 25 April 2025 | 18:00 WIB
KOTA TANGERANG

Tambah Objek Retribusi, DPRD Setujui Revisi Perda Pajak Daerah

Jum'at, 25 April 2025 | 17:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

Belajar dari US Tax Court, WP Tak Perlu Bayar Pajak di Muka

Jum'at, 25 April 2025 | 16:30 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Cegah Koreksi Fiskal, WP Badan Perlu Siapkan TP Doc Sebelum Lapor SPT

Jum'at, 25 April 2025 | 16:07 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:

"Perpindahan Pengadilan Pajak Mesti Berikan Transparansi dan Keadilan"

Jum'at, 25 April 2025 | 15:45 WIB
REPORTASE DDTC DARI SINGAPURA

Menyoroti Peran Pajak dalam Mendorong Inisiatif ESG

Jum'at, 25 April 2025 | 15:30 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

DJP Ajak WP Manfaatkan Layanan Asistensi Lapor SPT Lewat Pojok Pajak

Jum'at, 25 April 2025 | 15:00 WIB
PENGADILAN PAJAK

Tekan Perkara Pajak yang Naik PK, Begini Usul Hakim Agung