Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Apa Strategi yang Perlu Disiapkan untuk Pelaporan SPT PPh Badan 2024?

A+
A-
5
A+
A-
5
Apa Strategi yang Perlu Disiapkan untuk Pelaporan SPT PPh Badan 2024?

Manajer of DDTC Consulting Erika dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025 di Cikarang, Rabu (26/2/2025). 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak mulai perlu menyiapkan strategi untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, khususnya tahun pajak 2024. Hal ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Lantas catatan-catatan apa yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak? Pertama, mekanisme pelaporan SPT Tahunan 2024 yang sebenarnya masih menggunakan pattern lama, yakni e-filing dan e-form.

"Ada yang berubah tidak tentang pelaporan SPT Tahunan? Sebenarnya, baik untuk orang pribadi dan badan masih sama dengan tahun sebelumnya. Jadi tidak perlu pusing untuk menggunakan coretax dalam pelaporan SPT Tahunan," kata Manajer of DDTC Consulting Erika dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025 di Cikarang, Rabu (26/2/2025).

Baca Juga: PKP BPHT Mau Beralih ke Tarif PPN Umum, Pemberitahuan Bisa Via Coretax

Kedua, wajib pajak perlu mencermati ketentuan-ketentuan yang akan memengaruhi pemenuhan laporan SPT Tahunan, terutama bagi wajib pajak badan. Ada dua ketentuan yang perlu disorot, yakni PMK 66/2023 yang mengatur tentang pengenaan PPh atas natura dan kenikmatan serta PMK 72/2023 yang mengatur tentang penyusutan dan amortisasi.

Dalam praktik operasional, pemberian natura dan kenikmatan merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya.

"Dulu biasanya, sudah dihitung belum PPh Pasal 21-nya Sekarang kita tidak melihat apakah sudah kena PPh Pasal 21 atau belum, atau apakah perlu dikoreksi atau tidak," kata Erika.

Baca Juga: Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax

Pada beberapa diskursus, Erika melanjutkan, pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan perlakuan pajak antara kompensasi yang diterima tunai dan nontunai oleh karyawan.

Pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan dipandang dapat memastikan sistem pajak yang netral antara pemberi kerja dan karyawan.

Dalam kaitannya antara strategi pelaporan SPT Tahunan PPh badan dan pemajakan atas natura, wajib pajak badan perlu menyiapkan dan melampirkan daftar nominatif dalam pelaporan SPT Tahunan PPh.

Baca Juga: Insentif Kepabeanan Terealisasi Rp1,33 Triliun pada Kuartal I/2025

Daftar nominatif atas biaya pemberian natura dan kenikmatan meliputi biaya imbalan sehubungan dengan jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan dan biaya imbalan sehubungan dengan pekerja yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.

"Karena ada konsekuensi ketika daftar nominatif tidak di-submit, petugas pajak akan mencocokkannya dengan penghasilan bruto. Kalau ada selisih, biasanya akan sulit dijelaskan kalau tidak dilampirkan daftar nominatif ini. Selisih biasanya akan langsung dilakukan koreksi fiskal oleh petugas pajak," kata Erika.

Selain itu, wajib pajak juga perlu memahami kriteria biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) agar terhindar dari sengketa dan kesalahan interpretasi dalam praktik di lapangan.

Baca Juga: Finally! By the End of July, Coretax Will Be Bug-Free

Pada prinsipnya, biaya penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Kemudian, ketentuan pajak yang perlu menjadi catatan wajib pajak adalah ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi melalui PMK 72/2023. Pada prinsipnya, beleid ini merupakan tools DJP untuk menyesuaikan dengan Pernyataan Standar

"Aturan perpajakan yang sebelumnya ada banyak PMK, digabung jadi satu ke PMK 72/2023," kata Erika.

Baca Juga: Akhirnya! Akhir Juli Coretax Bakal Bebas dari Gangguan Sistem

Ada beberapa poin pengaturan dalam PMK 72/2023. Soal penyusutan, dilakukan atas harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara (3M) penghasilan. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus ataupun saldo menurun (khusus selain bangunan).

Masa manfaat harta berwujud tetap sama dengan pengaturan sebelumnya, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun.

Sementara untuk bangunan, yakni bangunan permanen selama 20 tahun dan tidak permanen selama 10 tahun. Pengaturan baru terdapat pada masa manfaat harta berupa bangunan permanen.

Baca Juga: IMF Dorong Negara Fokus Reformasi Pajak di Tengah Gejolak Tarif AS

Selain itu, pemerintah juga memberikan kepastian hukum terkait dengan biaya perbaikan. Pasal 7 PMK 72/2023 menegaskan bahwa biaya perbaikan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan.

Selanjutnya, mengenai amortisasi, dilakukan atas harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dimiliki atau digunakan untuk 3M. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

Masa manfaat untuk amortisasi tetap sama, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Pengaturan baru terdapat pada harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.

Pasal 9 ayat (4) PMK 72/2023 mengatur bahwa apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, wajib pajak kini bisa memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak. (sap)

Baca Juga: Demi Tip Bebas Pajak, Trump Ingin Naikkan Tarif PPh Orang Kaya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : DDTC Exclusive Gathering 2025, isu perpajakan, update terkini isu perpajakan, isu pajak, reformasi pajak, coretax, SPT Tahunan, Erika

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 07 Mei 2025 | 13:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sistem Lama Masih Dipakai Meski Ada Coretax, DJP Bilang Begini ke DPR

Rabu, 07 Mei 2025 | 12:30 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Dirjen Pajak: Orang Pribadi yang Lapor SPT Tahunan Turun 1,2 Persen

Rabu, 07 Mei 2025 | 12:20 WIB
CORETAX SYSTEM

DJP Akan Perbaiki Semua Bug Coretax, Paling Lambat Juli 2025

Selasa, 06 Mei 2025 | 19:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

DJP Akan Teliti SPT Tahunan PPh yang Masuk, Apa Saja yang Dilihat?

berita pilihan

Minggu, 11 Mei 2025 | 17:22 WIB
KONGRES AKP2I

Ketua Umum AKP2I Suherman Dukung Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Minggu, 11 Mei 2025 | 15:35 WIB
KONGRES AKP2I

Suherman Saleh Terpilih sebagai Ketua Umum AKP2I periode 2025 - 2030

Minggu, 11 Mei 2025 | 15:00 WIB
BEA CUKAI JATENG DIY

Lagi-Lagi Rokok Ilegal, Diangkut Truk dan Ditutupi Air Mineral Kemasan

Minggu, 11 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

UMKM Ini Bingung Kode Billing Ditolak, Ternyata Omzet Belum Rp500 Juta

Minggu, 11 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi, Ini Kriteria Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Minggu, 11 Mei 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN MONETER

Rupiah Melemah, Cadangan Devisa RI Turun Hampir US$5 Miliar

Minggu, 11 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Layanan yang Diberikan oleh Kring Pajak

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:30 WIB
KOTA PEKANBARU

Disokong PBJT dan Opsen PKB, Realisasi PAD Capai Rp320 Miliar

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP: 3.794 WP Ajukan Pengurangan Angsuran PPh 25 pada 2024