Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Apa Strategi yang Perlu Disiapkan untuk Pelaporan SPT PPh Badan 2024?

A+
A-
5
A+
A-
5
Apa Strategi yang Perlu Disiapkan untuk Pelaporan SPT PPh Badan 2024?

Manajer of DDTC Consulting Erika dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025 di Cikarang, Rabu (26/2/2025). 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak mulai perlu menyiapkan strategi untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, khususnya tahun pajak 2024. Hal ini berlaku bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan.

Lantas catatan-catatan apa yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak? Pertama, mekanisme pelaporan SPT Tahunan 2024 yang sebenarnya masih menggunakan pattern lama, yakni e-filing dan e-form.

"Ada yang berubah tidak tentang pelaporan SPT Tahunan? Sebenarnya, baik untuk orang pribadi dan badan masih sama dengan tahun sebelumnya. Jadi tidak perlu pusing untuk menggunakan coretax dalam pelaporan SPT Tahunan," kata Manajer of DDTC Consulting Erika dalam DDTC Exclusive Gathering: Addressing Tax Challenges, Optimizing Business in 2025 di Cikarang, Rabu (26/2/2025).

Baca Juga: WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Kedua, wajib pajak perlu mencermati ketentuan-ketentuan yang akan memengaruhi pemenuhan laporan SPT Tahunan, terutama bagi wajib pajak badan. Ada dua ketentuan yang perlu disorot, yakni PMK 66/2023 yang mengatur tentang pengenaan PPh atas natura dan kenikmatan serta PMK 72/2023 yang mengatur tentang penyusutan dan amortisasi.

Dalam praktik operasional, pemberian natura dan kenikmatan merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya.

"Dulu biasanya, sudah dihitung belum PPh Pasal 21-nya Sekarang kita tidak melihat apakah sudah kena PPh Pasal 21 atau belum, atau apakah perlu dikoreksi atau tidak," kata Erika.

Baca Juga: Airlangga Jamin Impor Pangan dari AS Tak Ganggu Agenda Swasembada

Pada beberapa diskursus, Erika melanjutkan, pengenaan pajak atas natura dan/atau kenikmatan dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan perlakuan pajak antara kompensasi yang diterima tunai dan nontunai oleh karyawan.

Pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan dipandang dapat memastikan sistem pajak yang netral antara pemberi kerja dan karyawan.

Dalam kaitannya antara strategi pelaporan SPT Tahunan PPh badan dan pemajakan atas natura, wajib pajak badan perlu menyiapkan dan melampirkan daftar nominatif dalam pelaporan SPT Tahunan PPh.

Baca Juga: Konsultan Pajak Siap-Siap! Laporan Tak Lagi Tahunan, Tapi Bulanan

Daftar nominatif atas biaya pemberian natura dan kenikmatan meliputi biaya imbalan sehubungan dengan jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan dan biaya imbalan sehubungan dengan pekerja yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.

"Karena ada konsekuensi ketika daftar nominatif tidak di-submit, petugas pajak akan mencocokkannya dengan penghasilan bruto. Kalau ada selisih, biasanya akan sulit dijelaskan kalau tidak dilampirkan daftar nominatif ini. Selisih biasanya akan langsung dilakukan koreksi fiskal oleh petugas pajak," kata Erika.

Selain itu, wajib pajak juga perlu memahami kriteria biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M) agar terhindar dari sengketa dan kesalahan interpretasi dalam praktik di lapangan.

Baca Juga: Respons Tarif AS, Pengusaha Perlu Diberi Insentif Pajak dan Subsidi

Pada prinsipnya, biaya penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak oleh pemberi kerja atau pemberi imbalan atau penggantian sepanjang merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Kemudian, ketentuan pajak yang perlu menjadi catatan wajib pajak adalah ketentuan mengenai penyusutan dan amortisasi melalui PMK 72/2023. Pada prinsipnya, beleid ini merupakan tools DJP untuk menyesuaikan dengan Pernyataan Standar

"Aturan perpajakan yang sebelumnya ada banyak PMK, digabung jadi satu ke PMK 72/2023," kata Erika.

Baca Juga: Tekstil Indonesia Bisa Kena Bea Masuk 47%, Airlangga Minta AS Turunkan

Ada beberapa poin pengaturan dalam PMK 72/2023. Soal penyusutan, dilakukan atas harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara (3M) penghasilan. Penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus ataupun saldo menurun (khusus selain bangunan).

Masa manfaat harta berwujud tetap sama dengan pengaturan sebelumnya, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun.

Sementara untuk bangunan, yakni bangunan permanen selama 20 tahun dan tidak permanen selama 10 tahun. Pengaturan baru terdapat pada masa manfaat harta berupa bangunan permanen.

Baca Juga: Negosiasi Tarif Bea Masuk, RI Siap Impor Migas dan Produk Pertanian AS

Selain itu, pemerintah juga memberikan kepastian hukum terkait dengan biaya perbaikan. Pasal 7 PMK 72/2023 menegaskan bahwa biaya perbaikan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun dikapitalisasi pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud dan dibebankan melalui penyusutan.

Selanjutnya, mengenai amortisasi, dilakukan atas harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dimiliki atau digunakan untuk 3M. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu.

Masa manfaat untuk amortisasi tetap sama, yakni kelompok 1 selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun. Pengaturan baru terdapat pada harta tak berwujud dengan masa manfaat lebih dari 20 tahun.

Pasal 9 ayat (4) PMK 72/2023 mengatur bahwa apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, wajib pajak kini bisa memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan wajib pajak. (sap)

Baca Juga: Faktur Pajak Masukan Tidak Muncul di Coretax WP OP, Apa Solusinya?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : DDTC Exclusive Gathering 2025, isu perpajakan, update terkini isu perpajakan, isu pajak, reformasi pajak, coretax, SPT Tahunan, Erika

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 15 April 2025 | 10:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Industri Belum Siap, Trump Tunda Bea Masuk 25 Persen atas Impor Mobil

Selasa, 15 April 2025 | 06:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Laporan Konsultan Pajak Bakal Jadi Bulanan, Sistem Baru Disiapkan

Senin, 14 April 2025 | 16:07 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Telat Lapor SPT Tahunan? Dendanya Tunggu Surat Tagihan Pajak Terbit

Senin, 14 April 2025 | 11:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Elektronik Tak Kena Bea Masuk Resiprokal, AS Bilang Cuma Sementara

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial