Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

Bila Kekuatan Besar Menyatu

A+
A-
2
A+
A-
2
Bila Kekuatan Besar Menyatu

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. (Foto: republicworld.com)

PRESIDEN Komisi Eropa Ursula von der Leyen akhirnya bisa tersenyum lebar. Setelah melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden awal Maret 2021 lalu, kepada pers ia menyampaikan ada banyak kabar baik yang diperoleh dari ‘kawan kita di Gedung Putih’.

Ursula mengaku keduanya telah sepakat menangguhkan semua tarif dalam sengketa Airbus-Boeing untuk 4 bulan. AS dan Eropa juga sepakat bekerja sama dalam penanganan pandemi, mengaktifkan Perjanjian Paris, dan meningkatkan kerja sama mendukung demokrasi, stabilitas, dan kemakmuran.

Senyum lebar Ursula tentu penting bagi lanskap politik dan ekonomi global. Maklum, dalam 4 tahun terakhir pada masa pemerintahan Donald Trump, AS dan Eropa terus bersitegang. Pandemi Covid-19 yang menghantam dunia juga tidak bisa menyatukan mereka.

Baca Juga: Trump Siapkan Bea Masuk 25 Persen atas Impor Barang dari Uni Eropa

Konflik antara keduanya bahkan terus melebar, mulai dari perdagangan, pajak, pertahanan, teknologi, juga hubungan luar negeri. Namun, kini, ada harapan besar situasi tersebut akan berangsur normal. “Kini sudah waktunya kami terhubung kembali,” tambah Ursula.

Begitupun setelah pekan lalu Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) menerbitkan dokumen berjudul The Made in America Tax Plan. Dokumen ini berisi sejumlah rencana kebijakan perpajakan yang akan dilakukan Presiden AS Joe Biden selama masa pemerintahannya.

Dokumen itu menyebut Pemerintah AS akan menciptakan iklim yang kompetitif, menghapuskan praktik profit shifting, mencegah perang tarif pajak, dan menciptakan kebijakan perpajakan yang mendukung perkembangan energi terbarukan serta ramah lingkungan.

Baca Juga: AS Tarik Diri, Redesain Aturan Pajak Minimum Global Kian Urgen

Tak lama setelah dokumen itu terbit, hampir seluruh negara besar di daratan Eropa mendukungnya, termasuk beberapa negara tax haven seperti Belanda, Luksemburg—meski secara diplomatik karena mereka harus mengakui akan ada pukulan besar terhadap negaranya.

Menteri Keuangan Belanda Hans Vijlbrief mengatakan rencana Biden adalah langkah besar untuk menemukan solusi global dan mengembangkan aturan yang efektif. Menteri Keuangan Luksemburg Pierre Gramegna, seperti dilansir ft.com, mengatakan inisiatif AS akan membantu menciptakan lapangan bermain global.

Sementara negara tax haven lain di Eropa seperti Siprus dan Malta masih belum berkomentar, Irlandia, yang tarif pajaknya sebesar 12,5% sejak 2003 telah menarik ratusan perusahaan AS ke sebuah pulau di ujung Eropa, bersuara berbeda.

Baca Juga: AS Kenakan Bea Masuk 25 Persen atas Baja, Uni Eropa Siapkan Balasan

Menteri Keuangan Irlandia Paschal Donohoe mengatakan negara-negara kecil seperti Irlandia harus dapat menggunakan kebijakan pajak sebagai pendorong yang sah untuk mengompensasi keuntungan skala, sumber daya dan lokasi yang dinikmati oleh negara-negara yang lebih besar.

Ia mengatakan Irlandia akan kehilangan €2 miliar penerimaan pajaknya pada 2025 karena reformasi pajak global. “Dalam setiap pembicaraan dengan AS dan OECD, kami akan pertahankan persaingan pajak yang sah dalam aturan yang adil dan berkelanjutan,” katanya seperti dilansir politico.eu.

Di lain pihak, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) yang bermarkas di Paris juga menyambut hangat proposal pajak Biden. Proposal itu diyakini akan mengubah posisi AS dalam pencapaian konsensus global pemajakan ekonomi digital yang ditarget rampung paruh tahun ini.

Baca Juga: Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Terlihat, ketika kekuatan politik global sudah menyatu, muncul harapan besar akan pemulihan ekonomi yang lebih agresif pascapandemi—seperti dikonfirmasi International Monetary Fund yang awal April ini menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 6% dari sebelumnya 5,5% dan 5,2%.

Sikap Indonesia
SENADA dengan sikap negara-negara Eropa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Presiden Biden akan membawa angin segar bagi tercapainya konsensus global pemajakan ekonomi digital. Dengan demikian, Indonesia bisa menarik pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital asing.

“Kami berharap sekarang sudah ada pemerintahan baru yang lebih dalam hal ini percaya pada cooperation secara multilateral dan bersama-sama, tidak unilateral, kami berharap itu akan tercapai,” katanya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (1/2/2021).

Baca Juga: Bukan Warga Uni Eropa, Rumah yang Dibeli di Negara Ini Kena Pajak 100%

Adapun konsensus pajak digital dalam pembahasan Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion rencananya digelar paruh 2021, setelah sejak 2019 lalu tidak mencapai mufakat. Posisi AS, sebagai negara adidaya, sangat menentukan dalam negosiasi tersebut.

Beberapa kali, AS tiba-tiba memilih mundur dari komitmen inclusive framework yang beranggotakan 137 negara. Permasalahan AS adalah masalah pembagian PPh perusahaan digital terhadap seluruh negara yang memberikan manfaat ekonomi dan atas kedudukan badan usaha di suatu negara.

Karena belum adanya konsensus itulah, Pemerintah Indonesia memilih tidak mengenakan PPh dengan melakukan aksi unilateral seperti Indi atau Prancis, tetapi hanya mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Penerapan PPN yang merupakan pajak atas konsumen tentu lebih mudah daripada PPh.

Baca Juga: Hingga 27%, Ini Daftar Tarif di Kawasan Awal Diterapkannya PPN

“Kalau nanti di G20 akan ada presidennya dan tahun depan Indonesia jadi tuan rumah atau presiden, kami fokusnya bagaimana digital taxation bisa tercapai. Kami tahu sekarang ini semua saling lihat, kalau kita mengekspos suatu pajak digital, kita bisa kena retaliasi,” ujarnya.

Harapan Sri Mulyani bisa terwujud, tetapi bisa tidak. Proposal pajak Biden masih harus menghadapi tantangan lain: Politik dalam negeri. Tidak ada orang yang rela pajaknya dinaikkan. Saat kekuatan ini menyatu dengan partai politik di AS, boleh jadi rencana Biden berantakan. Itu yang perlu diingat. (Bsi)

Baca Juga: Konsensus Pilar 1 Tak Kunjung Tercapai, Italia Usulkan DST se-Eropa

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : proposal pajak Biden, The Made in America Tax Plan, kebijakan pajak Biden, Uni Eropa, tax haven

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 26 Agustus 2023 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Bertemu Lagi dengan Uni Eropa, RI Bakal Kebut Penyelesaian IEU-CEPA

Senin, 17 Juli 2023 | 10:30 WIB
KERJA SAMA PERDAGANGAN

Putaran ke-15 IEU-CEPA Rampung, Indonesia dan Eropa Sepakati Ini

Minggu, 11 Juni 2023 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Uni Eropa Bersiap Terapkan CBAM dan EUDR, Ini Dampaknya buat Indonesia

berita pilihan

Sabtu, 01 Maret 2025 | 15:00 WIB
KEPATUHAN PAJAK

Biar Lapor SPT Tahunan Lancar, Coba Ikuti Saran dari DJP Ini

Sabtu, 01 Maret 2025 | 14:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

AS Pungut Bea Masuk 25% Atas Barang China, Kanada-Meksiko Diminta Ikut

Sabtu, 01 Maret 2025 | 12:30 WIB
DANANTARA

ASN Siap-Siap! Bisa Dimutasi Jadi Pegawai Danantara

Sabtu, 01 Maret 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Pungutan Pajak dalam Konser Musik

Sabtu, 01 Maret 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Klaim Makan Bergizi Gratis Sudah Diterima 2 Juta Anak

Sabtu, 01 Maret 2025 | 08:30 WIB
PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Ada Opsen, Penerimaan Pajak Kendaraan Kepri Susut Rp10 Miliar