Menunggu Kemanjuran Stimulus Rp24 Triliun untuk Dorong Konsumsi

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah kembali menggelontorkan paket kebijakan stimulus ekonomi untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Nilainya, Rp24,44 triliun. Stimulus ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi RI kuartal II/2025 di kisaran 5%.
Topik tentang stimulus ekonomi ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (3/6/2025).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjabarkan paket stimulus ekonomi ini terdiri atas 5 kebijakan. Pertama, diskon transportasi yang terdiri dari diskon tiket kereta sebesar 30%, diskon tiket angkutan laut sebesar 50%, dan fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 6% atas tiket pesawat.
Kedua, pemerintah akan memberikan diskon tarif tol selama bulan Juni dan Juli 2025 guna meningkatkan aktivitas perjalanan. Diskon tarif tol yang diberikan selama 2 bulan tersebut adalah sebesar 20%.
Ketiga, pemerintah akan mempertebal bantuan sosial dengan menambah bantuan kartu sembako senilai Rp200.000 per bulan dan bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kg per bulan. Bantuan ini akan diberikan pada Juni dan Juli.
Keempat, pemerintah akan memberikan bantuan subsidi upah senilai Rp300.000 per bulan kepada 17,3 juta pekerja dengan gaji kurang dari 3,5 juta per bulan atau di bawah upah minimum.
Kelima, pemerintah akan memberikan memperpanjang diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar 50% selama 6 bulan bagi 2,7 juta pekerja di 6 subsektor industri padat karya.
Di tengah guyuran stimulus tersebut, Harian Kontan dalam headline-nya hari ini mengingatkan bahwa strategi ini bisa sekadar mendorong konsumsi dalam jangka pendek. Pemerintah perlu memastikan ketersediaan lapangan pekerjaan, mengingat saat ini tengah berlangsung gelombang PHK dan banyak pekerja yang pindah dari sektor formal ke informal.
Selain kabar mengenai peluncuran stimulus ekonomi, ada pula beberapa ulasan yang diangkat oleh media massa pada hari ini. Di antaranya, alasan di balik batalnya diskon tarif listrik, ketentuan mengenai faktur pajak bagi pedagang eceran, diakomodasinya pemberitahuan pembukuan menggunakan bahasa Inggris, hingga ketentuan perpajakan atas barang bawaan penumpang.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnnya.
Alasan Diskon Listrik Batal
Pemerintah batal memberikan diskon tarif listrik sebesar 50%, yang sebelumnya direncanakan akan diberikan kepada sekitar 79,3 juta rumah tangga dengan voltase dari 1.300 VA ke bawah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyusunan anggaran untuk insentif diskon tarif listrik memerlukan waktu lebih panjang. Sementara itu, pemerintah berencana menggulirkan paket stimulus ekonomi mulai dari Juni hingga Juli 2025.
"Untuk pelaksanaan diskon listrik ternyata proses penganggarannya jauh lebih lambat sehingga kalau kita tujuannya [memberikan insentif] Juni dan Juli, kita memutuskan tidak bisa dijalankan," katanya. (DDTCNews)
Faktur Pajak Lengkap untuk BKP/JKP Tertentu
Pengusaha Kena Pajak (PKP) pedagang eceran wajib membuat faktur pajak lengkap (e-faktur) atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) tertentu.
Merujuk pada Pasal 55 ayat (1) PER-11/PJ/2025, faktur pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (2) dan ayat (3).
“BKP tertentu ... meliputi: angkutan darat berupa kendaraan bermotor; angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht; angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara; tanah dan/atau bangunan; dan senjata api dan/atau peluru senjata api,” bunyi pasal 55 ayat (2). (DDTCNews)
Aturan Perpajakan Atas Barang Bawaan
PMK 34/2025 turut mempertegas ketentuan perpajakan atas impor barang bawaan penumpang dari luar negeri.
Pemerintah selama ini telah mengatur pemberian pembebasan bea masuk atas barang pribadi bawaan penumpang yang memiliki nilai pabean hingga FOB US$500. Melalui PMK 34/2025, ditegaskan atas barang bawaan yang mendapatkan pembebasan bea masuk tersebut juga tidak dipungut PPN atau PPnBM serta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.
"Barang pribadi penumpang yang diberikan pembebasan bea masuk ..., berlaku ketentuan: a. tidak dipungut PPN atau PPnBM; dan dikecualikan dari pemungutan PPh," bunyi Pasal 12 ayat (5) PMK 34/2025. (DDTCNews)
Format Induk dan Lampiran SPT Masa PPh Unifikasi
Peraturan dirjen pajak PER-11/PJ/2025 turut mengubah format induk dan lampiran SPT Masa PPh Unifikasi.
Merujuk pada pasal 22 ayat (1), SPT Masa PPh Unifikasi kini terdiri dari induk dan 3 lampiran, yakni Formulir Daftar I - Daftar Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Berformat Standar, Formulir Daftar II - Daftar PPh yang Disetor Sendiri dan/atau Disetor secara Digunggung, dan Formulir Lampiran I - Daftar Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Berformat Standar.
"SPT Masa PPh Unifikasi…: dibuat sesuai contoh format; dan diisi sesuai petunjuk pengisian, sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perdirjen ini," bunyi pasal 22 ayat (4). (DDTCNews)
Pembukuan Berbahasa Inggris via Coretax
Wajib pajak yang hendak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan menggunakan bahasa Inggris dengan tetap memakai satuan mata uang rupiah harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP.
Kini, pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan bahasa tersebut bisa disampaikan secara online melalui coretax administration system. Ketentuan teranyar ini dimuat dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-8/PJ/2025.
"Wajib Pajak ... menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang rupiah kepada direktur jenderal pajak secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak atau contact center," bunyi Pasal 17 ayat (1) PER-8/PJ/2025. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.