Tak Bayar Pajak, Homestay Dituding Jadi Penyebab Okupansi Hotel Rendah

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menilai okupansi atau tingkat keterisian kamar hotel di Kota Yogyakarta tidak optimal akibat keberadaan homestay dan indekos harian dengan harga murah.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eriyanto menilai homestay dan kos harian mampu menawarkan harga sewa kamar lebih rendah karena tidak membayar pajak hotel. Selain itu, homestay dan penginapan harian juga tidak dibebankan biaya sertifikasi hospitality sebagaimana ada pada setiap hotel.
“Kos yang harusnya [disewa] bulanan jadi harian, [rumah] yang harusnya untuk rumah tinggal disewakan [menjadi homestay]. Itu perlu ada penertiban. Kosan itu aturannya itu tidak boleh dijual [disewakan] harian,” katanya, dikutip pada Senin (16/6/2025).
Deddy mendorong agar Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menertibkan homestay dan kos yang menyewakan kamar tanpa dikenai pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa perhotelan (dulu disebut) pajak hotel.
Menurutnya, homestay dan penginapan harian yang tidak memungut pajak dapat membandrol harga sewa kamar lebih rendah dibandingkan dengan hotel. Alhasil, keberadaan homestay dan penginapan harian tersebut membuat okupansi hotel menurun.
Ia menuturkan okupansi hotel di Kota Yogyakarta belakangan tidak optimal. Misal, okupansi hotel di Kota Yogyakarta hanya mencapai 20%-40% pada momentum libur panjang Iduladha. Capaian tersebut lebih rendah dari target yang ditetapkan sekitar 70%.
Selain itu, Deddy menilai okupansi hotel selama libur sekolah tahun ini juga tidak terlalu tinggi. Pihaknya menargetkan okupansi hotel mencapai 75%, tetapi reservasi hotel sejauh ini masih berkisar 20%-30%.
“Mengapa kok turun [okupansi kamar hotel]? Karena banyak homestay tidak berizin dan [tidak] membayar pajak, kosan harian di Kota Jogja banyak. Itu berpengaruh signifikan,” katanya, dilansir jogjapolitan.harianjogja.com. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.