Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Begini Cara Google Hindari Pajak

A+
A-
1
A+
A-
1
Begini Cara Google Hindari Pajak

MALANG, DDTCNews – Tidak hanya di Indonesia, aksi Google menghindari pajak juga dilakukan di negara asalnya, Amerika Serikat. Lantas, bagaimana sebenarnya cara Google dapat menghindar dari segala kewajiban perpajakannya?

Pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyatakan Google selama ini memanfaatkan celah sistem perpajakan di negara lain. Google memilih berada di negara yang memberikan tarif pajak rendah atau memberikan berbagai fasilitas pajak yang menguntungkan.

"Kalau kita belajar international tax planning, pajak itu diibaratkan air. Dia mengalir di negara-negara yang memberikan tarif pajak rendah dan atau ke negara yang memberi berbagai fasilitas pajak," katanya dalam acara media gathering Direktorat Jenderal Pajak di Malang, Jumat (14/10).

Baca Juga: Trump Siapkan Retaliasi terhadap Negara yang Terapkan Pajak Digital

Meski Google didirikan di California, Amerika Serikat, tambah Darussalam, perusahaan ini juga mendirikan usaha di Irlandia, Belanda, dan Singapura. Penghasilan yang diperolehnya pun tersebar dari negara satu ke negara lain.

Di Negeri Paman Sam, penghasilan Google mencapai US$38 miliar dan keuntungannya mencapai US$10 miliar. Tarif pajak yang seharusnya dikenakan ke Google adalah 35%. "Tapi dengan skema tax planning, dia cukup membayar 2,2% saja. Jadi dia dapat menghemat 32,8%," jelasnya.

Double Irish Dutch Sandwich Ala Google

Baca Juga: Tantangan Pemajakan Ekonomi Digital di Lintas Yurisdiksi, Seperti Apa?

Untuk mendapatkan tarif pajak yang minim tersebut, Darussalam mengatakan Google menggunakan skema 'double Irish with Dutch sandwich' dengan mendirikan perusahaan di Irlandia. Irlandia sendiri dipilih karena tarif pajaknya rendah.

Tidak hanya itu, Google juga mendirikan perusahaan lagi di negara Bermuda. Hal ini dilakukan karena berdasarkan sistem perpajakan di Irlandia, perusahaan yang dapat menjadi subjek pajak adalah jika efektif manajemen dari perusahaan tersebut berada di Irlandia.

Oleh sebab itu, Google memutuskan perusahaan yang dibangunnya di Bermuda akan dijadikan efektif manajemen dari Google. Dengan begitu, Irlandia pun tidak bisa menjadikan Google sebagai subjek pajak.

Baca Juga: Setoran Pajak Digital Tembus Rp774,8 Miliar di Januari 2025

"Artinya dia tidak punya status subjek pajak di negara manapun, sehingga tidak ada negara yang bisa mengenakan pajak," terangnya.

Untuk memuluskan jalan menghindari pajak, Google masih terganjal dengan ketentuan hukum perpajakan di AS yang bernama control foreign company (CFC). Untuk mengakali ketentuan tersebut, Google kembali mendirikan satu perusahaan aktif di Irlandia yang diberi nama Google Ireland Limited (GIL).

Selanjutnya, untuk mengalihkan penghasilan yang diperoleh dari GIL ke perusahaannya yang di negara Bermuda, Google pun kembali membuat satu perusahaan lagi di Belanda. Negeri Kincir Angin sendiri dikategorikan sebagai treaty haven karena memberikan fasilitas bagi skema international tax planning yang digunakan Google.

Baca Juga: DJP Tunjuk 13 Perusahaan Asing sebagai Pemungut PPN PMSE

"Treaty haven itu negara yang memfasillitiasi skema international tax planning. Contohnya Belanda. Ketika sudah mampir di Belanda, dia tidak akan ada withholding tax-nya. Makanya tax planning yang dikenakan Google ini dikenal sebagia Double Irish," pungkas Darussalam. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kasus pajak google, pajak digital, double irish dutch sandwich

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 19 Juli 2024 | 17:45 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Semester I/2024, DJP Kumpulkan PPN Digital Rp3,89 Triliun

Sabtu, 06 Juli 2024 | 10:00 WIB
FILIPINA

Pengesahan RUU PPN PMSE Jadi Prioritas Parlemen Filipina

Rabu, 03 Juli 2024 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Jum'at, 21 Juni 2024 | 17:21 WIB
PENERIMAAN PAJAK

DJP Kumpulkan Rp3,25 Triliun dari Pemungut PPN PMSE Hingga Mei 2024

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 18:00 WIB
KPP MADYA TANGERANG

Gagal Daftar NPWP di Coretax, WP Pilih Datang Langsung ke Kantor Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Ingat! Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Selasa, 04 Maret 2025 | 17:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Kode Verifikasi untuk Login DJP Online Tak Masuk-Masuk? Coba Cara Ini

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?

Selasa, 04 Maret 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN MALANG

Banyak Warga Bukber selama Ramadan, Pajak Restoran Ditarget Melonjak