Elektronik Tak Kena Bea Masuk Resiprokal, AS Bilang Cuma Sementara

Ilustrasi.
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Kementerian Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick mengatakan penundaan pengenaan bea masuk atas produk elektronik adalah kebijakan yang bersifat sementara.
Lutnick mengatakan AS akan mengumumkan kebijakan bea masuk khusus atas impor semikonduktor dan produk elektronik lainnya dalam waktu dekat.
"Produk-produk tersebut akan masuk dalam kategori semikonduktor yang akan memiliki bea masuk khusus untuk memastikan produk tersebut diproduksi di dalam negeri," ujar Lutnick, dikutip Senin (14/4/2025).
Meski semikonduktor dan produk elektronik lainnya resmi dikecualikan dari bea masuk resiprokal, barang-barang tersebut akan dikenai bea masuk khusus seperti yang sudah diterapkan oleh AS atas impor baja dan alumunium.
"Barang-barang tersebut termasuk dalam cakupan bea masuk semikonduktor yang akan berlaku sekitar 1 hingga 2 bulan lagi," klaim Lutnick.
Lutnick mengatakan AS memiliki kepentingan untuk meningkatkan produksi semikonduktor di dalam negeri. "Kita tidak bisa bergantung pada Asia Tenggara," ujar Lutnick seperti dilansir abcnews.go.com.
Menurut AS, semikonduktor adalah komponen fundamental dari seluruh barang berteknologi tinggi. Oleh karena itu, AS harus mampu memproduksi semikonduktornya sendiri tanpa bergantung pada impor dari negara lain.
"Kita tidak bisa bergantung pada negara asing untuk hal mendasar yang kita butuhkan. Ini berkaitan dengan keamanan nasional," ujar Lutnick.
Sebagai informasi, AS kian mengandalkan bea masuk guna mendorong agenda proteksionismenya. Menurut Presiden AS Donald Trump, bea masuk dibutuhkan guna mendorong perusahaan untuk memindahkan kegiatan produksinya ke AS.
Sebelumnya, AS sempat memberlakukan bea masuk resiprokal atas barang impor dari setiap negara mitra mulai 9 April 2025. Namun, AS mendadak menunda pemberlakuan bea masuk resiprokal selama 90 hari.
Meski demikian, penundaan bea masuk resiprokal tersebut tidak berlaku bagi China. Bea masuk resiprokal atas barang dari China justru ditingkatkan dari awalnya hanya sebesar 34% menjadi sebesar 125%. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.