Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

Perbaiki Tax Ratio, Pemerintahan Prabowo Perlu Redesain Sistem Pajak

A+
A-
2
A+
A-
2
Perbaiki Tax Ratio, Pemerintahan Prabowo Perlu Redesain Sistem Pajak

Founder DDTC Darussalam dalam regular tax discussion (RTD) bertajuk Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih yang digelar oleh KAPj IAI, Selasa (12/11/2024).

JAKARTA, DDTCNews - Reformasi pajak masih diperlukan dalam rangka menyelesaikan persoalan fundamental dalam sistem pajak Indonesia.

Founder DDTC Darussalam mengatakan persoalan fundamental dalam sistem pajak Indonesia tecermin pada tax ratio Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata 36 negara Asia, serta tax buoyancy yang konsisten di bawah 1 dari tahun ke tahun.

"Indonesia memiliki tax ratio yang relatif rendah, bahkan lebih rendah dari rata-rata 36 negara Asia. Ini yang seharusnya menjadi persoalan kita bersama. Kalau dibandingkan dengan negara OECD, makin jauh ketertinggalan kita," ujar Darussalam dalam regular tax discussion (RTD) bertajuk Arah Kebijakan Perpajakan di Era Pemerintahan Kabinet Merah Putih yang digelar oleh KAPj IAI, Selasa (12/11/2024).

Baca Juga: ‘Desain Sistem Pajak Mestinya Seimbangkan Kepentingan WP dan Otoritas’

Sejak 2010, tax ratio Indonesia tercatat hanya berkutat di 9% hingga 12% meski penerimaan pajak terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Pada 2023, tax ratio Indonesia tercatat hanya sebesar 10,31%, di bawah standar ideal yang ditetapkan IMF minimal sebesar 15%.

Terkait dengan tax buoyancy, Darussalam mengatakan rata-rata tax buoyancy Indonesia dari 2010 hingga 2019 hanya sebesar 0,88, kurang dari 1. "Artinya apa? Kita tidak mampu mengambil bagian dari kenaikan PDB untuk meningkatkan penerimaan pajak. Dari 1 kenaikan [PDB], kita hanya bisa ambil 0,88," ujar Darussalam.

Untuk meningkatkan tax ratio dan tax buoyancy, Darussalam mengatakan pemerintah perlu melakukan redesain pada 4 aspek. Pertama, pemerintah perlu meredesain struktur penerimaan pajak.

Baca Juga: Luhut Sebut Govtech Bisa Tingkatkan Tax Ratio, Ternyata Ini Alasannya

Bila penerimaan pajak diamati secara sektoral berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, sesungguhnya masih terdapat beberapa sektor perekonomian yang masih kurang dipajaki.

Sektor dimaksud salah satunya adalah sektor pertanian. Saat ini, sektor pertanian memiliki kontribusi 13,02% terhadap PDB, tetapi kontribusinya terhadap penerimaan pajak tidak mencapai 3%.

Untuk meningkatkan tax ratio, struktur penerimaan pajak perlu diperbaiki dengan cara mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang masih cenderung undertaxed.

Baca Juga: Pemerintah Klaim Makan Bergizi Gratis Sudah Diterima 2 Juta Anak

Lebih lanjut, saat ini penerimaan pajak Indonesia masih banyak disokong oleh PPh badan. Kontribusi wajib pajak orang pribadi terhadap PPh masih cenderung minim. Agar tax ratio Indonesia bisa naik, kontribusi wajib pajak orang pribadi perlu ditingkatkan.

"Kalau kita masih mengandalkan PPh badan, sementara yang selalu kita anut ketika melakukan komparasi adalah negara-negara OECD, ya tentu kita harus sepakat bahwa PPh orang pribadi harus menjadi ujung tombak," ujar Darussalam.

Kedua, pemerintah perlu meredesain pendekatan pemajakan dari enforced compliance menuju cooperative compliance. Menurut Darussalam, banyak negara sudah meninggalkan upaya peningkatan kepatuhan pajak melalui enforcement.

Baca Juga: Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Guna menciptakan cooperative compliance, pemerintah perlu menyederhanakan sistem perpajakan dan meningkatkan partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan pajak.

"Simplifikasi akan menurunkan compliance cost, partisipasi akan menekan dispute yang harus dibawa ke Pengadilan Pajak dan MA. Dengan demikian, kedua hal ini harus dilakukan ke depan, simplifikasi dan menyertakan partisipasi publik untuk memberikan suara dalam kebijakan pajak, khususnya yang di PP, PMK, dan perdirjen," ujar Darussalam.

Ketiga, pemerintah perlu meredesain regulasi pajak agar sesuai dengan konsepsi yang sesungguhnya. Contoh, pemerintah perlu mengembalikan netralitas PPN dengan mengurangi beragam fasilitas pengecualian dan pembebasan yang berlaku saat ini.

Baca Juga: DJP Perinci Penghapusan Sanksi pada Masa Transisi Penerapan Coretax

"Bagaimana agar penerimaan PPN kita meningkat? Saya bilang, jagalah netralitas PPN. Salah satu netralitas PPN adalah sedikit pengecualian. Awalnya semangat dari teman-teman DJP adalah memperkecil pengecualian PPN. Namun, ketika ini diusung, politiknya adalah kalau kebutuhan pokok tidak dikecualikan, ini akan jadi ramai," ujar Darussalam.

Menurut Darussalam, PPN seharusnya bisa tetap dikenakan terhadap kebutuhan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat kecil sepanjang kebijakan tersebut dilengkapi dengan earmarking belanja. Lewat earmarking, PPN atas kebutuhan pokok akan langsung dikembalikan ke masyarakat melalui belanja pemerintah.

Keempat, pemerintah perlu meredesain kelembagaan otoritas pajak. Menurut Darussalam, otoritas pajak memerlukan fleksibilitas dalam aspek penganggaran dan rekrutmen SDM.

Baca Juga: Adik Prabowo ini Usulkan Tarif PPh Badan Dipangkas Jadi 18 Persen

Di banyak negara, otoritas pajak berhak untuk menggunakan anggaran sebesar persentase tertentu dari pajak yang sudah dikumpulkan otoritas. "Dari sisi SDM, perlu ada fleksibilitas untuk memanggil orang-orang terbaik di Indonesia untuk bisa bergabung ke lembaga pajak ini dengan remunerasi yang tidak kalah dengan yang ada di luar," ujar Darussalam.

Sejalan dengan hal tersebut, pentingnya isu perpajakan di era pemerintahan Prabowo juga turut menjadi perhatian DDTC. Baru-baru ini, DDTC menerbitkan 4 buku terbaru yang dapat menjadi panduan bagi publik untuk belajar perpajakan dan memahami arah kebijakan ke depan.

  1. Buku Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional.
  2. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Navigating the Dynamics of Tax Regulations.
  3. Buku DDTC Indonesian Tax Manual 2024: Menelusuri Dinamika Peraturan Perpajakan.
  4. Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.

Untuk Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran, buku ini relevan diletakkan dalam konteks Kabinet Merah Putih. Terlebih, gagasan penulis menyentuh agenda perpajakan yang telah diusung Prabowo-Gibran dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat, 17 Program Prioritas, ataupun Asta Cita.

Baca Juga: Catatan Reformasi Pajak: Kepentingan WP dan Otoritas Mesti Seimbang

Buku tersebut juga merupakan hasil kolaborasi ahli dan profesi, mulai dari praktisi pajak, akademisi, aparatur sipil negara (ASN), konsultan pajak, wiraswasta, jurnalis, karyawan swasta, hingga mahasiswa. Artinya, gagasan-gagasan kaya perspektif, baik dari sisi otoritas maupun wajib pajak sekarang dan masa depan.

Sebagai tambahan informasi, hingga saat ini, DDTC telah menerbitkan 27 buku. Rencananya, sampai dengan akhir 2024, DDTC akan melengkapinya menjadi 30 buku. Simak Susun dan Tinjau Kebijakan Pajak Kabinet Merah Putih, Baca 4 Buku DDTC. (sap)

Baca Juga: Sudah Terbit! RPJMN 2025-2029 Muat Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Kabinet Merah Putih, Prabowo Subianto, tax ratio, tax bouyancy, target pajak, Darussalam

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 17 Februari 2025 | 22:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Prabowo Jamin Lanjutkan Tax Holiday dan Tax Allowance, Jaga Daya Saing

Senin, 17 Februari 2025 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pekan Depan! Prabowo Bakal Luncurkan Bank Emas (Bullion Bank)

Senin, 17 Februari 2025 | 16:04 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Mulai 1 Maret! Devisa Ekspor SDA 100% Disimpan Setahun di Dalam Negeri

Minggu, 16 Februari 2025 | 13:30 WIB
APBN 2025

Prabowo Bakal Efisiensi Anggaran hingga Rp750 Triliun dalam 3 Tahap

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:30 WIB
KABUPATEN BULELENG

Piutang Pajak Menumpuk Rp108 Miliar, Pemkab Didesak Kebut Penagihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 15:00 WIB
PMK 17/2025

Simak! Ini Sederet Hak Tersangka dalam Pemeriksaan Penyidikan

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:45 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Deflasi 0,09 Persen, Kemenkeu Klaim Daya Beli Rakyat Masih Terjaga

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:30 WIB
APBN 2025

Dari Uang Pajak! Danantara Bakal Modali Proyek-Proyek Hilirisasi

Selasa, 04 Maret 2025 | 14:00 WIB
KONSULTASI CORETAX

Sudah Bayar PPN dalam PIB, tapi di Coretax PPN-nya Tetap Nol?

Selasa, 04 Maret 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN MALANG

Banyak Warga Bukber selama Ramadan, Pajak Restoran Ditarget Melonjak

Selasa, 04 Maret 2025 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Self Assessment Tak Lagi Berlaku untuk Impor Barang Kiriman Pribadi

Selasa, 04 Maret 2025 | 12:30 WIB
PMK 17/2025

Tak Penuhi Panggilan Penyidik Pajak, Tersangka Bisa Dijemput Polisi

Selasa, 04 Maret 2025 | 12:00 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

OECD Tetapkan Daftar Negara dengan Qualified IIR dan QDMTT