Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Kolaborasi untuk Penerimaan

A+
A-
3
A+
A-
3
Kolaborasi untuk Penerimaan

Suasana acara penandatanganan perjanjian kerja sama DJP, DJPK, dan pemda yang dilakukan secara virtual. (Foto: Youtube DJP)

MANTAN Presiden Estonia (2006-2016) Toomas Hendrik Ilves barangkali hanya seorang pemimpin negara kecil seluas 45.339 km² dengan populasi 1,3 juta jiwa. Luasnya ini tidak sampai sepertiga Pulau Jawa, tetapi dengan penduduk 111 kali lebih sedikit.

Namun, wajah perpajakan di negara bekas wilayah Uni Soviet yang baru merdeka pada 1991 ini demikian bersinarnya. Rasio pajaknya mencapai 33,1%, setara dengan rata-rata rasio pajak negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Tax Foundation, organisasi nirlaba di Amerika Serikat (AS) yang sejak 1937 meriset berbagai kebijakan pajak di dunia, setiap tahun tidak ragu mengganjar Estonia sebagai negara dengan peringkat tertinggi International Tax Competitiveness Index selama 9 kali berturut-turut!

Baca Juga: PKP BPHT Mau Beralih ke Tarif PPN Umum, Pemberitahuan Bisa Via Coretax

Kemajuan Estonia di bidang perpajakan memang mengalahkan AS dan negara Eropa lain. Sebagian kalangan menilai capaian tersebut terkait dengan populasi Estonia yang kecil, yang cuma 1,3 juta jiwa. Itulah anggapan yang ditolak mentah-mentah oleh Ilves.

Dalam wawancara dengan Bloomberg pada 4 Maret 2015, ia mengatakan negara lain pun bisa membangun sistem infrastruktur digital untuk perpajakan secanggih Estonia kalau mau. “Masalahnya bukan di skala atau teknologi, melainkan political will,” kata Ilves.

Estonia mulai membangun infrastruktur e-government pada 2001. Sistem perpajakan digital Estonia ada dalam infrastruktur ini. Dalam konsep ini, negara harus memiliki platform digital yang standar, aman, dan bisa menghubungkan database berbagai instansi, baik pemerintah atau swasta.

Baca Juga: Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax

Platform inilah yang kemudian diberi nama X-Road. Inilah yang menjadi platform integrator berbagai database instansi. Bayangkan saja X-Road sebagai jalan tol. Misalnya Jakarta-Surabaya, dan berbagai instansi di lingkup Pemerintah Estonia sebagai kota-kota di sekitar Pantai Utara Jawa.

Pemerintah Estonia mengharuskan setiap instansi membangun jalan yang menghubungkan kota mereka masing-masing dengan jalan tol tersebut, hingga terjadi komunikasi antar-database. Setelah itu, pengguna jalan tol, yakni warga Estonia, diberi akses untuk memasuki X-Road.

Awalnya baru Kementerian Kesehatan yang terintegrasi dengan X-Road, dengan database asuransi. Setelah itu, instansi lain bergabung. Begitu seterusnya, hingga makin banyak instansi terkoneksi. Inilah esensi X-Road sebagai platform pertukaran data. Inilah Single Identity Number (SIN).

Baca Juga: Kemenkeu Libatkan PPPK untuk Perkuat Joint Program

Kisah Indonesia
DI INDONESIA, kebutuhan data dan informasi untuk membandingkan data wajib pajak di Surat Pemberitahuan (SPT) juga dirasakan Ditjen Pajak (DJP). Akhirnya, 20 tahun silam, Dirjen Pajak Hadi Poernomo membuat Grand Strategy dan Blue Print DJP 2001-2010 yang antara lain berisi SIN.

Dalam perjalanannya, ia juga meminta data dengan melakukan perjanjian dengan ratusan entitas. Ia membayangkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mengonsolidasikan data keuangan wajib pajak, sedangkan data kependudukan akan dikonsolidasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Dengan menggabungkan keduanya dalam satu platform digital, akan diperoleh satu Pusat Data Nasional. Inilah instrumen yang akan sangat berguna untuk meningkatkan kepatuhan, mulai dari melakukan pengawasan, mengoreksi SPT, melakukan pemeriksaan, sampai mencegah korupsi.

Baca Juga: Belum Lapor SPT Tahunan, Bersiap Dikirim Surat Teguran dari DJP

Sayang, setelah lengser pada 2006, gagasan SIN ini tidak dilanjutkan. Meski, tak lama setelah itu muncul Pasal 35A UU No 28 Tahun 2007 yang mewajibkan semua instansi mengirim data dan informasi perpajakan ke DJP untuk kepentingan penerimaan, dengan ancaman pidana dan denda.

Pada saat bersamaan, dunia berkembang. Setelah krisis keuangan global 2008, timbul kesadaran untuk mencegah praktik penghindaran pajak. Lalu muncullah Proyek BEPS dan Automatic Exchange of Information yang dihelat OECD. Indonesia juga terlibat dalam komitmen tersebut.

Sebagai persyaratannya, Indonesia lalu merilis Perpu No 1 Tahun 2017 yang diundangkan UU No.9 Tahun 2017. UU inilah yang kemudian menyelesaikan sengketa bank secrecy di Indonesia. Bank dan lembaga keuangan lain wajib mengirim laporan mengenai nasabahnya ke DJP.

Baca Juga: DJP Perbarui Aturan Dokumen PBB

Mau tidak mau, kebutuhan akan Pusat Data Nasional itu kembali pasang. Akhirnya pada 2018, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri menandatangani perjanjian kerja sama dengan DJP. Kerja sama itu untuk mempermudah identifikasi nomor kependudukan.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Arif Fakhrulloh mengatakan untuk menggabungkan NPWP, NIK dan database lain perlu ada integrator data. Selain itu, perlu komitmen para menteri sebagai pemimpin instansi dan kepala daerah. “Kita butuh waktu, butuh komitmen,” katanya (1/11/2020).

Pernyataan ini tak pelak mengingatkan kita pada ucapan mantan Presiden Estonia Toomas Hendrik Ilves, tentang ada tidaknya komitmen politik. Karena itu pula, perjanjian kerja sama DJP dan 169 pemda dengan sendirinya adalah upaya untuk membangun komitmen politik tersebut.

Baca Juga: DJP: Kami Tak Mungkin Awasi dan Periksa Semua WP

Melalui perjanjian itu, DJP akan menerima sumber data pengawasan antara lain data kepemilikan dan omzet usaha, izin mendirikan bangunan, usaha pariwisata, usaha pertambangan, perikanan dan perkebunan. Sebaliknya, pemda akan menerima data DJP untuk kepentingan pengawasan daerah.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan melalui perjanjian tahap I saja yang diikuti oleh 7 pemda, DJP sudah bisa melakukan pengawasan bersama atas 1.184 wajib pajak. “Dengan ini, kami bisa melihat gambaran yang lebih jelas atas wajib pajak,” ujar Suryo, Rabu (26/8/2020).

Memang, dampak langsung yang bisa dirasakan DJP dengan kolaborasi bersama pemda itu adalah pengawasan yang lebih efektif. Namun, ini tentu belum selesai. Jalan yang harus ditempuh masih panjang dan berliku, sampai SIN terwujud dan rasio pajak Indonesia meningkat. (Bsi)

Baca Juga: Sudah Setor PPh 25 via Deposit, WP Tak Perlu Bikin Kode Billing Lagi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : perjanjian pemda, DJP, DJPK, basis data, fokus

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 07 Mei 2025 | 16:40 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Setelah Terkontraksi 19%, Kinerja Pajak Diyakini Segera Membaik

Rabu, 07 Mei 2025 | 15:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Ada Celah Keamanan Siber di Coretax, DJP Klaim Sudah Ditangani

Rabu, 07 Mei 2025 | 15:04 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Komisi XI DPR Ungkap Penerimaan Pajak Januari-April Masih Kontraksi

Rabu, 07 Mei 2025 | 14:30 WIB
CORETAX SYSTEM

DPR Minta Tenggat Perbaikan Bug Coretax System Tak Mundur Lagi

berita pilihan

Minggu, 11 Mei 2025 | 17:22 WIB
KONGRES AKP2I

Ketua Umum AKP2I Suherman Dukung Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Minggu, 11 Mei 2025 | 15:35 WIB
KONGRES AKP2I

Suherman Saleh Terpilih sebagai Ketua Umum AKP2I periode 2025 - 2030

Minggu, 11 Mei 2025 | 15:00 WIB
BEA CUKAI JATENG DIY

Lagi-Lagi Rokok Ilegal, Diangkut Truk dan Ditutupi Air Mineral Kemasan

Minggu, 11 Mei 2025 | 14:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

UMKM Ini Bingung Kode Billing Ditolak, Ternyata Omzet Belum Rp500 Juta

Minggu, 11 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi, Ini Kriteria Subjek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Minggu, 11 Mei 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN MONETER

Rupiah Melemah, Cadangan Devisa RI Turun Hampir US$5 Miliar

Minggu, 11 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Layanan yang Diberikan oleh Kring Pajak

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:30 WIB
KOTA PEKANBARU

Disokong PBJT dan Opsen PKB, Realisasi PAD Capai Rp320 Miliar

Minggu, 11 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP: 3.794 WP Ajukan Pengurangan Angsuran PPh 25 pada 2024