Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Pembeli Tak Beri NIK, PKP Tak Bisa Asal Bikin Faktur Pajak Digunggung

A+
A-
80
A+
A-
80
Pembeli Tak Beri NIK, PKP Tak Bisa Asal Bikin Faktur Pajak Digunggung

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) tidak bisa serta merta membuat faktur pajak digunggung tanpa mencantumkan identitas pembeli barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP). Ketentuan ini sebenarnya sudah lama berlaku. Hanya saja, topik ini kembali hangat dan disorot oleh netizen selama sepekan terakhir ini.

Perlu dicatat, faktur pajak yang diterbitkan atas penyerahan BKP dan/atau JKP harus mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Nah, kalau tidak ada data identitas tersebut, harus bagaimana?

Bisa saja faktur pajak digunggung dibuatkan. Namun, faktur pajak digunggung cuma bisa dibuatkan kepada konsumen dengan karakteristik konsumen akhir.

Baca Juga: Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Sesuai Pasal 26 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, PKP bisa membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli BKP/JKP, termasuk NIK dan NPWP, untuk setiap penyerahan BKP/JKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir.

Siapa sih konsumen akhir?

Konsumen akhir harus memenuhi dua karakter. Pertama, pembeli barang atau jasa mengonsumsi secara langsung barang atau jasa yang dibeli. Kedua, pembeli barang atau jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang atau jasa dimaksud untuk kegiatan usaha.

"Apabila lawan transaksi tidak memenuhi ketentuan diatas maka tidak dapat dibuatkan faktur pajak digunggung," tulis @kring_pajak.

Baca Juga: Masih Pakai Sistem Lama, WP Perlu Pastikan Sertel Tetap Valid

Selain bahasan mengenai faktur pajak digunggung, ada pula pembahasan mengenai penggunaan e-faktur 4.0 yang baru dirilis pekan lalu. Kemudian, ada pula ulasan mengenai angsuran PPh 25 setelah pemanfaatan PPh final 0,5% habis, ketentuan due diligence AEOI, hingga kepastian soal dimulainya coretax system.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Ingat Lagi Soal Faktur Pajak Pedagang Eceran

PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir dikategorikan sebagai PKP pedagang eceran.

Faktur pajak yang dibuat oleh PKP pedagang eceran atas penyerahan BKP/JKP kepada konsumen akhir paling sedikit memuat beberapa informasi. Di antaranya, nama, alamat, dan NPWP pihak yang melakukan penyerahan BKP/JKP; jenis barang atau jasa beserta harganya; PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut; serta kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak.

Baca Juga: Bukan 01, Kode Faktur Pajak untuk Transaksi Dalam Negeri Kini Pakai 04

Kode dan nomor seri faktur pajak atas penyerahan kepada pembeli berkarakteristik konsumen akhir dapat ditentukan sendiri oleh para PKP pedagang eceran sesuai dengan kelaziman usahanya masing-masing. (DDTCNews)

Angsuran PPh 25 Tahun Pertama Pasca-PPh Final UMKM Habis

Wajib pajak diingatkan kembali mengenai angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak badan yang baru mulai menggunakan tarif umum dari sebelumnya menggunakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5%.

Kring Pajak menegaskan wajib pajak yang telah melewati jangka waktu pengenaan PPh final sesuai dengan PP 55/2022 wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 mulai tahun pajak wajib pajak dikenai tarif PPh umum.

Baca Juga: WP Mau Ajukan Pengukuhan PKP? Bisa Lewat Coretax atau ke Kantor Pajak

“Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) huruf b PMK 164/2023, bagi wajib pajak selain wajib pajak seperti dimaksud dalam huruf a, penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 diberlakukan seperti wajib pajak baru,” jelas Kring Pajak. (DDTCNews)

Nasabah Harus Bersedia Memberikan Informasi Due Diligence

Lembaga keuangan pelapor memiliki kewajiban untuk melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan (due diligence). Prosedur yang dilakukan pun harus sesuai dengan standar pertukaran informasi keuangan atau common reporting standard (CRS) untuk keperluan pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (AEOI).

Dalam hal calon nasabah baik orang pribadi ataupun entitas tidak bersedia untuk memberikan informasi-informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan due diligence, lembaga keuangan pelapor harus menolak pembukaan rekening oleh calon nasabah tersebut.

Baca Juga: Akhirnya! Akhir Juli Coretax Bakal Bebas dari Gangguan Sistem

"Misal Mr X dari Singapura membuka rekening di bank Indonesia. Mr X tidak mau memberikan informasi TIN Singapura. Bank sesuai dengan peraturan yang berlaku harus menolak membukakan rekening," kata Kepala Seksi Pertukaran Informasi I Direktorat Perpajakan Internasional DJP Arnaldo Purba. (DDTCNews)

NITKU Muncul Pada Cetakan Faktur Pajak

Tampilan Nomor Identitas Tempat Kegiatan usaha (NITKU) akan muncul otomatis pada cetakan faktur pajak melalui aplikasi e-faktur 4.0.

DJP menyampaikan dalam pembuatan faktur pajak, aplikasi e-faktur 4.0 mengakomodasi penggunaan NPWP 15 digit, NPWP 16 digit, dan NIK.

Baca Juga: Fiskus Edukasi Pedagang Emas Soal Mekanisme Faktur Pajak Digunggung

“Pada cetakan e-faktur, tampilan NITKU muncul otomatis setelah Kakak berhasil melakukan upload faktur pajak dan tidak di-input secara manual,” tulis contact center DJP, Kring Pajak. (DDTCNews)

Kapan Sistem Coretax Bakal Diluncurkan?

DJP berharap sudah bisa menggunakan sistem inti administrasi perpajakan yang baru pada tahun depan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS) akan diluncurkan pada akhir tahun ini.

Baca Juga: Butuh Tax Clearance? Begini Cara Mengajukan SKF Lewat Coretax

“Memang di akhir tahun ini kita akan mulai launch atau diimplementasikan. Harapannya di tahun 2025, kita akan sudah bisa menggunakan sistem yang baru,” ujar Dwi. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak sepekan, faktur pajak, faktur pajak digunggung, e-faktur, NIK, NPWP, konsumen akhir, due diligence AEOI, NITKU

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 17 April 2025 | 14:30 WIB
PMK 48/2023

Beli Emas Batangan, Konsumen Akhir Tak Kena PPh Pasal 22 dan PPN

Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)

Tata Cara Penilaian Imbalan dalam Bentuk Naturan dan/atau Kenikmatan

Senin, 14 April 2025 | 11:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Elektronik Tak Kena Bea Masuk Resiprokal, AS Bilang Cuma Sementara

Minggu, 13 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Permintaan Sertel Tak Bisa Dikuasakan kepada Pihak Lain, Ini Aturannya

berita pilihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 07:40 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Diminta Laporkan Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Rabu, 14 Mei 2025 | 16:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:00 WIB
SE-05/PJ/2022

Jadi Sasaran Penelitian Komprehensif, Siapa itu WP Strategis?