Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY
Jum'at, 11 Juli 2025 | 20:15 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 11 Juli 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK
Kamis, 10 Juli 2025 | 19:30 WIB
TIPS PAJAK
Fokus
Reportase

Perdirjen Baru! DJP Tambah Kelompok yang Masuk PKP Berisiko Rendah

A+
A-
14
A+
A-
14
Perdirjen Baru! DJP Tambah Kelompok yang Masuk PKP Berisiko Rendah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengatur ulang ketentuan penetapan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak (restitusi). Hal ini dituangkan dalam Peraturan Dirjen PER-6/PJ/2025.

PER-6/PJ/2025 menyesuaikan ketentuan seputar penetapan PKP berisiko rendah yang sebelumnya diatur dalam PER-4/PJ/2021. Selain itu, PER-6/PJ/2025 diterbitkan untuk menyesuaikan tata cara restitusi dipercepat.

Sesuai dengan ketentuan, PKP berisiko rendah merupakan salah satu pihak yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak masukan (restitusi) pada setiap masa pajak. Pengembalian kelebihan pajak masukan tersebut dilakukan dengan skema restitusi dipercepat.

Baca Juga: Agar Bisa Jadi Tempat Pengukuhan PKP, Kantor Virtual Juga Harus PKP

Tentu tidak semua pihak bisa dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah. Adapun PER-6/PJ/2025 menetapkan ada 9 pihak yang termasuk PKP berisiko rendah.

Apabila disandingkan dengan PER-4/PJ/2021, PER-6/PJ/2025 kini menambah PKP yang memenuhi ketentuan wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah. Namun, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah bukanlah ketentuan baru.

Sebelumnya, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah telah diatur dalam PMK 117/2019. Adapun PMK 117/2019 merupakan perubahan pertama atas PMK 39/2018 yang mengatur soal tata cara restitusi dipercepat.

Baca Juga: Setor PPh Final UMKM tapi Salah Tahun, WP Bisa Restitusi via Coretax

Selain itu, PER-6/PJ/2025 menegaskan kembali bahwa wajib pajak persyaratan tertentu dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah tanpa perlu menyampaikan permohonan penetapan. Hal ini sebelumnya telah diatur dalam Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, ada 4 pihak yang termasuk wajib pajak persyaratan tertentu. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.

Baca Juga: Jenis-Jenis SPT Masa PPN Berubah di Era Coretax, WP Perlu Perhatikan

Ketiga, wajib pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar. Keempat, PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

PER-6/PJ/2025 juga menyesuaikan ketentuan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu. Sebelumnya, ketentuan tersebut diatur dalam PER-5/PJ/2023.

Selain berita mengenai penetapan PKP berisiko rendah, ada pula beberapa informasi lain yang diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, urgensi pemajakan bagi pemengaruh (influencer), naiknya angka kemiskinan nasional, hingga masih ditunggunya ketentuan teknis mengenai PPh final UMKM 0,5%.

Baca Juga: Cara Buat Pencatatan Sederhana Via Coretax DJP untuk UMKM

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pengawasan Pajak bagi Influencer

Influencer dan content creator menjadi segmen potensial bagi pemerintah untuk memperluas basis pajaknya. Namun, pemerintah dinilai belum mampu mengoptimalkan kontribusi pajak dari sektor itu.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan Ditjen Pajak (DJP) saat ini telah melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap influencer hingga content creator. Namun, keterbatasan klasifikasi data dan struktur sektoral menjadi tantangan tersendiri.

Menurut Yon, salah satu tantangannya adalah profesi influncer kerap kali tumpang tindih dengan profesi lainnya. Tak cuma itu, profesi tersebut belum memiliki klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) tersendiri. (Harian Kontan)

Baca Juga: PER-11/PJ/2025 Atur Ketentuan Pembuatan Faktur Pajak untuk Turis Asing

Menanti Aturan PPh Final UMKM 0,5%

Hingga pertengahan 2025, pelaku UMKM masih menanti kejelasan aturan terkait dengan berlanjutnya fasilitas tarif PPh final 0,5%. Belum adanya aturan teknis mengenai PPh final UMKM dikhawatirkan akan memberikan ketidakpastian.

Wajib pajak mempertanyakan status penggunaan tarif 0,5% pada 2025 ini, khususnya setelah masa berlaku 7 tahun berakhir sesuai dengan PP 55/2022. Merespons hal ini, DJP menekankan bahwa hingga saat ini belum ada ketentuan baru terkait dengan perpanjangan tarif pajak tersebut.

"Dikarenakan saat ini belum ada ketentuan terbaru yang mengatur terkait perpanjangan PPh final UMKM 2025, maka untuk jangka waktu tetap mengikuti ketentuan PP 55/2022," tulis Kring Pajak. (Harian Kontan)

Baca Juga: Bea Keluar Emas dan Batu Bara Dikaji, Kepastiannya di Nota Keuangan

Pencatatan PNBP Lebih Akurat

Kementerian Keuangan telah menerapkan penyatuan penyetoran atau single billing penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas jasa yang diberikan instansi pemerintah dalam proses kedatangan dan keberangkatan kapal.

Metode single billing ini membuat proses pembayaran PNBP lebih mudah dilaksanakan oleh pengguna jasa. Sementara bagi Kemenkeu, single billing membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pencatatan PNBP.

"Bukan cuma mempermudah pelaku usaha, penyederhanaan sistem ini juga meningkatkan akurasi PNBP serta memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan #UangKita," bunyi unggahan Kemenkeu. (DDTCNews)

Baca Juga: DJP Rilis Genta, Aplikasi untuk Unduh Data Faktur Pajak & Bukti Potong

Angka Kemiskinan Naik Signifikan

World Bank baru saja mengubah metode penghitungan garis kemiskinan dari standar purchasing power parity (PPP) 2017 ke PPP 2021. Konsekuensinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak menjadi 194,4 juta jiwa, setara 68,91% dari total populasi.

Dalam skema perhitungan terbaru, World Bank menaikkan garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah dari US$6,85 per hari menjadi US$8,30 per hari. Sementara bagi negara berpendapatan rendah, garis kemiskinan naik dari US$2,15 menjadi US$3 per hari. Untuk negara berpendapatan menengah ke bawah, garis kemiskinan naik dari US$3,65 menjadi US$4,20 per hari.

"Revisi PPP mencerminkan data terbaru mengenai garis kemiskinan nasional yang menunjukkan kenaikan lebih tinggi dibanding perubahan harga, terutama garis kemiskinan ekstrem serta garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas," tulis World Bank. (Harian Kontan)

Baca Juga: Apa Itu PPh Final UMKM?

Kredit Macet Berpotensi Naik

Rasio kredit bermasalah industri perbankan cenderung naik seiring dengan daya beli yang masih melemah. Kondisi ini perlu dicermati dan diantisipasi.

Pada April 2025, rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) industri perbankan tercatat 2,24%, naik dibanding Maret 2025 sebesar 2,17%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan peningkatan kredit bermasalah disebabkan banyak sektor yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. OJK meminta perbankan hati-hati dalam menyalurkan kredit dan tidak melakukan rekayasa kredit. (Harian Kompas) (sap)

Baca Juga: Pacu UMKM Lokal, KPP dan KP2KP Gelar Business Development Service

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, pengusaha kena pajak, PKP, restitusi dipercepat, kredit macet, PPh final, UMKM, kemiskinan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 01 Juli 2025 | 10:00 WIB
KANWIL DJP JAWA TIMUR III

Pilih Tarif Umum dari Awalnya PPh 0,5%, WP Perlu Ajukan Pemberitahuan

Selasa, 01 Juli 2025 | 07:35 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Marketplace Pungut Pajak, Integrasi Data Pedagang Jadi Tantangan

Senin, 30 Juni 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Marketplace Bakal Jadi Pemungut Pajak, Begini Kata Wamenkeu

berita pilihan

Minggu, 13 Juli 2025 | 08:00 WIB
PER-8/BC/2025

Berat Barang Kiriman 30 Kg, Begini Pemberitahuan Pabean Ekspornya

Minggu, 13 Juli 2025 | 07:30 WIB
KABUPATEN TANGERANG

Restoran Nunggak Pajak Rp1,5 Miliar, Pemda Pasang Stiker Khusus

Minggu, 13 Juli 2025 | 07:00 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Salurkan KUR Rp131,84 Triliun, Airlangga: 60% Masuk Sektor Produktif

Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:30 WIB
PER-12/PJ/2025

Ketentuan Nomor Identitas Pemungut PPN PMSE Luar Negeri Diatur Ulang

Sabtu, 12 Juli 2025 | 14:00 WIB
LAPORAN KEUANGAN DJP 2024

SKPKB 2024 Capai Rp72 T dan US$722 Juta, Mayoritas Tak Disetujui WP

Sabtu, 12 Juli 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kerja Sama Indonesia-Eurasia Disebut Jadi Pilar Diversifikasi Ekspor

Sabtu, 12 Juli 2025 | 13:00 WIB
AMERIKA SERIKAT

Trump Siapkan Bea Masuk Umum Sebesar 15%-20%

Sabtu, 12 Juli 2025 | 12:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Beri Insentif Pajak, Sri Mulyani: Ada Penerimaan yang Diikhlaskan

Sabtu, 12 Juli 2025 | 12:00 WIB
PROVINSI PAPUA BARAT

Pemprov Papua Barat Minta ASN Lunasi Tunggakan Pajak Kendaraan