Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Perdirjen Baru! DJP Tambah Kelompok yang Masuk PKP Berisiko Rendah

A+
A-
3
A+
A-
3
Perdirjen Baru! DJP Tambah Kelompok yang Masuk PKP Berisiko Rendah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengatur ulang ketentuan penetapan pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak (restitusi). Hal ini dituangkan dalam Peraturan Dirjen PER-6/PJ/2025.

PER-6/PJ/2025 menyesuaikan ketentuan seputar penetapan PKP berisiko rendah yang sebelumnya diatur dalam PER-4/PJ/2021. Selain itu, PER-6/PJ/2025 diterbitkan untuk menyesuaikan tata cara restitusi dipercepat.

Sesuai dengan ketentuan, PKP berisiko rendah merupakan salah satu pihak yang berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak masukan (restitusi) pada setiap masa pajak. Pengembalian kelebihan pajak masukan tersebut dilakukan dengan skema restitusi dipercepat.

Baca Juga: Aturan Baru Restitusi Dipercepat, Download di Sini!

Tentu tidak semua pihak bisa dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah. Adapun PER-6/PJ/2025 menetapkan ada 9 pihak yang termasuk PKP berisiko rendah.

Apabila disandingkan dengan PER-4/PJ/2021, PER-6/PJ/2025 kini menambah PKP yang memenuhi ketentuan wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah. Namun, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah bukanlah ketentuan baru.

Sebelumnya, pengkategorian wajib pajak persyaratan tertentu sebagai PKP berisiko rendah telah diatur dalam PMK 117/2019. Adapun PMK 117/2019 merupakan perubahan pertama atas PMK 39/2018 yang mengatur soal tata cara restitusi dipercepat.

Baca Juga: Peraturan Baru! Ditjen Pajak Revisi Ketentuan PKP Berisiko Rendah

Selain itu, PER-6/PJ/2025 menegaskan kembali bahwa wajib pajak persyaratan tertentu dikategorikan sebagai PKP berisiko rendah tanpa perlu menyampaikan permohonan penetapan. Hal ini sebelumnya telah diatur dalam Pasal 14 ayat (8) PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 119/2024.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) PMK 39/2018 s.t.d.d PMK 209/2021, ada 4 pihak yang termasuk wajib pajak persyaratan tertentu. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi.

Kedua, wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100 juta.

Baca Juga: Kode Billing PPh Final UMKM Pakai 411128-420, Tak Perlu NPWP Lawan

Ketiga, wajib pajak badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1 miliar. Keempat, PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.

PER-6/PJ/2025 juga menyesuaikan ketentuan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak orang pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu. Sebelumnya, ketentuan tersebut diatur dalam PER-5/PJ/2023.

Selain berita mengenai penetapan PKP berisiko rendah, ada pula beberapa informasi lain yang diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, urgensi pemajakan bagi pemengaruh (influencer), naiknya angka kemiskinan nasional, hingga masih ditunggunya ketentuan teknis mengenai PPh final UMKM 0,5%.

Baca Juga: SPT Tahunan Era Coretax, Ada 7 Tabel Harta yang Bisa Diisi WP OP

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Pengawasan Pajak bagi Influencer

Influencer dan content creator menjadi segmen potensial bagi pemerintah untuk memperluas basis pajaknya. Namun, pemerintah dinilai belum mampu mengoptimalkan kontribusi pajak dari sektor itu.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan Ditjen Pajak (DJP) saat ini telah melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap influencer hingga content creator. Namun, keterbatasan klasifikasi data dan struktur sektoral menjadi tantangan tersendiri.

Menurut Yon, salah satu tantangannya adalah profesi influncer kerap kali tumpang tindih dengan profesi lainnya. Tak cuma itu, profesi tersebut belum memiliki klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) tersendiri. (Harian Kontan)

Baca Juga: Telat Dikukuhkan Jadi PKP, Apakah PPN Masukan Dapat Dikreditkan?

Menanti Aturan PPh Final UMKM 0,5%

Hingga pertengahan 2025, pelaku UMKM masih menanti kejelasan aturan terkait dengan berlanjutnya fasilitas tarif PPh final 0,5%. Belum adanya aturan teknis mengenai PPh final UMKM dikhawatirkan akan memberikan ketidakpastian.

Wajib pajak mempertanyakan status penggunaan tarif 0,5% pada 2025 ini, khususnya setelah masa berlaku 7 tahun berakhir sesuai dengan PP 55/2022. Merespons hal ini, DJP menekankan bahwa hingga saat ini belum ada ketentuan baru terkait dengan perpanjangan tarif pajak tersebut.

"Dikarenakan saat ini belum ada ketentuan terbaru yang mengatur terkait perpanjangan PPh final UMKM 2025, maka untuk jangka waktu tetap mengikuti ketentuan PP 55/2022," tulis Kring Pajak. (Harian Kontan)

Baca Juga: Cara Setor Sendiri PPh Final atas Sewa Tanah atau Bangunan Via Coretax

Pencatatan PNBP Lebih Akurat

Kementerian Keuangan telah menerapkan penyatuan penyetoran atau single billing penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas jasa yang diberikan instansi pemerintah dalam proses kedatangan dan keberangkatan kapal.

Metode single billing ini membuat proses pembayaran PNBP lebih mudah dilaksanakan oleh pengguna jasa. Sementara bagi Kemenkeu, single billing membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pencatatan PNBP.

"Bukan cuma mempermudah pelaku usaha, penyederhanaan sistem ini juga meningkatkan akurasi PNBP serta memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan #UangKita," bunyi unggahan Kemenkeu. (DDTCNews)

Baca Juga: Punya Omzet Rp9 Miliar per Bulan, Tengkulak Sawit Diedukasi soal PKP

Angka Kemiskinan Naik Signifikan

World Bank baru saja mengubah metode penghitungan garis kemiskinan dari standar purchasing power parity (PPP) 2017 ke PPP 2021. Konsekuensinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak menjadi 194,4 juta jiwa, setara 68,91% dari total populasi.

Dalam skema perhitungan terbaru, World Bank menaikkan garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah dari US$6,85 per hari menjadi US$8,30 per hari. Sementara bagi negara berpendapatan rendah, garis kemiskinan naik dari US$2,15 menjadi US$3 per hari. Untuk negara berpendapatan menengah ke bawah, garis kemiskinan naik dari US$3,65 menjadi US$4,20 per hari.

"Revisi PPP mencerminkan data terbaru mengenai garis kemiskinan nasional yang menunjukkan kenaikan lebih tinggi dibanding perubahan harga, terutama garis kemiskinan ekstrem serta garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas," tulis World Bank. (Harian Kontan)

Baca Juga: Omzet Tembus Rp4,8 M Tengah Tahun, Sampai Kapan Boleh Pakai PPh 0,5%?

Kredit Macet Berpotensi Naik

Rasio kredit bermasalah industri perbankan cenderung naik seiring dengan daya beli yang masih melemah. Kondisi ini perlu dicermati dan diantisipasi.

Pada April 2025, rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) industri perbankan tercatat 2,24%, naik dibanding Maret 2025 sebesar 2,17%.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan peningkatan kredit bermasalah disebabkan banyak sektor yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. OJK meminta perbankan hati-hati dalam menyalurkan kredit dan tidak melakukan rekayasa kredit. (Harian Kompas) (sap)

Baca Juga: PKP Pilih Tak Kreditkan Pajak Masukan, FP Tetap Harus Dilaporkan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, pengusaha kena pajak, PKP, restitusi dipercepat, kredit macet, PPh final, UMKM, kemiskinan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 13:30 WIB
PER-11/PJ/2025

PKP Boleh Kreditkan Pajak Masukan Hingga 3 Masa Berikutnya

Rabu, 28 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

PER-11/PJ/2025 Terbit, Batas Upload e-Faktur Diundur Jadi Tanggal 20

Selasa, 27 Mei 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

FP Bisa Dianggap Lengkap Meski Cetakan Tak Muat Semua Keterangan

berita pilihan

Selasa, 10 Juni 2025 | 13:00 WIB
PER-8/PJ/2025

Karena Hal Ini, Perlakuan Khusus WNA Berkeahlian Tertentu Bisa Dicabut

Selasa, 10 Juni 2025 | 12:30 WIB
PER-8/PJ/2025

3 Dokumen Syarat Dapatkan SKB PPh bagi OP Berpenghasilan di Bawah PTKP

Selasa, 10 Juni 2025 | 12:00 WIB
PER-6/PJ/2025

Aturan Baru Restitusi Dipercepat, Download di Sini!

Selasa, 10 Juni 2025 | 11:30 WIB
PORTUGAL

Ada Insentif Pajak, Anak Muda di Negara Ini Ramai Beli Rumah

Selasa, 10 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Tarif Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) Terbaru

Selasa, 10 Juni 2025 | 10:00 WIB
DKI JAKARTA

Daerah Ini Digitalisasi Proses Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

Selasa, 10 Juni 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

DPR Minta Kemenkeu Hati-hati Tetapkan Tarif Cukai Rokok 2026

Selasa, 10 Juni 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI, Ini Respons Pemerintah

Selasa, 10 Juni 2025 | 08:52 WIB
DDTC ACADEMY

Hadapi Pemeriksaan Pajak, Rekonsiliasi Perlu Disiapkan Lebih Awal

Selasa, 10 Juni 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dari Pajak, Bantuan Pangan Akan Disalurkan Sekaligus untuk 2 Bulan