Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Simak, Ternyata Ini Tujuan Pemerintah Ingin Pungut Pajak Karbon

A+
A-
2
A+
A-
2
Simak, Ternyata Ini Tujuan Pemerintah Ingin Pungut Pajak Karbon

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menilai fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini harus ditanggulangi, salah satunya melalui kebijakan fiskal. Salah satu upaya diusulkan pemerintah untuk mengatasi eksternalitas negatif atas emisi gas rumah kaca lewat pemungutan pajak karbon.

Dalam Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP), pemerintah mengatakan perubahan iklim telah memicu risiko berbagai bencana alam di Indonesia. Sekitar 80% bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi.

“Ditambah lagi lebih dari 3,9 juta penduduk di 105 kabupaten dan kota di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan pada tahun 2017,” tulis pemerintah dalam NA RUU KUP, dikutip pada Selasa (13/7/2021).

Baca Juga: Pajak Karbon untuk Pengembangan Hidrogen-Amonia Dikenalkan Mulai 2027

Merespons persoalan tersebut, pemerintah mengusulkan adanya pajak karbon atas konsumsi bahan bakar fosil. Pajak karbon, lanjut pemerintah, bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, menambah pendapatan negara, mendukung pembangunan rendah karbon, dan meningkatkan efisiensi sistem pungutan atau pajak.

Penerapan pajak karbon diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi konsumsi penggunaan bahan bakar fosil. Sebagai langkah efisiensi, pajak atau pungutan dikenakan pada level produsen dengan tarif berdasarkan pada tingkat kualitas bahan bakar fosil.

Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 29% dari kondisi business as usual (BAU) pada 2030. Target penurunan emisi gas rumah kaca tersebut ditingkatkan menjadi 41% jika Indonesia mendapatkan dukungan pendanaan dari komunitas global.

Baca Juga: Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

“Setiap orang pribadi atau badan usaha yang membeli dan/atau mengimpor barang yang mengandung karbon atau menghasilkan emisi karbon dengan jumlah tertentu dikenai pajak karbon,” imbuh pemerintah.

Adapun objek yang dikenai pajak karbon yaitu emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup, misalnya emisi karbon hasil pertambangan batubara. Jumlah pajak karbon yang terutang dihitung dengan mengalikan satuan emisi karbon dihasilkan berupa karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan tarif atas pajak karbon.

Di bidang fiskal, pemerintah sebenarnya telah menerapkan beberapa kebijakan untuk mengendalikan emisi karbon. Adapun kebijakan yang dimaksud ialah pemberian insentif perpajakan berupa tax allowance dan tax holiday untuk pembangkit listrik energi baru terbarukan, pembebasan PPN impor mesin yang digunakan untuk menghasilkan energi terbarukan, dan lainnya.

Baca Juga: DPR Dorong Penerapan Pajak Karbon, Biar Ada ‘Efek Jera’

Selain kebijakan fiskal, saat ini Pemerintah Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk turut serta membantu mengurangi dampak dari perubahan iklim melalui upaya menurunkan emisi CO2 dan telah meratifikasi Paris Agreement dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : revisi UU KUP, pajak karbon

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Henry Dharmawan

Kamis, 15 Juli 2021 | 12:29 WIB
Pada akhirnya pemerintah aware akan isu lingkungan khususnya pengendalian emisi karbon di Indonesia. Kebijakan fiskal memang menjadi salah satu instrumen pendukung untuk mengurangi emisi di Indonesia yang salah satunya melalui pajak karbon. Semoga implementasinya mudah dan tepat.
1

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 17 September 2024 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Sistem Pajak di Sektor SDA Perlu Lebih Berkeadilan, Begini Alasannya

Selasa, 17 September 2024 | 09:30 WIB
THAILAND

Pajak Karbon segera Berlaku, Thailand Jamin Tak Bebani Rakyat

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 10:30 WIB
PAJAK KARBON

Atasi Perubahan Iklim, Penerapan Pajak Karbon Dinilai Urgen

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 09:00 WIB
MALAYSIA

Malaysia Belum Masukkan Pajak Karbon dalam APBN 2025

berita pilihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 09:30 WIB
PROVINSI MALUKU

Pemprov Hapus Tunggakan Pajak Kendaraan, Berlaku Mulai Hari Ini

Kamis, 15 Mei 2025 | 09:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pajak Gabung Suami, Jangan Lupa NPWP Istri Dinonaktifkan Dulu

Kamis, 15 Mei 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dibiayai Pajak, Cek Kesehatan Gratis Sudah Jangkau 5,3 Juta Orang

Kamis, 15 Mei 2025 | 07:40 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Diminta Laporkan Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan