Waduh! 70% Daerah Masih Sangat Bergantung pada Suntikan Duit Pusat

Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda.
JAKARTA, DDTCNews - Sedikitnya 70% daerah di Indonesia, baik tingkat provinsi atau kabupaten/kota, masih menggantungkan operasionalnya terhadap aliran dana dari pemerintah pusat. Daerah-daerah tersebut memiliki pendapatan asli daerah (PAD) yang minim sehingga, mau tidak mau, 'hidupnya' bergantung pada dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan tidak jarang kepala daerah melakukan 'safari' ke DPR menjelang akhir tahun anggaran untuk meminta penambahan alokasi dana transfer ke daerah.
"Kami anggap ketergantungan tinggi [daerah terhadap pusat] kalau PAD-nya di bawah 40% terhadap APBD. Hanya beberapa daerah yang PAD di atas 60%. Sisanya, ada yang cuma 5%-6%, bergantung sekali terhadap APBN," kata Rifqinizamy dalam rapat kerja bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan sejumlah kepala daerah, Rabu (30/4/2025).
Apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi II diamini oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda. Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap APBN. Bahkan, Sherly mengakui bahwa kapasitas fiskal Maluku Utara tergolong lemah.
"Fiskal kami lemah, bergantung pada dana pusat ke daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) 100% habis untuk pegawai. Kita hidup dari PAD dan Dana Bagi Hasil (DBH)," kata Sherly.
PAD Maluku Utara pada 2025 sendiri ditargetkan Rp861,704 miliar, setara 27% dari total pendapatan daerah pada APBD Rp3,19 triliun. Sisanya, pendapatan daerah diperoleh dari dana transfer yang mencapai Rp2,3 triliun atau 73% dari porsi pendapatan.
Kendati masih banyak daerah yang menggantungkan hidupnya terhadap aliran dana pusat, ada beberapa daerah yang memiliki ketergantungan rendah terhadap pusat. Provinsi DKI Jakarta misalnya, total pendapatan daerah pada 2025 dipatok Rp81,73 triliun.
Dari angka tersebut, DKI Jakarta ditarget mampu mengumpulkan PAD Rp54,18 triliun atau 59% dari total pendapatan. Pendapatan yang berasal dari dana transfer dianggarkan Rp26,13 triliu atau 29% dari porsi pendapatan daerah.
Peta Kapasitas Fiskal Daerah
Sebagai informasi, pada mulanya, Kementerian Dalam Negeri membagi kategori daerah berdasarkan kapasitas fiskalnya, yakni kapasitas fiskal kuat, sedang, dan lemah.
Kapasitas fiskal kuat, ditandai dengan PAD yang lebih tinggi dari pendapatan transfer pusat.
Kapasitas fiskal sedang, ditandai dengan PAD dan pendapatan transfer seimbang, yakni selisih antara rasio PAD terhadap total pendapatan dengan rasio pendapatan transfer terhadap total pendapatan lebih kecil dari 25%.
Kapasitas fiskal lemah, yakni pendapatan daerah bergantung dengan pendapatan transfer pusat.
Namun, berdasarkan PMK 65/2024, pemetaan kapasitas fiskal daerah terbagi ke dalam 5 kelompok, yakni kapasitas fiskal daerah sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Pengelompokan daerah berdasarkan kapasitas fiskalnya mengacu pada rasio kapasitas fiskal daerah, yang dihitung dengan membagi kapasitas fiskal daerah dengan belanja pegawai di daerah. Kapasitas fiskal daerah sendiri dihitung dengan formula tertentu yang diperinci dalam PMK 65/2024.
Berdasarkan peta KFD dari 38 provinsi yang ada di Indonesia, 2 provinsi masuk kategori KFD sangat rendah, yaitu Aceh dan Sulawesi Tenggara.
Selanjutnya, terdapat 16 provinsi tergolong kategori KFD rendah, yakni Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku, Gorontalo, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi barat,
Kemudian, 12 provinsi masuk kategori KFD sedang, di antaranya adalah Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Papua. Sebanyak 5 provinsi masuk kategori KFD tinggi, yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, Banten, dan Kalimantan Utara.
Terakhir, hanya terdapat 3 provinsi yang masuk kategori KFD sangat tinggi yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua Barat. Perincian formula penghitungan dan hasil peta KFD tercantum dalam lampiran PMK 65/2024. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.