Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

A+
A-
3
A+
A-
3
G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

BERLIN, DDTCNews – Banyak negara G-20 telah gagal memenuhi komitmen pada tahun 2015 untuk menerapkan pengawasan terhadap Beneficial Ownership (BO) dari perusahaan cangkang. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang gagal mengawasi transaksi BO.

Dalam laporan yang terbit 19 April 2018, Transparency International menilai tidak ada negara G-20 yang punya posisi kuat untuk menyelidiki kasus mencurigakan terkait kepemilikan perusahaan. Apalagi, negara-negara yang telah mendaftar BO pun belum melembagakan proses peninjauan untuk memastikan akurasinya.

Senior Manajer Advokasi Global Transparency International Maggie Murphy mengatakan G-20 adalah kelompok ekonomi terkemuka, tapi tampaknya kepemimpinan G-20 berjalan lambat, tampak pada penindakan penyalahgunaan badan hukum di negara anggota.

Baca Juga: Ketua Umum AKP2I Suherman Dukung Pembentukan Badan Penerimaan Negara

“Mereka perlu meningkatkan upayanya untuk menciptakan kerangka hukum BO, sekaligus memastikan mereka bisa menegakkan aturan hukum BO,” ungkapnya seperti dilansir Tax Notes International Vol. 90 No. 5, Senin (23/4).

Pada tahun 2015, setelah G-20 menerbitkan High-Level Principles tentang Transparansi BO, Transparency International melaporkan ada 15 negara memiliki kerangka hukum yang memadai untuk menangani perusahaan anonim.

Adapun, laporan tahun 2018 dalam identifikasi Kanada dan Korea Selatan, menunjukkan ada 11 negara masih berada dalam kisaran yang weak-to-average untuk menangani hal itu.

Baca Juga: Suherman Saleh Terpilih sebagai Ketua Umum AKP2I periode 2025 - 2030

Sementara itu, laporan 2018 juga menyebutkan seluruh negara G-20 memiliki peluang untuk mengoptimalisasi penanganan perusahaan anonim.

Berdasar laporan tersebut, seluruh negara G-20 memiliki daftar pemegang saham meski tidak selalu mencakup informasi BO. Namun, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang disalahkan.

Pasalnya, AS tidak membuat daftar kepemilikan BO online yang terpusat dan tidak dipublikasikan, pasalnya perusahaan terkait masih terdaftar di tingkat negara bagian.

Baca Juga: Login Website DDTC Academy, Akses Ilmu Perpajakan dari Para Ahli

“Kanada, AS, dan China masih tidak mengharuskan perusahaan untuk mengumpulkan dan menjaga informasi BO yang akurat dan terbaru. Informasi BO kerap hanya dianalisis dalam kerangka aturan pembiayaan anti-pencucian uang dan anti-terorisme,” demikian laporan Transparency International 2018.

Anggota G-20 seperti Brasil, Prancis, Jerman, Italia dan Inggris telah membuat daftar BP terpusat. Meski begitu, hanya Inggris yang memberi izin daftar BO tersebut untuk dipublikasikan. Sedangkan negara-negara di Eropa lainnya membatasi akses informasi terkait data BO.

Beberapa negara termasuk Argentina dan India justru mengumpulkan informasi BO saat proses pendaftaran perusahaan. Tapi informasi itu tidak disimpan dalam online database yang bisa diakses oleh semua orang.

Baca Juga: Webinar Kadin - IAPI: Audit Keuangan Bisa Naikkan Reputasi Perusahaan

Selain itu, ada 9 anggota G-20 seperti Australia, Brasil, Kanada, Jerman, Indonesia, Rusia, Korea Selatan, Turki dan AS mengizinkan lembaga keuangan untuk melanjutkan proses transaksi, meskipun jika pemerintah tidak bisa mengidentifikasi pemilik BO.

Untuk itu, laporan Transparency International 2018 merekomendasikan beberapa negara untuk melarang lembaga keuangan, pengacara, akuntan, agen real estate dan institusi trust, untuk tidak melanjutkan transaksi apabila pemilik BO tidak bisa teridentifikasi.

Laporan tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah masing-masing negara bisa memastikan, setidaknya beberapa verifikasi informasi BO, seperti mengecek basis data yang dimiliki pemerintah termasuk basis data pajak, maupun melakukan inspeksi. (Gfa/Amu)

Baca Juga: Keran Ekspor Dibuka Lagi, Penerimaan Bea Keluar Tembaga Rp807,7 Miliar

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Beneficial Ownership, G20, Indonesia

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 19 Maret 2025 | 15:07 WIB
KEBIJAKAN MONETER

Jaga Inflasi dan Rupiah, Suku Bunga Acuan Tetap 5,75 Persen

Senin, 17 Maret 2025 | 15:45 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sisir Proyek Investasi, Prabowo Janjikan 8 Juta Lapangan Kerja

Minggu, 16 Maret 2025 | 08:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Begini Pandangan Fitch

berita pilihan

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Rabu, 14 Mei 2025 | 16:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:00 WIB
SE-05/PJ/2022

Jadi Sasaran Penelitian Komprehensif, Siapa itu WP Strategis?

Rabu, 14 Mei 2025 | 14:45 WIB
RUU PERAMPASAN ASET

Soal RUU Perampasan Aset, Prabowo Sudah Komunikasi dengan Ketum Parpol