Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Senin, 03 Maret 2025 | 15:30 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Senin, 03 Maret 2025 | 08:00 WIB
FOUNDER DDTC DARUSSALAM:
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN
Fokus
Reportase

G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

A+
A-
3
A+
A-
3
G-20 Lamban Awasi Beneficial Ownership

BERLIN, DDTCNews – Banyak negara G-20 telah gagal memenuhi komitmen pada tahun 2015 untuk menerapkan pengawasan terhadap Beneficial Ownership (BO) dari perusahaan cangkang. Indonesia juga menjadi salah satu negara yang gagal mengawasi transaksi BO.

Dalam laporan yang terbit 19 April 2018, Transparency International menilai tidak ada negara G-20 yang punya posisi kuat untuk menyelidiki kasus mencurigakan terkait kepemilikan perusahaan. Apalagi, negara-negara yang telah mendaftar BO pun belum melembagakan proses peninjauan untuk memastikan akurasinya.

Senior Manajer Advokasi Global Transparency International Maggie Murphy mengatakan G-20 adalah kelompok ekonomi terkemuka, tapi tampaknya kepemimpinan G-20 berjalan lambat, tampak pada penindakan penyalahgunaan badan hukum di negara anggota.

Baca Juga: Akhir 2024, Kemenkeu Catat Rasio Utang Pemerintah 39,36 Persen

“Mereka perlu meningkatkan upayanya untuk menciptakan kerangka hukum BO, sekaligus memastikan mereka bisa menegakkan aturan hukum BO,” ungkapnya seperti dilansir Tax Notes International Vol. 90 No. 5, Senin (23/4).

Pada tahun 2015, setelah G-20 menerbitkan High-Level Principles tentang Transparansi BO, Transparency International melaporkan ada 15 negara memiliki kerangka hukum yang memadai untuk menangani perusahaan anonim.

Adapun, laporan tahun 2018 dalam identifikasi Kanada dan Korea Selatan, menunjukkan ada 11 negara masih berada dalam kisaran yang weak-to-average untuk menangani hal itu.

Baca Juga: Jaga Inflasi, BI Pertahankan Suku Bunga di 5,75 Persen

Sementara itu, laporan 2018 juga menyebutkan seluruh negara G-20 memiliki peluang untuk mengoptimalisasi penanganan perusahaan anonim.

Berdasar laporan tersebut, seluruh negara G-20 memiliki daftar pemegang saham meski tidak selalu mencakup informasi BO. Namun, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang disalahkan.

Pasalnya, AS tidak membuat daftar kepemilikan BO online yang terpusat dan tidak dipublikasikan, pasalnya perusahaan terkait masih terdaftar di tingkat negara bagian.

Baca Juga: Kagumi DDTC Library, Dekan FISIP UI: Harus Residensi di Sini!

“Kanada, AS, dan China masih tidak mengharuskan perusahaan untuk mengumpulkan dan menjaga informasi BO yang akurat dan terbaru. Informasi BO kerap hanya dianalisis dalam kerangka aturan pembiayaan anti-pencucian uang dan anti-terorisme,” demikian laporan Transparency International 2018.

Anggota G-20 seperti Brasil, Prancis, Jerman, Italia dan Inggris telah membuat daftar BP terpusat. Meski begitu, hanya Inggris yang memberi izin daftar BO tersebut untuk dipublikasikan. Sedangkan negara-negara di Eropa lainnya membatasi akses informasi terkait data BO.

Beberapa negara termasuk Argentina dan India justru mengumpulkan informasi BO saat proses pendaftaran perusahaan. Tapi informasi itu tidak disimpan dalam online database yang bisa diakses oleh semua orang.

Baca Juga: Adopsi Standar-Standar OECD, Pemerintah Buka Opsi Siapkan Omnibus Law

Selain itu, ada 9 anggota G-20 seperti Australia, Brasil, Kanada, Jerman, Indonesia, Rusia, Korea Selatan, Turki dan AS mengizinkan lembaga keuangan untuk melanjutkan proses transaksi, meskipun jika pemerintah tidak bisa mengidentifikasi pemilik BO.

Untuk itu, laporan Transparency International 2018 merekomendasikan beberapa negara untuk melarang lembaga keuangan, pengacara, akuntan, agen real estate dan institusi trust, untuk tidak melanjutkan transaksi apabila pemilik BO tidak bisa teridentifikasi.

Laporan tersebut juga merekomendasikan agar pemerintah masing-masing negara bisa memastikan, setidaknya beberapa verifikasi informasi BO, seperti mengecek basis data yang dimiliki pemerintah termasuk basis data pajak, maupun melakukan inspeksi. (Gfa/Amu)

Baca Juga: BI Buka Ruang untuk Kembali Turunkan Suku Bunga

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Beneficial Ownership, G20, Indonesia

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 08 Desember 2024 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Sederet Rekomendasi OECD untuk Indonesia dalam Meningkatkan Tax Ratio

Jum'at, 06 Desember 2024 | 16:37 WIB
AGENDA PAJAK

World Bank Bakal Rilis Laporan Terbaru, Ada Bahasan Pajak Indonesia

Kamis, 05 Desember 2024 | 15:00 WIB
THE 12TH INDONESIA ANNUAL INTERNATIONAL TAX SEMINAR

IFA Indonesia Gelar Seminar Pajak Internasional, Hadirkan 22 Pembicara

Kamis, 05 Desember 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN MONETER

Jaga Daya Beli Saat PPN Naik, BI Diminta Turunkan Suku Bunga Acuan

berita pilihan

Selasa, 04 Maret 2025 | 12:00 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

OECD Tetapkan Daftar Negara dengan Qualified IIR dan QDMTT

Selasa, 04 Maret 2025 | 11:45 WIB
LANGKAH PERBAIKAN DDTCNEWS 2025

DDTCNews Membawa Isu Pajak Makin Membumi, Membuatnya Mudah Dipahami

Selasa, 04 Maret 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Penghapusan Sanksi Telat Bayar Pajak saat Transisi Penerapan Coretax

Selasa, 04 Maret 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Makasih Wajib Pajak! THR Rp50 Triliun Buat ASN Bakal Cair Lebih Cepat

Selasa, 04 Maret 2025 | 10:00 WIB
LITERATUR PAJAK

Pahami Perbedaan Non-Objek Pajak dengan Pajak Terutang Tidak Dipungut

Selasa, 04 Maret 2025 | 09:30 WIB
KERJA SAMA INTERNASIONAL

Hendak Jadi Anggota OECD, Initial Memorandum Ditarget Rampung Juni

Selasa, 04 Maret 2025 | 09:11 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

PPN Tiket Ditanggung, Pemerintah Ingin Rakyat Bepergian saat Lebaran

Selasa, 04 Maret 2025 | 09:00 WIB
PROVINSI RIAU

Tingkatkan PAD, Pemprov Ini Bakal Pungut Pajak Kendaraan atas Kapal

Selasa, 04 Maret 2025 | 06:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Siapkan Stimulus Perpajakan untuk Kegiatan Usaha Bulion