DJP Atur Cara Pengajuan Pengukuhan PKP Lewat Coretax

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - DJP telah menerbitkan PER-7/PJ/2025 yang antara lain memerinci prosedur pengajuan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) melalui portal wajib pajak atau coretax administration system. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (12/6/2025).
Dalam mengajukan permohonan pengukuhan PKP melalui coretax system, wajib pajak perlu mengisi dan menandatangani formulir secara elektronik. Setelahnya, formulir permohonan pengukuhan PKP tersebut dikirimkan kepada DJP melalui coretax system dengan disertai peta dan foto lokasi usaha.
"Permohonan pengukuhan PKP secara elektronik melalui portal wajib pajak ... dilakukan dengan mengisi, menandatangani secara elektronik, dan menyampaikan formulir pengukuhan PKP disertai peta dan foto lokasi usaha," bunyi Pasal 52 ayat (3) PER-7/PJ/2025.
PER-7/PJ/2025 menyatakan pengusaha yang menyerahkan objek pajak berdasarkan UU PPN, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan menteri keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Sementara berdasarkan PMK 164/2023, permohonan pengukuhan PKP harus disampaikan oleh pengusaha yang sudah memperoleh omzet melebihi batasan pengusaha kecil atau Rp4,8 miliar.
Dengan dikukuhkan sebagai PKP, pengusaha tersebut akan dapat memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dilakukannya.
Seiring dengan pemberlakuan coretax system, DJP kini membuka ruang bagi wajib pajak untuk mengajukan pengukuhan PKP melalui portal wajib pajak atau coretax system. Hal itu telah diatur dalam PMK 81/2024.
Meski demikian, pengajuan pengukuhan PKP juga masih dapat dilakukan melalui laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP dan/atau contact center DJP.
Atas permohonan pengukuhan PKP yang disampaikan melalui coretax system, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan, kepada wajib pajak akan diterbitkan bukti penerimaan elektronik (BPE). Sementara jika permohonan tidak memenuhi ketentuan, kepada wajib pajak tidak diterbitkan bukti BPE dan permohonan wajib pajak tidak diproses lebih lanjut.
BPE atau bukti penerimaan surat ini dipersamakan sebagai surat keterangan permohonan pengukuhan PKP. BPE atau bukti penerimaan surat tersebut diterbitkan paling lama 1 hari kerja setelah permohonan pengukuhan PKP disampaikan.
Atas permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan BPE atau bukti penerimaan surat, kepala kantor pelayanan pajak (KPP) akan melakukan penelitian kantor untuk menguji 3 hal. Pertama, menguji kelengkapan data dan/atau dokumen yang terkait dengan identitas, pendirian, dan/atau kegiatan usaha, termasuk jenis klasifikasi lapangan usaha utama.
Kedua, menguji kelengkapan persyaratan dokumen yang dilampirkan berupa peta dan foto lokasi usaha, serta surat pernyataan tentang kegiatan usaha dan tempat kegiatan usaha yang sebenarnya dan dokumen kontrak, perjanjian, atau dokumen sejenis. Ketiga, menguji status bahwa pengusaha tidak sedang dilakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak.
Berdasarkan penelitian kantor, kepala KPP akan memberikan keputusan berupa menerima permohonan dengan menerbitkan surat pengukuhan PKP, dalam hal permohonan memenuhi ketentuan untuk dikukuhkan sebagai PKP. Selain itu, kepala KPP juga dapat menolak permohonan dengan menerbitkan surat penolakan pengukuhan PKP, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Kepala KPP akan memberikan keputusan ini paling lama 10 kerja setelah BPE atau bukti penerimaan surat diterbitkan.
"Apabila kepala kantor pelayanan pajak tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu ..., permohonan pengusaha dianggap dikabulkan dan kepala KPP harus menerbitkan surat pengukuhan PKP paling lama 1 hari kerja setelah tanggal jangka waktu pemberian keputusan berakhir," bunyi Pasal 53 ayat (6) PER-7/PJ/2025.
Jika mengajukan permohonan pengukuhan PKP melalui coretax system, surat pengukuhan PKP atau surat penolakan pengukuhan PKP dari kepala KPP juga akan disampaikan kepada wajib pajak melalui coretax system.
Selain pengajuan permohonan pengukuhan PKP melalui coretax system, ada pula ulasan mengenai pengaturan data unit keluarga untuk kepentingan pajak. Setelahnya, terdapat pembahasan tentang catatan untuk rencana pendirian BPN, serta dampak kebijakan PPN ditanggung pemerintah (DTP) terhadap penurunan harga tiket pesawat.
Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.
DJP Atur Ketentuan soal Data Unit Keluarga untuk Kepentingan Pajak
DJP dalam PER-7/PJ/2025 turut mengatur ketentuan terkait dengan pengisian data unit keluarga untuk kepentingan perpajakan.
Merujuk pada pasal 4 ayat (1), terhadap wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara terpisah dan anak yang belum dewasa, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami sebagai kepala keluarga.
"Penggabungan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) dilakukan sepanjang wanita kawin dan anak yang belum dewasa telah menjadi bagian dari data unit keluarga untuk kepentingan perpajakan," bunyi pasal 5 ayat (1) PER-7/PJ/2025. (DDTCNews)
Di Perdirjen Baru, DJP Perinci Fungsi NITKU
Dalam PER-7/PJ/2025 juga telah diperinci 6 fungsi dari Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) bagi wajib pajak.
NITKU adalah nomor identitas yang diberikan untuk setiap tempat kegiatan usaha wajib pajak, termasuk tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Sesuai dengan ketentuan, wajib pajak harus melaporkan tempat kegiatan usahanya untuk mendapatkan NITKU.
"Wajib pajak harus melaporkan tempat kegiatan usahanya ke kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar dan kepadanya diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha," bunyi Pasal 1 ayat (1) PER-7/PJ/2025. (DDTCNews).
Ada PPN DTP, Harga Tiket Pesawat Dijamin Lebih Murah
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjamin harga tiket pesawat akan jadi lebih rendah ketimbang kondisi normal karena pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP sebesar 6%.
Airlangga menjelaskan PPN DTP sebesar 6% berlaku untuk pembelian tiket pesawat domestik kelas ekonomi. Masyarakat bisa menikmati insentif PPN untuk periode pembelian tiket dan penerbangan pada 5 Juni hingga 31 Juli 2025.
"Dengan kebijakan ini, harga tiket yang dibayarkan masyarakat akan menjadi lebih murah, karena hanya membayar PPN sebesar 5% dari yang seharusnya 11%," katanya. (DDTCNews)
Pendirian BPN Perlu Diikuti Komwasjak Independen dan Tax Policy Unit
Reformasi kelembagaan di dalam tubuh Kementerian Keuangan dinilai dapat menjadi solusi atas berbagai tantangan fiskal yang dihadapi Indonesia, terutama stagnannya tax ratio dalam satu dekade terakhir.
Founder DDTC Darussalam mengungkapkan terdapat 2 konsekuensi penting yang perlu ditindaklanjuti apabila nantinya pemerintah membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai unit yang terpisah dari Kemenkeu.
Pertama, perlu ada tax ombudsman yang independen dengan posisi yang setara dengan BPN. Kedua, perlu dibangun tax policy unit atau unit kebijakan perpajakan yang terpisah dari BPN.
"Selama ini, upaya reformasi dari sisi regulasi dan administrasi sudah dilakukan. Yang belum adalah reformasi dari sisi kelembagaan," kata Darussalam. (DDTCNews)
Perkembangan Rencana Pembentukan BPN
Rencana pembentukan BPN masih menunggu keputusan pemerintah. Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyerahkan sepenuhnya keputusan pembentukan BPN tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Posisi Komisi XI mendukung. Apapun keputusan Presiden, kami harus mengamankan," ujarnya.
Sementara itu, mantan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Bidang Perpajakan Edi Slamet Irianto menyebut pembentukan BPN akan dapat meningkatkan penerimaan negara sehingga mengurangi ketergantungan negara dari utang. Salah satu agenda BPN nantinya adalah mengamankan penerimaan negara melalui pelaksanaan kebijakan strategis. (Kontan, Bisnis Indonesia)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.