Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Selasa, 13 Mei 2025 | 16:09 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Selasa, 13 Mei 2025 | 13:35 WIB
DDTC ACADEMY - ADIT EXAM PREPARATION COURSE
Rabu, 07 Mei 2025 | 07:48 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Selasa, 06 Mei 2025 | 13:05 WIB
DDTC EXECUTIVE INTERNSHIP PROGRAM
Fokus
Reportase

Sebelum Libur, Simak! Daftar Kewajiban Pajak yang Jatuh Tempo 31 Maret

A+
A-
3
A+
A-
3
Sebelum Libur, Simak! Daftar Kewajiban Pajak yang Jatuh Tempo 31 Maret

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Tinggal menghitung hari menuju batas akhir penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) UU KUP, SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi harus disampaikan maksimal 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

Artinya, wajib pajak orang pribadi yang menggunakan tahun pajak sama dengan tahun kalender harus menyampaikan SPT Tahunan PPh maksimal pada 31 Maret. Begitu pula dengan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024 berarti harus disampaikan maksimal pada 31 Maret 2025.

“Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah ... untuk Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak,” bunyi Pasal 3 ayat (3) UU KUP, dikutip pada Selasa (25/3/2025).

Baca Juga: Jadi Sasaran Penelitian Komprehensif, Siapa itu WP Strategis?

Selain SPT Tahunan PPh orang pribadi, nyatanya ada sejumlah kewajiban pajak lain yang juga perlu disampaikan maksimal pada 31 Maret 2025. Sejumlah kewajiban tersebut memang memiliki batas akhir pada 31 Maret, sementara sisanya terkait dengan batas akhir pemberian penghapusan sanksi. Berikut perinciannya.

1. Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

NPPN adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh dirjen pajak dan disempurnakan terus‐menerus. Norma tersebut berupa persentase yang akan dikalikan dengan penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan neto. Simak Apa Itu NPPN?

NPPN menjadi alternatif penentuan penghasilan neto hanya dengan mengandalkan pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu, yaitu kurang dari Rp4,8 miliar.

Baca Juga: Tunggakan PKB Tembus Rp74 Miliar, Kegiatan Penagihan Dimaksimalkan

Seiring dengan belum terbitnya peraturan baru yang memperpanjang periode pemanfaatan PPh final UMKM, NPPN menjadi opsi yang bisa dipertimbangkan oleh pelaku usaha UMKM. Simak Peralihan PPh Final UMKM Jadi NPPN, Apa yang Perlu Dilakukan?

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-17/PJ/2015, wajib pajak yang ingin menggunakan NPPN wajib menyampaikan pemberitahuan. Adapun pemberitahuan penggunaan NPPN tersebut harus disampaikan maksimal 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.

Dengan demikian, apabila wajib pajak orang pribadi menggunakan tahun pajak yang sama dengan tahun kalender maka pemberitahuan penggunaan NPPN tersebut harus disampaikan maksimal pada 31 Maret 2025. Simak Cara Sampaikan Pemberitahuan Penggunaan NPPN Via Coretax DJP.

Baca Juga: Perlukah Batas Penghasilan Tidak Kena Pajak Dinaikkan? Ini Kata Apindo

2. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh Unifikasi untuk Masa Pajak Februari Tanpa Dikenakan Sanksi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta SPT masa PPh Unifikasi harus disampaikan maksimal 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan, SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 serta SPT Masa PPh Unifikasi untuk masa pajak Februari 2025 harus disampaikan paling lambat pada 20 Maret 2025.

Namun, wajib pajak yang melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 serta SPT Masa PPh Unifikasi untuk masa pajak Februari 2025 lebih dari 20 Maret 2025 tidak akan dikenakan sanksi denda sepanjang dilaporkan maksimal pada 31 Maret 2025.

Baca Juga: WP Tak Gubris Surat Teguran DJP, Siap-siap Dapat Surat Tagihan Pajak

Sebab, dirjen pajak memberikan penghapusan sanksi atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/Pasal 26 serta SPT Masa PPh Unifikasi untuk masa pajak Februari 2025 hingga 31 Maret 2025. Penghapusan sanksi keterlambatan pelaporan tersebut sebagaimana diputuskan dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025.

Ketentuan serupa juga berlaku untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB) untuk masa pajak Februari 2025. Wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas PHTB tidak dikenakan sanksi sepanjang dilaporkan maksimal pada 31 Maret 2025.

3. Pelaporan SPT Masa PPh UMKM dan PPh Pasal 25 Tanpa Dikenakan Sanksi

Dirjen pajak juga memberikan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaproan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (UMKM) dan PPh Pasal 25.

Baca Juga: DJP Tak Bisa Awasi Semua Wajib Pajak One On One, Coretax Jadi Solusi?

Merujuk KEP-67/PJ/2025, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) untuk UMKM dan PPh Pasal 25 tersebut diberikan hingga 31 Maret 2025. Simak Hati-Hati! Penghapusan Sanksi Coretax Tidak untuk Semua Masa Pajak.

4. Pelaporan SPT Masa Bea Meterai Tanpa Dikenakan Sanksi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 171 ayat (18) PMK 81/2024, pemungut bea meterai wajib melaporkan bea meterai yang telah dipungut dengan menggunakan SPT Masa Bea Meterai maksimal 15 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dengan demikian, sedianya SPT Masa Bea Meterai untuk masa pajak Februari 2025 harus disampaikan maksimal pada 15 Maret 2025. Namun, jatuh tempo pelaporan SPT Masa Bea Meterai tersebut mundur ke 17 Maret 2025 karena tanggal 15 Maret hingga 16 Maret 2025 bertepatan dengan hari Sabtu dan Minggu.

Baca Juga: UMKM Ini Bingung Kode Billing Ditolak, Ternyata Omzet Belum Rp500 Juta

Akan tetapi, pemungut bea meterai yang menyampaikan SPT Masa Bea Meterai untuk masa pajak Februari 2025 lewat dari 17 Maret 2025 tidak dikenakan sanksi denda sepanjang dilaporkan maksimal pada 31 Maret 2025 sesuai dengan ketentuan dalam KEP-67/PJ/2025.

5. Pemberitahuan Perpanjangan SPT

Wajib pajak, baik orang pribadi dan badan, dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Perpanjangan jangka waktu tersebut diberikan untuk paling lama 2 bulan setelah tenggat waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.

Wajib pajak dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu apabila tidak bisa menyampaikan SPT Tahunan PPh sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan karena suatu alasan. Misalnya, karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya.

Baca Juga: Akhirnya! Akhir Juli Coretax Bakal Bebas dari Gangguan Sistem

Perpanjangan ini mensyaratkan adanya laporan keuangan. Untuk itu, biasanya perpanjangan waktu pelaporan SPT ini diajukan oleh wajib pajak orang pribadi pelaku usaha atau pekerja bebas. Untuk mendapat perpanjangan waktu, wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) PMK 243/2014, wajib pajak harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh berakhir. Dengan demikian, bagi wajib pajak orang pribadi yang menggunakan tahun buku sama dengan tahun kalender maka pemberitahuan tersebut harus disampaikan sebelum 31 Maret 2025.

6. Pelaporan Realisasi Investasi Dividen

Sesuai dengan ketentuan Pasal 370 PMK 81/2024, dividen yang diperoleh wajib pajak orang pribadi bisa dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan kembali. Investasi tersebut harus memenuhi kriteria bentuk investasi, tata cara investasi, dan jangka waktu investasi. Simak Dividen Diinvestasikan Kembali, Apakah Bebas Pajak?

Baca Juga: Belum Lapor SPT Tahunan, Bersiap Dikirim Surat Teguran dari DJP

Selain investasi sesuai dengan ketentuan, wajib pajak orang pribadi juga wajib menyampaikan laporan realisasi investasi. Merujuk pada Pasal 374 PMK 81/2024, laporan realisasi investasi tersebut disampaikan secara berkala paling lambat akhir bulan ketiga. Artinya, batas akhir laporan realisasi tersebut juga jatuh pada 31 Maret. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kepatuhan pajak, SPT Tahunan, lapor SPT Tahunan, SPT Masa PPN, SPT Masa bea meterai, PPh final UMKM, UMKM, Lebaran

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 06 Mei 2025 | 19:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

DJP Akan Teliti SPT Tahunan PPh yang Masuk, Apa Saja yang Dilihat?

Selasa, 06 Mei 2025 | 14:00 WIB
KABUPATEN CIAMIS

Tingkatkan Kepatuhan WP, Pemkab Ciamis Beri Penghapusan Denda PBB

Selasa, 06 Mei 2025 | 09:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bekerja Lagi Setelah 10 Tahun Menganggur, Perlu Bikin NPWP Lagi?

Senin, 05 Mei 2025 | 18:30 WIB
PMK 172/2023

Sudah Mei, Master File dan Local File Harus Sudah Tersedia

berita pilihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dibiayai Pajak, Cek Kesehatan Gratis Sudah Jangkau 5,3 Juta Orang

Kamis, 15 Mei 2025 | 07:40 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Diminta Laporkan Sanksi yang Dihapus Akibat Kendala Coretax

Rabu, 14 Mei 2025 | 19:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Persoalan Pajak Internasional Ikut Dibahas di Pertemuan ADB, Ada Apa?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Kinerja PNBP Migas Bergantung ke Hal-Hal yang Fluktuatif, Apa Saja?

Rabu, 14 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

WP Diberi Waktu 14 Hari untuk Tanggapi SP2DK, Bisa Lewat Coretax?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pindah KPP, Status Wajib Pajak Kriteria Tertentu Perlu Diajukan Ulang?

Rabu, 14 Mei 2025 | 17:13 WIB
UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Perhatian! Ada 1 Lokasi USKP yang Dipindahkan

Rabu, 14 Mei 2025 | 16:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Optimalisasi Penerimaan Negara, Tembaga Bakal Masuk SIMBARA pada 2026

Rabu, 14 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pacu Utilisasi, Industri Elektronik Bisa Manfaatkan Insentif Pajak